webnovel

Royal Family Series : Pengantin Sang Raja (The King's Bride)

Richard adalah raja yang tak pernah menikah. Itu adalah sumpahnya setelah melihat penghianatan yang dilakukan ibunya. Namun bagaimana jika adik lelakinya yang merupakan pewaris tahta akhirnya meninggal dan memohon agar Richard menikah sebagai permintaan terakhirnya? GalaxyPuss

Galaxypuss · Histoire
Pas assez d’évaluations
55 Chs

Petunjuk

Redd memandang televisi yang menayangkan berita dan menghela nafas, tangannya diulurkan untuk memudahkan Howie melakukan pemeriksaan tekanan darah—hanya pemeriksaan rutin untuk kesehatannya dan bayinya, berhubung Howie ternyata adalah seorang sarjana kedokteran—yang digunakan sebagai pengontrol kondisinya.

"Rasanya miris," Redd mengguman, melihat tayangan live dari persiapan peringatan setengah tahun kematiannya yang akan dilaksanakan di Chevailer dengan pusat acaranya tentu saja; Desmarais. "Mereka mengenang seseorang yang masih hidup."

Howie tersenyum sopan. "Saya harap Anda tidak berkecil hati. Saya menyesal merebut kehidupan Anda yang sebelumnya, sebuah penyesalan yang akan saya ingat."

"Apa maksudmu menyesal?" Redd tertawa kecil. "Jika bukan karena kau merebut kehidupanku yang sebelumnya, aku mungkin benar-benar mati di jembatan itu. Kau menyelamatkanku," pandangan Redd meredup. "Walau aku harus mati bagi semua orang."

"Anda akan kembali Yang Mulia, ke tempat dimana Anda seharusnya berada. Saya bersumpah."

"Aku percaya padamu," Redd tertawa. "Kalian semua selalu mengatakan hal yang sama seperti itu, untuk waktu yang lama jadi terdengar sedikit menakutkan."

"Karena kami memperjuangkan hal yang sama Yang Mulia," ujar Howie sembari mengecek denyut nadinya. "Kandungan Anda sehat, walau sebenarnya akan jauh lebih baik jika kita membawanya ke rumah sakit."

"Tidak perlu, aku tahu itu akan membahayakan kita semua."

"Anda tidak ingin melihatnya lewat USG?" tanya Howie lagi.

Ratu itu mendongak, sebelum kemudian menggeleng. "Aku rasa dia adalah laki-laki. Tidak perlu melakukan pemeriksaan, aku yakin dia akan baik-baik saja."

Howie mengangguk, "Saya akan memanggil Kylie. Dia akan pergi ke Yunani besok malam, saya harap ia juga sudah memberitahu Anda."

"Sudah," Redd mengiyakan. "Dia bilang adiknya menikah, tidak ada seorang pun yang memberitahuku dia keturunan Yunani."

"Ibunya adalah orang Yunani," Howie mengiyakan. "Anda tidak pernah bertanya, jika saja Anda meminta dia mengatakan nama tengahnya; Anda akan langsung tahu dia memiliki darah Yunani."

"Apa memangnya, nama tengahnya?" Redd bertannya penasaran.

Hening sesaat.

"Athena Olympia," jawab Howie dengan wajah geli. "Dia membenci nama itu karena terdengar seperti nama pekan olahraga. Kylie tidak pernah suka menyebut nama tengahnya."

Redd tersenyum, "Sungguh? Padahal nama itu cukup bagus."

"Oh, katakan itu di depannya Yang Mulia. Biasanya dia langsung memukul kami jika menggodanya dengan itu."

"Akan aku coba," Redd meyanggupi.

"Jika begitu saya akan keluar," Howie bangkit seraya membawa alat-alatnya. "Silahakan beristirahat."

Redd mengangguk, setelah Howie menghilang di balik pintu yang tertutup; ia bangkit dan berjalan menuju beranda. Berpegang pada batas pagar yang mengarah langsung pada pemandangan pantai dingin menjelang sore hari. Ratu itu menyentuh perutnya yang sudah membesar; mengelusnya lembut seraya menghela nafas.

