"Satya, kenapa buburnya diaduk, sih?" tegurku melihat kelakuannya yang menurutku aneh.
Lihatlah, buburnya diaduk begitu dan jadi berantakan. Seperti makanan bayi jadinya.
Tidak-tidak, ini lebih buruk dari itu. Bubur itu terlihat seperti muntahan alih-alih makanan manusia.
"Kalo ngga diaduk bumbunya ngga nyampur dong, Rish." Dia memutar mata sebal.
Aku menggeleng tak setuju. "Kata siapa?"
Dia mengernyit heran membuatku tertantang membuktikannya. Kuambil sendok bersih, mulai menyendok bubur, ayam, dan segala toppingnya, sedikit kuah dan menunjukkan pada pria ini.
"Lihat, gini aja udah nyampur, 'kan? Ngga perlu diaduk kaya gitu, menjijikan." Dia tergelak.
"Nanti di perut juga diaduk lebih parah dan lebih menjijikan dari ini." Aku menjentikkan jari di depan wajahnya.
"Nahh, itu tau! Jadi, kenapa diaduk pas masih di mangkuk, coba? Menodai pemandangan aja."
Satya menatapku dengan pandangan mencemooh. "Dasar, tim bubur ngga diaduk garis keras," desisnya pelan.
Soutenez vos auteurs et traducteurs préférés dans webnovel.com