webnovel

Hewan Peliharaan?

"Halo, selamat pagi."

"Pagi."

Gadis itu sedikit tersentak dengan sapaan dari para murid yang keluar begitu cepat, menurutnya.

Tersenyum tipis dan canggung, Rosie pum membuka mulutnya kembali,"Nama saya Lily Roseanna Allen_"

"Wah namanya kek kebon bunga," celetuk tak sopan murid yang berada di pojok.

"Tama..." ucap Lira, menatap Tama dengan tajam sambil memperlihatkan kepalan tangannya yang bersiap memukul siswa kapan saja, tapi nyatanya hal tersebut hanyalah ancaman belaka, agar muridnya bisa bersikap lebih sopan.

"Lanjutkan sayang." Rosie mengangguk.

"Kalian bisa panggil Rosie. Saya pindahan dari Sekolah Negeri di pusat kota. Semoga saya bisa beradaptasi dengan baik di sini, dan menjadi teman baik."

Setelah itu gemuruh tepuk tangan dari para murid di sana terdengar hingga keluar.

"Baiklah, selanjutnya, ceritakan hal tentang dirimu."perintah Bu Lira.

Sedikit kaget, gadis itu pun menatap tanya Lira, meminta penjelasan yang lebih jelas karena kurang faham dengan pertanyaan itu.

Wanita itu bisa menangkap arti tatapan Rosie, "Misalnya kamu punya hewan peliharaan yang unik, hobi ekstrim. Di sini ada loh yang hobi panjat tebing dan ada juga yang katak Amazon, sama apalagi?!" Dia bertanya kepada anak-anak karena lupa-lupa ingat, maklum sudah berumur.

"Si Isam Bu, pelihara spiderman!"

"Laba-laba itu."

"Aurora ular Bu." ucap salah satu siswa yang langsung mendapat protes dari sang pemilik nama.

"Bisa gak gunain koma kalau ngomong!" bisik siswi itu disertai dengan gertakan, tak terima.

"Nah iya, seperti itu. Apa saja? Hal yang kau sukai atau tidak, pengalaman, atau menceritakan kejadian unik. Apa saja, asal jangan menceritakan aib orang."

"Nge PHP in bu."

"Ghosting bu apalagi."

"Nge Read chat doang Bu."

"Ya itu. Anak-anak ibu pada pintar ya kalau masalah percintaan sama pencitraan." respo Lira yang dibalas nyengir oleh beberapa murid yang berceloteh.

"Silahkan lanjutkan Rosie," perintah wanita itu lagi.

Apa ya? Kejadian tak terduga, hobi, hewan peliharaan?" pikir Rosie menimbang-nimbang.

"Mmm, kemarin saya menemukan kelinci di didepan rumah dan esoknya be_"

Hampir gadis itu saja berkata 'Berubah menjadi laki-laki tampan'

"Dan esoknya berencana untuk saya adopsi. Meskipun pada dasarnya saya tidak begitu suka melihara hewan." ucap Rosie, kemudian memperlihatkan deretan gigi putihnya dengan canggung, takut ada yang curiga.

"Adopsi ya? kayak sama manusia aja. Tapi gak papa." respon Lia dan dibalas senyum canggung lagi dari gadis itu.

"Baiklah. Jadi, Rosie mengajar kan kita untuk melakukan perubahan. Meskipun hal kecil, asalkan bersifat positif dan tidak merugikan orang lain, why not! Tiba di tujuan pun harus dimulai dari yang terkecil yaitu melangkah, satu langkah."

Para murid bertepuk tangan setelah penjelasan yang beraroma positif dari wanita bergaya trendi itu.

"Kamu duduk sama..."

"Aurora. Baris dua, kolom pertama." tunjuk Lira.

Rosie mengangguk dan duduk di sana, yang langsung disambut senyuman tipis oleh teman sebangkunya.

"Ya sudah ibu tinggal dulu ya anak-anak. Jangan kangen! Sebentar lagi ibu akan ke sini lagi kok, bawa LKS dulu."

"Iya Bu!" serempak para murid di kelas itu.

Sebentar, bukankah Aurora itu yang memelihara ular," Batinnya.

Saat melihat gadis di samping, dia agak merinding. Tapi dirinya mencoba untuk tidak diskriminasi terhadap orang hanya karena memiliki hewan peliharaan yang aneh.

Apakah Aurora akan sama anehnya dengan hewan peliharaannya itu? Pikiran gadis itu tiba-tiba random.

"Hai, kenalin. Gue Aurora Realis. Id Stagram gue, real_aurora, jangan lupa follow, nanti gue follback deh."

"Rosie." respon Rosie seadanya, dia terlalu kaget dengan ucapan teman sebangkunya yang cukup tiba-tiba dan terkesan seperti tengah ngerapp.

Aurora merasa sedikit aneh dengan respon itu karena suasananya tak langsung cair.

"Ya udah gue follow lo duluan." Dia mengambil ponsel di sakunya.