"Mari kita bertahan sebentar lagi sayang," Redd mengguman. "Hanya sebentar, karena di sini satu-satunya tempat dimana kita akan aman."

Wanita itu tertawa kecil, saat merasakan tendangan di perutnya yang nyaris mencapai usia tujuh bulan. Sebelum memandang laut dengan mata berkaca dan pikiran kosong; tanpa menyadari sosok yang mengamatinya dari kejauhan. Dengan senyum terkembang dan wajah luar biasa puas.

"Yang Mulia Ratu masih hidup."

...

Musim dingin sudah akan tiba di penjuru Chevailer, yang nampaknya membuat hitungan tepat menuju peringatan setengah tahun kematian sang pendamping Raja. Seluruh kota mempersiapkan diri, toko-toko ditutup menjelang sore dan penduduk memakai pakaian putih. Dengan rangkaian bunga di tangan; berjalan bersama-sama menuju ke pusat kota. Beberapa membawa foto dan lilin yang akan mereka gunakan untuk melakukan doa.

Richard? Oh, Raja Muda itu tengah terdiam dalam keheningan kantornya.

Pria bersurai hitam itu memandang ke luar jendela dengan pandangan kosong, ia bisa melihat beberapa pejalan kaki yang lalu lalang menuju ke pusat acara; lantas itu membuat ia membuang nafas.

"Anda perlu berganti baju," Fleur berujar dari balik punggung Raja itu. "Acara akan segera dimulai sesudah senja."

"Aku mengerti. Sebentar."

Maka pelayan Raja itu memutuskan untuk terdiam dan menunduk. "Apa kau akan hadir di sana?" Richard bertannya setelah keheningan yang panjang di antara mereka. "Apa yang akan kau doakan jika kau disana?"

Fleur menggerjab, "Saya?"

Richard mengangguk. "Ya."

"Saya tentu akan hadir," Fleur menjawab. "Saya akan mendoakan untuk kebahagiaan beliau diatas sana, Yang Mulia Raja juga."

Richard tergelak pelan seraya memutar kursinya dan menghadap pada gadis keturunan Perancis itu. "Kenapa kau mendoakan aku?"

Fleur menaikkan bahu. "Karena saya mengharapkan kebahagiaan untuk Yang Mulia. Sesuatu yang mungkin sudah diambil dari Anda, saya mendoakan agar Anda akan memilikinya kembali."

"Itu doa yang akan sangat indah bila diwujudkan," Richard tersenyum. "Terimakasih."

Fleur mengangguk sambil tersenyum. "Dengan segala hormat."

"Apa kau tahu dimana Justin sekarang?" Richard bertannya seraya melepas manset kemejanya. "Aku tidak menemukannya sejak tadi siang."

"Justin pergi ke suatu tempat, dia tidak mau mengatakan kemana." Fleur menjawab. "Dia masih menyalahkan dirinya atas apa yang terjadi pada Yang Mulia Ratu, saya pikir peringatan kematian menjadi seperti penginggat akan apa yang terjadi. Dia menolak untuk datang saya rasa, dia kadang berkunjung ke makam Ratu hanya untuk duduk dan diam. Dia masih menghukum dirinya sendiri."

Bibir Raja Muda itu membentuk senyum tipis, "Tidak seharusnya ia menyalahkan dirinya terlalu banyak. Itu bukan kesalahannya."

"Bagi kita Yang Mulia," Fleur mengguman. "Tapi tidak untuk Justin."

"Kau benar," Raja itu bangkit dari kursinya. "Well, aku rasa akan lebih baik jika aku berganti baju sekarang."

...

Richard tiba tepat sebelum matahari bersandar di batas langit dan dengan bantuan para pengawal ia berhasil sampai di panggung podium dengan selamat. Ia memberikan senyum hangat dan memandang pada semua rakyatnya yang telah berkumpul menjadi massa besar. Ketika hari mulai gelap, tidak ada satupun lampu jalan yang dinyalakan. Sebaliknya titik-titik lilin mulai muncul dan merambat menjadi sekumpulan cahaya merah yang bersinar di tengah dingin. Menerangi dalam temaram dan membawa kembali kesedihan yang tersimpan.

