webnovel

Rayen Aghalenta

Perjodohan yang tidak diduga mengharuskan dua insan yang tidak saling mencintai harus membentuk sebuah rumah tangga. Apa yang akan terjadi jika seorang lelaki berpenyakitan mental harus menikahi seorang gadis yang berpenyakitan mental juga? Rayen Aghalenta, nama yang saat ini terkenal tiga tahun berturut-turut di Sma lintang biru. Berkat ketampanannya, Rayen menjadi idaman para gadis di sekolah. Bukan hanya itu, sifatnya yang dingin membuatnya sangat terkesan di mata para gadis. Namun, siapa sangka pemilik wajah sempurna ini adalah seorang DARK TRIAD, kepribadian yang begitu berbahaya. Rayen yang seharusnya dijauhi malah didekari karena ketampanannya. Lalu, apa yang terjadi jika Rayen menikah dengan seorang gadis Immature Personality Disorder alias Childish? Dan bagaimana pula Clea menghadapi Rayen yang menyimpan penyakit jiwanya? Penasaran? Baca ceritanya di RAYEN AGHALENTA. Jangan lupa tetap support ya ....

Widhi_7581 · Urbain
Pas assez d’évaluations
4 Chs

Simanipulatif dan rencana gila

Setelah menunggu beberapa jam usai operasi kecil yang dilakukan terhadap Rayen, lebih tepatnya pada kepalanya, akhirnya Anze dan Gerald bisa masuk juga ke dalam ruangan rawat inap lelaki itu. Pemeriksaan CT Scan juga berjalan dengan baik. Keadaan bagian dalam Rayen tidak ada yang membahayakan, kata Dokter.

Mereka berdua akhirnya bisa bernafas dengan lega. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi oleh kedua lelaki itu. Namun, yang mereka anehkan adalah bagaimana bisa Rayen hanya mendapatkan luka dibagian kepalanya saja, padahal Anze melihat sendiri tubuh lelaki itu melayang hingga akhirnya terhantam keras di aspal?

Memang, lengan dan punggung Rayen terluka, tapi hanya luka kecil yang bisa diberikan antiseptic dan perban, maka sudah bisa sembuh. Keduanya heran kenapa tidak ada luka berat di tubuh lelaki itu, baik luar maupun dalam.

Namun, mereka berusaha untuk tidak memikirkan itu. Keadaan Rayen lebih penting. Sekarang lelaki itu sudah baik-baik saja dengan 10 jahitan di bagian belakang kepalanya. Kini, Rayen terbaring di atas brankar dengan tatapan terjurus dalam ke arah Gerald dan Anze.

Rayen tengah menunggu mereka untuk berbicara. Menjawab pertanyaannya dengan cepat, tapi keduanya malah diam dengan kepala menunduk. Anze dan Gerald bukan tanpa alasan terdiam seperti itu. Bagaimana tidak? Rayen menyuruh mereka untuk berbohong kepada Garma bahwa keadaannya sangat buruk, dengan begitu Rayen bisa menghentikan perjodohan ini.

Tentu saja keduanya tidak mau melakukan itu. Terlebih Gerald yang cukup terkejut dengan berita Rayen akan dijodohkan. Yang benar saja, lelaki dingin dan tidak berperasaan itu bagaimana bisa menikahi seseorang gadis. Bisa-bisa gadis itu tidak akan bertahan lama menyandang status istri untuk Rayen.

Melihat itu, Rayen menghela nafasnya. Ia tahu kalau kedua temannya itu tidak ajan setuju dengan idenya, lalu ia harus bagaimana lagi? Ia akan melakukan apa pun agar perjodohan ini dibatalkan. Meski itu harus menyakiti dirinya sendiri.

"Gue hanya minta tolong sama kalian kalo Bokap gue nanya keadaan gue, kalian cuma bilang aja kalo gue gak baik-baik saja. Hanya itu, kok! Gue gak minta kalian buat yakinin Bokap gue. Itu urusan gue," ucap Rayen menatap langit-langit ruangan tersebut.

Anze lantas mendongak. "Gue gak bisa bohong, Yen. Lo tahu sendiri Om Garma punya riwayat jantungnya. Lo harus pikirin gimana kalo ia tahu lo gak baik-baik aja."

"Gue setuju sama Anze kali ini," timpal Gerald, tapi ucapannya itu membuat Anze meliriknya sinis. Mungkin ucapan Gerald biasa-biasa saja terdengar. Namun, Anze bisa merasakan hawa kalo Gerald menyindirnya.

"Maksud lo apaan kali ini?"

Gerald sontak menatap Anze yang berdiri di sampingnya. "Lo bicara apa sih?" Kening lelaki itu mengerut.

Mencium adanya hawa-hawa pertengkaran diantara dua kucing yang jarang sekali akrab di dalam hidup ini membuat Rayen memutar bola matanya jengah."Kalian jangan memancing emosi gue bisa?"

