“Mana yang katanya jago debat? Kenapa cuma ngangguk doang? Padahal udah nunggu-nunggu suaramu keluar.”
Keduanya sedang berada di taman samping, tempat berbagai makanan dihidangkan di meja-meja panjang.
Bagi Aileen, Gama memang menyebalkan, harus ia akui itu. Namun, belum pernah ia sekesal ini, akibat Gama yang tidak berhenti meledeknya sejak tadi. Dia memang tidak menjawab permintaan Gama dengan kata-kata. Entah ke mana larinya kemampuan adu mulut yang dikuasainya. Alih-alih menjawab, Aileen hanya mengangguk mengiakan permintaan Gama untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius. “Tau gitu tadi nggeleng aja,” sahut Aileen.
Sebuah senyuman membingkai bibir Gama. “Jangan dong.”
“Trus, sejak kapan kamu punya tanggal pernikahan? Kenapa nggak bilang-bilang aku?”
“Surprise!”
Aileen menarik satu sudut bibirnya sambil mendengkus. “Ok, aku cukup terkesan. Silakan diurus semuanya dalam satu setengah bulan.”
Soutenez vos auteurs et traducteurs préférés dans webnovel.com