Semua kepala menunduk saat seorang pendeta naik ke atas podium dan mulai membacakan doa. Bahkan Richard sekalipun menepi, menunduk dalam dekapan tangan dan berdoa dalam keheningan. Mengharapkan rasa rindunya tersampaikan dan mendoakan kebahagiaan bagi wanita yang tetap ia cintai itu.

Selepas doa Raja muda itu melangkah kembali ke podium, dengan Charles disisinya ia melambaikan tangan sesaat dan mulai menghadap ke pengeras suara. Menarik nafasnya dalam dan membuka mulutnya untuk menyampaikan kata; yang akan menyampaikan hatinya dan waktu terberatnya.

"Selamat malam untuk kalian semua," ia memulai. "Malam ini, hari ini kita berada di sini untuk satu alasan, alasan yang sama yang membawa langkah kita menuju ke sini. Dalam waktu yang telah lama berlalu, kita tidak dapat melupakan peristiwa yang membawa sebuah kesedihan dan kemarahan bagi kita semua. Karena tindakan kejam, kita kehilangan seorang malaikay; seorang wanita hebat yang pernah berada disampingku dan mengayomi kita semua." Richard menarik nafas. "Hari ini adalah waktu dimana kita membawa kembali ingatan tentang dirinya. Tentang seseorang yang masih sangat aku cintai setelah waktu yang lama. Ini sulit untukku-tentu saja-ada banyak waktu dimana aku berpikir bahwa ini semua hanya lelucon dan bahwa dia masih ada disana. Disuatu tempat yang tidak aku tahu, bahwa dia tidak pergi tanpa pernah kembali. Aku memiliki waktu sulit untuk memulai tanpa kehadirannya, menghadapi segala kesedihan yang menekanku dan waktu-waktu duka saat kenangannya muncul."

Raja Muda itu tersenyum.

"Tapi aku tahu aku harus mampu, ia tidak meninggalkanku hanya untuk membuatku menderita. Bahkan walau waktu kami terasa singkat, aku tetap mengucapkan syukur karena kamu bertemu dan karena ia pernah menjadi milikku. Karena walau dia tidak disini kita tahu dia ada dihati kita semua, bahwa ia selalu bersama kita. Apapun yang terjadi, Ratu kita Redd; akan selalu ada."

Ucapan Richard disambut oleh tepuk tangan haru dan pandangan kesedihan beberapa orang. Di tepi massa, Raja Muda itu bisa melihat jika beberapa orang memegang sebuah lampion dan bersama-sama mereka menerbangkannya ke angkasa. Hal itu membuat Richard tersenyum dalam kesedihan, menginggat betapa Redd masih dirindukan dan disayangi banyak orang hingga waktu yang terasa lama membuat ia berharap wanita itu masih ada. Bahwa dia yang akan melihat sendiri seperti apa rakyat sungguh menyayanginya.

"Kita bisa kembali sekarang." Charles mendekatinya dan berujar.

"Apa acaranya sudah selesai?"

"Belum," Charles menjawab. "Setelah ini lampu jalan akan dinyalakan dan akan ada pembagian makanan gratis juga baju-baju. Kita bisa pergi nanti jika anda mau."

Richard mengangguk. "Aku mengerti. Pergilah dulu ke mobil, aku akan menyusul sebentar lagi."

Sementara Charles mengangguk dan beranjak, Richard memandang pada orang-orang yang mulai berjalan ke tepian dan menuju ke tempat acara selanjutnya dilangsungkan. Ia tersenyum; siap ikut beranjak pergi sebelum ponselnya bergetar keras di saku. Mengangkat tangan sebagai isyarat pada pengawalnya untuk menunggu, Raja itu berhenti dan menarik ponselnya. Mengerutkan kening kala melihat sebuah pesan dari nomor tanpa nama muncul di layar homenya. Maka Richard membukanya, lantas membaca sebuah kalimat singkat yang membuat ia membeku.

'Pidato yang mengharukan, tapi salah, sebenarnya Ratu masih hidup. Aku bisa membantu menemukannya.'

Sebuah pesan lain masuk.

'Petunjuk pertama : kenapa tidak mencari rumah lama kelompok tujuh? Aku yakin Ratu ada di sana.'

....