webnovel

Sergei Kembali

"Apa aku boleh senang karena hubungan kalian sudah berakhir?"

Aku menatap Huddwake. "Apa kau mencoba membuatku seperti Martinez?" desisku. "Kau sinting."

Aku berbalik meniggalkan Huddwake dengan muka panas menahan marah. Dadaku kembang kempis, berusaha memasukkan udara sebanyak-banyaknya setelah sesak menahan gelombang energi Huddwake yang begitu besar. Aku berhenti di salah satu meja hidangan sebelum mencapai tempat Soo Hyun, menyandarkan satu tanganku di atas meja, dan berusaha mengembalikan ketenanganku. Seseorang menabrak lenganku, menumpahkan isi gelasnya ke lengan dan gaunku. Aku menganga.

"Ups…"

Aku menatapnya—Martinez. Ia menumpahkan jus jeruknya ke gaunku.

"Kau beruntung. Nodanya tak akan terlihat karena gaunmu berwarna hitam." Martinez tersenyum tanpa merasa bersalah.

Aku tertawa mendengus. Dia bilang aku beruntung? Konyol.

"Kau tak akan minta biaya ganti rugi, bukan? Biaya cuci kering?"

"Tidak," jawabku pendek. Aku berusaha bersabar, mengingat-ingat bahwa Martinez hanya korban imprint Huddwake. "Kau bisa pergi."

"Kau tak apa-apa, Serina?"

Huddwake muncul dari belakang Martinez. Aku memutar bola mata, dia lagi. Hanya saja, kali ini gelombang energinya konstan, tidak bergejolak seperti tadi. Huddwake menarik saputangannya dari saku kemudian mengelap lenganku. Aku hanya diam, tidak menatapnya.

"Sammy, itu bukan saputangan dariku, kan?" Martinez mengernyit.

Huddwake hanya menggeleng, tidak bersuara. Ia meraih tanganku—memberikan saputangannya, kemudian menggandeng Martinez pergi.

Aku mengeringkan bajuku dengan saputangan Huddwake sambil menggerutu sepeninggal mereka. Dalam hati aku bersumpah tidak akan mengembalikan saputangan ini, kubuang saja di tempat sampah seusai pesta nanti. Kumasukkan saputangan si berengsek itu ke dalam tas pestaku, kemudian kembali ke tempat Soo Hyun dan Kyu Jin.

"Kau sudah menemukan Sergei?" tanya Soo Hyun.

Aku menggeleng. "Kalian tidak berdansa?"

Soo Hyun dan Kyu Jin saling menatap, kemudian menatapku.

"Tak apa. Aku ingin makan beberapa potong risoles ikan. Bisakah kalian membiarkanku menikmatinya tanpa khawatir akan ada yang melihat ikan terselip di gigiku?" Aku mencari alasan.

Soo Hyun dan Kyu Jin tertawa. "Oh, oke. Kami duluan."

Kemudian, aku benar-benar mencomot risoles ikan sepeninggal Soo Hyun dan Kyu Jin. Aku tertawa menatap si risoles di atas perasaanku yang tidak enak. Aku yakin Huddwake berbohong karena energinya kurasakan bergejolak tadi. Namun, kenapa Sergei tidak mencariku tiga bulan ini? Aku menghela napas, kegelisahan mulai menyelimutiku. Sergei, di mana ia sekarang?

"Serina?"

Aku menoleh ke arah suara itu—suara yang sudah lama tak kudengar, suara yang paling ingin ingin kudengar saat ini. Aku menatapnya tak percaya. Sergei ada di hadapanku, menatapku dengan mata birunya yang jernih. Ia mengenakan tuxedo hitam yang sedikit kebesaran dengan sapu tangan putih terselip di saku jasnya. Tangannya menenteng sebuah buket bunga kecil. Ia memberikannya padaku tanpa berkata apa pun. Aku menerimanya dengan gerakan yang agak ragu-ragu.

Kami terdiam beberapa lama. Aku bahkan tak sanggup menghabiskan sisa risoles ikan di tanganku.

"Kau tak menghabiskannya?" tanya Sergei tiba-tiba, membuat jantungku berdetak kaget. Tanpa menunggu jawaban, Sergei mengambil risolesku dan melahapnya. Kemudian mengambil buket bunga dari tanganku dan meletakkannya di sisi meja yang kosong.

Sergei membungkukkan badan kemudian meraih tanganku, menuntunku ke tengah auditorium untuk berdansa. Aku hanya terdiam menuruti semua gerak-gerik Sergei.

"Boleh aku bilang sesuatu?" Sergei berbicara sambil berdansa.

"Apa itu?"

"Kau tampak cantik dengan gaun ini."

Aku tertawa lega. Ini Sergei yang biasanya.

"Kau kurusan, Sergei," balasku seraya menatap tuxedo Sergei yang agak kebesaran.