"Nama id nya apa?" lanjutnya bertanya.

Rosie terdiam sejenak, kemudian menjawab,"rosies_are_lily."

"Wow, namanya id nya keren. Pakai 'e' ya?!" ujar Aurora, matanya fokus pada benda pipih karena sedang mengetik sesuatu di sana.

"Yah, di private." protes Aurora.

Meskipun agak sedikit risih, namun Rosie menghargai sikap gadis ini yang cukup bersahabat, meskipun sedikit bar-bar.

Gadis itu mengeluarkan ponselnya dan menyentuh kolom berwarna biru itu sebanyak dua kali.

"Eh, follow akun ular gue juga dong."

'Hah' dia tak habis pikir dengan keanehan teman sebangku barunya ini.

"realsneak_sinta."

Dirinya menebak 'Sinta' itu pasti nama ular peliharaan Aurora.

Apa nanti Rosie juga kasih nama pada kelinci itu ya. Terlupa, kelinci nya hilang, atau berubah jadi manusia?Entahlah. Gadis itu belum yakin dengan hal tersebut.

Rosie pun memenuhi permintaan Aurora, agar cewek didekatnya itu segera diam.

"Nanti kalau peliharaan lo juga punya akun Stargram, gue sama Sinta bakal follow." Dia hanya tersenyum sebagai respon.

"Apa itu akan terjadi?!" Batinnya kemudian.

"Oh ya nih kenalin. Di depan lo Aldi, ketua kelas yang sok, eh yang rajin dan tajir melintir. Dan anehnya dia mau aja sebangku dengan cowok gak jelas macam Rian." ucapan Aurora membuat lamuanan nya buyar seketika, untung masih kedengaran, meskipun samar-samar.

"Heh, ngenalin macam apa itu!"protes Rian kepada Aurora.

Sedangkan Aldi, setelah memberikan senyum tipis kepada Rosie, dia berbalik lagi ke depan dan mulai memakaikan headset ditelinga.

"Iya iya, dia Rian. Cowok yang cukup baik." ralat Aurora. Rian tidak protes lagi, merasa cukup puas.

Rosie pun mengulas senyum sambil mengangguk kecil, faham.

"Di belakang lo, dia Tami."

Dia berbalik ke belakang sedikit. Gadis bersurai cokelat sebahu dengan gaya rambut bergelombang menyapanya dengan ramah.

"Halo, gue Utami Dewi Fortuna."

"Lo ngarang!" tepis Aurora nada setengah meledek, merasa sedikit aneh dengan Tami.

"Gak papa lah. Biar nama gue panjang dikit. Eh, maksudnya, gue Utami Dewi."

"Oh iya dia juga punya kembaran lho, Yang tadi sebut nama lo kayak kebon." beo Aurora lagi.

"Maaf ya kembaran emang agak," Untuk perkataan selanjutnya Tami menggerakkan jari telunjuk membentuk garis miring di kening.

"Eh Tami. Lo ya, ngejelek-jelekin kembaran sendiri." protes Tama dari sana melihat kelakuan sang saudari.

"Biarin." balas Tami ketus.

"Gak jadi gue beliin lo cendol satu galon!" marah Tama diiringi tawa beberapa temannya di sana.

"Bodo amat!" Tami tak peduli. Toh, ujung-ujungnya Tama tetap akan membelikan.

Beruntung, perang saudara selesai lebih cepat dari biasanya.

"Maafin Tama ya. Mulutnya emang rada-rada."

"Otaknya juga." tambah Aurora.

"Bukan lagi." setelahnya kedua sekawan itu pun tertawa.

Rosie hanya tersenyum tipis, membayangkan bagaimana jika dirinya memiliki saudara juga.

Apa akan seperti Tama, yang secara cuma-cuma membelikan saudarinya es cendol satu galon. Atau akan bersikap seperti Tami, yang menghardik sang saudara karena sikapnya yang menyebalkan.

Entahlah, tidak bisa terpikirkan, karena mustahil juga bukan?! Ia adalah anak tunggal.

Rosie terbiasa sendiri. Enam tahun dia home schooling. Di SMP hanya punya teman satu saja. Meski baik, tapi diakhir cewek itu meninggalkannya karena alasan sakit hati yang bahkan tidak ia perbuat.

Di rumah pun yang menjadi harapan lain, cukup mengecewakannya. Pembantu lamanya berhenti bersamaan dengan kepindahan ke kota yang sekarang. Padahal begitu menyayangi wanita yang kerap dipanggilnya dengan sebutan 'Bi Inah'. Namun sekarang, 'Bi Lia' juga baik, pikirnya.

Mengenai sang ayah, apakah dirinya punya kesempatan?! Pria paruh baya itu terus bekerja dan bekerja untuk menghidupi keluarga kecil ini. Namun itu terasa berlebihan menurutnya.

Setelah itu, Rosie benar-benar tidak percaya dunia luar.