Sontak, kedua lelaki itu terdiam. Anze yang ingin melayangkan ribuan kata-kata mutiara kepada Gerald harus terurungkan mendengar Rayen berbicara pelan, tapi terdengar tajam itu. Ia tidak punya nyali jika sudah berhadapan dengan Rayen. Begitupun dengan Gerald. Sesekali ia melirik Anze yang juga tengah meliriknya. Alhasil, kecidut saling melirik membuat keduanya salting.

"Gue gak peduli kalian gak suka berbohong, tapi rencana gue harus berhasil kali ini." Manik mata Rayen berpindah menatap Gerald dan Anze. "Gue benci perjodohan dan gue benci perempuan. Kalian pasti tahu itu."

"Perjodohan nanti aja lo pikirin ya, Yen. Pikirin aja diri lo sendiri saat ini. Lo masih sakit dan harus dirawat untuk beberapa hari di sini," ucap Anze mengalihkan pembicaraan sambil memperbaiki selimut Rayen hingga menutupi tubuh Rayen sebatas dada.

Gerald ikut ambil bagian. Ia memijat kaki Rayen lembut dan pelan. "Lo jalanin aja perjodohan ini, Rayen. Kalo lo gak cocok nanti bisa dicancel."

"Cancel-cancel pala lu peang! Lo pikir meeting bisa dicancel? Dasar otak udang!" Sepertinya Anze begitu ahli dalam menyinyir semua kesalahan manusia, terlebih Gerald.

Gerald menaikan sudut bibirnya dengan tatapan sinis tertuju kepada Anze yang sibuk memperbaiki letak selimut Rayen. Padahal sudah jelas-jelas selimut itu baik-baik saja. Anze hanya mencoba menghindari tatapan Gerald.

"Perbaiki truss! Ampe berbusa! Hina trus! Ampe mulut lo berbusa juga!" cibir Gerald.

Pusing melihat tingkah kedua temannya itu, Rayen berteriak frustasi. "Bisa tidak kalian itu diam, hah?! Gue pusing nih mikirin kalian dan perjodohan itu! Kalo kalian gak bisa membantu, mending diam atau gak pergi dari ruangan ini!" bentak Rayen.

Hampir saja Rayen kebablasan melepas infus dari tangannya, pasalnya tangannya yang dipasang infus ingin mendorong Anze agar menjauh darinya.

Keadaan menjadi hening usai Rayen membentak keduanya.

1 detik

2 detik

3 detik

Rayen menghela nafas panjang. "Sorry udah ngebentak kalian," ujar lelaki itu, meski terdengar tidak tulus.

Gerald mengangguk paham. "It's okay, Yen. Gue tahu lo sedang buruk-buruknya. Mending lo istirahat, soal perjodohan biar Anze yang mikirin."

Anze sontak menoleh melihat Gerald dengan mata melotot sempurna. "Keknya lo perlu diruqiyah deh, Rald. Tiap lo ngomong bikin darah gue naik aja."

"Mulai lagi, dah!"

"Yah lo ngapain naikin darah tiap dengar gue ngomong?"

Anze berdecak geram. "Lo! Mau ngajak baku hantam lo?!"

"Ngajak makan di restoran mewah, ditraktir sekalian." Gerald benar-benar menyebalkan.

Arggh!! Wajah Anze memerah padam mendengar itu. Baru juga keduanya rukun berkat Rayen, malah mereka berperang lagi. Anze berkacak pinggang, menatap Gerald dengan tajam. "Wah! Gue gak percaya anak tunggal dari seorang Pratama minta traktiran. Lu udah miskin gak sanggup makan di restoran mewah?"

"Eh, bangsat! Mulut lo pedas amat. Emak lo pas ngelahirin lo ngidam cabe ya?" Gerald membalas lebih pedas.

"Anjir lo! Ngapain bawa emak gue, hah? Suka lo?!"

Gerald tersenyum miring. "Kalo boleh gak masalah."

Anze menggeram kesal. Ia tidak kesal karena ucapan Gerald, tapi Anze kesal karena ia kalah debat terhadap lelaki itu. Namun setelah dipikir-pikir itu sama saja.

"Bangsat!"

"Apa lo anjing!"

"Bajingan!"

"Babi!"

Keduanya pun berakhir saling mengumpat, melupakan objek pertama yang berbaring di atas brankar tengah mengeluarkan asap dari kedua telinganya. Rayen sudah muak dengan sikap kedua temannya itu.

"Bangsat! Kampret! Keluar dari ruangan gue!"

Skakmat!!

Mati sudah jika Rayen mengumpat mereka seperti ini. Tidak masalah jika hanya menegur mereka seperti tadi, tapi beda ceritanya jika Rayen Aghalenta sudah memaki dan mulutnya tidak berkhlak begini. Anze maupun Gerald mengunci kedua mulut mereka rapat-rapat kali ini. Malahan kedua lelaki itu berdempetan takut jika Rayen akan melayangkan sebuah tinju kera sakti kepada mereka.

Wah! Kalian belum merasakannya. Anze dan Gerald sudah merasakannya. Berikan tepuk tangan! Pok! Pok! Pok! Selamat sudah membangunkan singa dari tidurnya.