"Benarkah?"

"Yeah…"

"Aku tidak enak makan." Ia mengangkat bahu.

"Huddwake bilang kau putus denganku."

Sergei tertawa mendengus. "Lalu dia memintamu untuk menjadi ceweknya?"

"Err… tidak sampai begitu."

"Aku baru saja mengancamnya agar tidak macam-macam denganmu dan ia langsung berulah?" Sergei melebarkan mata, kemudian tertawa kecil. "Harusnya aku tahu itu."

"Oh, sudahlah. Lupakan saja," kataku karena sedang tak ingin membicarakan Huddwake.

Aku dan Sergei berdansa sepanjang tiga lagu. Setelah puas menyantap hidangan sambil berbincang ringan dengan Soo Hyun dan Kyu Jin, Sergei mengantarku kembali ke asrama.

"Terima kasih," kataku sambil mengangkat buket bunga pemberian Sergei.

"Apa itu cukup sebagai permintaan maafku selama tiga bulan?" Sergei mengangkat satu alisnya.

Aku tertawa. "Kuanggap lunas, tapi aku tak akan membelikanmu lambhorgini untuk membayar hutangku."

Sergei mendelik. "Kau bahkan masih ingat? Aku hanya bercanda dulu."

Aku hanya mengangkat bahu. "Selamat malam."

"Selamat tidur."

Sergei mengawasiku sampai pintu asrama putri tertutup setelah aku masuk. Aku berjalan menuju bundaran asrama dengan perasaan lega. Beberapa cewek masih dengan dandanan pesta ribut bercerita satu sama lain. Topiknya mudah ditebak—fashion atau cowok.

Dara sedang membersihkan make up ketika aku memasuki kamar. Martha belum kembali. Diantara kami bertiga, memang Martha yang paling jarang berada di kamar.

"Hei. Bagaimana pestanya?" Dara bertanya begitu aku duduk di sofa ruang santai.

"Menyenangkan. Aku sudah berbaikan dengan Sergei." Aku menarik napas setelah menyelesaikan kalimat. "Err… meskipun ada bagian yang menyebalkan." Aku teringat Huddwake dan Martinez ketika melihat gaunku yang masih agak lembab.

"Oh, itu bagus," sahut Dara dari kamar. "Kreviazuk juga mengajakku berdansa tadi. Aku tak percaya ia mengenakan tuxedo putih tadi. Kami terlihat serasi."

Aku hanya tersenyum mendapati Dara yang terlihat senang. Pikiranku tertuju pada Huddwake lagi. Sungguh aneh, untuk apa ia melakukan hal tak berguna seperti itu—menghasutku—berkata bohong mengenai aku dan Sergei. Aku membuka tas pesta hitamku, mengeluarkan saputangan Huddwake yang kusut karena kumasukkan sembarangan. Aroma jus jeruk yang ditumpahkan Martinez masih tercium dari saputangan abu-abu itu.

Aku menatapnya.

Aku tahu Huddwake penjahatnya, tapi kenapa ia sering membantuku? Apa ia berusaha membuatku ragu bahwa ia punya maksud tersembunyi dibalik semua itu? Aku mendesah berat. Sosok Huddwake sering muncul begitu saja dalam pikiranku. Aku takut jika Huddwake telah berhasil mempengaruhiku—mengacaukanku seperti ini. Kepalaku mulai pusing lagi. Kuremas saputangan abu-abu itu dengan kesal dan kulemparkan ke dalam tempat sampah.

***

Aku mencari-cari kotak chocoballsku di dalam kulkas. Posisinya sudah tergeser ke pojok terdalam karena tergeser oleh cemilan-cemilan Martha. Susah payah aku menggapainya. Hampir saja aku menjatuhkan kantong-kantong cemilan itu karena malas untuk mengeluarkan satu demi satu.

Kutuangkan susu stroberi dingin ke semangkuk chocoballs. Terlihat lezat.

"Kau tak makan jatah sarapanmu, Serina?" Martha nyengir melihatku. "Uh, kau mengawali harimu dengan dingin."

"Aku tidak suka bacon," sahutku dengan mulut penuh.

"Oh, itu favoritku. Berikan saja padaku."

Martha langsung menyambar nampan yang berisi jatah sarapanku. Aku hanya mengangguk-angguk, masih berkonsentrasi dengan isi mangkukku.

"Roxalen Weekly." Dara meletakkan koran mingguan Roxalen High di hadapanku, bergabung denganku dan Martha di ruang santai. "Headlinenya terdengar gawat."

Aku mengernyit penasaran. Segera kuhabiskan chocoballsku dan menyambar Roxalen Weekly sebelum Martha mendahului.

RAHASIA TERBONGKAR, ROXALEN HIGH TERANCAM DITUTUP!