“Ara!” Adnan yang pertama kali menyadari kehadiran sesosok wanita di balik pintu yang sedikit terbuka.
Merasa keberadaannya telah terpergok, Ara membuka pintu lebih lebar, lantas masuk ke ruangan dengan pencahayaan remang itu. “Hai.”
Dengan refleks, Adnan berdiri dan memberikan tempatnya semula untuk Ara. Karena selama bertahun-tahun di situlah posisi Ara—di samping Gama. “Kapan nyampe Jakarta?”
“Kemaren,” jawab Ara sambil tersenyum. Ia pun sama sekali tak canggung untuk duduk di samping Gama, seperti yang selalu ia lakukan sebelum hubungan mereka berakhir.
Gama membeku di tempat. Ia tidak sepenuhnya bisa mengerti apa yang sedang dirasakannya. ‘Oh, jadi gini rasanya kecewa, lega, seneng, kesel, campur semua jadi satu!’
“Apa kabar, Gam?” Ara mengambil kesempatan selagi Adnan dan Arga memesan camilan dan minum untuk mereka.
“Baik. Nggak pernah lebih baik dari hari ini.”
Soutenez vos auteurs et traducteurs préférés dans webnovel.com