webnovel

Menutupi

"Apa kau sudah mendengar kabar dari Clara?" tanya Alec yang masih merasa gelisah sejak hari kemarin. Dia tidak bisa berhenti memikirkan sosok wanita muda yang disayanginya, dan bahkan dia sampai tidak bisa beristirahat dengan benar semalam. Lihat saja kedua matanya yang tampak lebih sayu dan lingkaran hitam di bawah matanya.

Semua orang di kantor sudah mengetahui tentang diri Alec yang menyukai Clara, dan bahkan sampai berlebihan seperti itu. Mereka tahu betapa bersemangatnya Alec kemarin saat berangkat ke kantor dengan wajah penuh dengan matahari dan pelangi, mirip sekali setelah badai selesai. Namun, semuanya sirna begitu saja saat salah satu meja kerja dari karyawan, yaitu Clara, kosong. Bagi yang mengenalnya, pasti merasa khawatir dengan Clara, apalagi wanita itu tidak memberikan kabar apapun. Yang paling berlebihan adalah Alec itu sendiri, dia sangat gelisah daripada sedih karena kencannya terpaksa dibatalkan. Meski teman kerjanya menggodanya bahwa Clara tidak masuk kerja karena tidak enak menolak langsung ajakan Alec.

Arnold yang berada di ruangannya sedang dihadapkan dengan dokumen-dokumen penting akhir bulan, dia tampak lebih pusing daripada Alec yang hanya memikirkan seorang wanita saja. Akhir bulan untuknya adalah sebuah bencana banjir dari berbagai dokumen dan laporan bulanan yang harus dia urus sebelum masuk ke bulan baru. Dan dia harus melembur demi itu semua.

Dia sebenarnya ingin menyuruh Alec untuk fokus bekerja dan dia akan berusaha mencoba untuk menghubungi Clara dengan email kantor. Dia sudah tidak bisa mengurus hal lainnya apalagi kerengekan teman kantornya, meski sebenarnya secara tidak langsung itu adalah salahnya.

Arnold yang mendorong Alec hingga berhasil dan membuat pria itu menjadi girang setengah mati. Tapi ketika Clara tidak masuk ke kantor, semua harapan di hati Alec menjadi pupus. Itu salah Arnold! Dia yang mendorong Alec untuk terbang, padahal dia belum siap untuk jatuh.

"Sudah tahu kalau Clara susah dihubungi, kita harus bersabar menunggu, Alec. Dan sebaiknya kau lakukan pekerjaanmu sebelum kutarik kau untuk melembur denganku hari ini." Kata Arnold sinis sambil memegangi cangkir kopinya yang masih panas. Dengan telapak tangan yang kosong itu, dia tampak tidak kepanasan dan malah memutar-mutarnya untuk melihat air kopi kental di dalamnya.

"Ekstra bayaran, aku tak masalah."

Alec yang memulainya sekarang.

"Tapi itu bukan masalahnya!"

"Ya ya ya... aku harus memakai autoritasku untuk mencari alamat rumah Clara dan kau ingin ke sana untuk melihat keadaannya..."

"Kumohon..." Kedua mata Alec kini berbinar-binar seperti seekor anjing yang sedang meminta tulang.

"Kalau begitu, aku ingin kau membantuku mengurus ini tanpa bayaran apapun."

"Apa?! Tidak bisa. Itu urusan pekerjaan. Bagaimana bisa kau campurkan pekerjaan dengan urusan pribadi?"

"Menggunakan autoritasku sama saja memanfaatkan jabatanku di sini."

"Ada apa, sih? Kok ribut-ribut?" Tiba-tiba Jenny masuk ke dalam kantor Arnold tanpa mengetok pintu. Dia mendengar suara gaduh perdebatan antara Alec dan Arnold di dalam kantor ini.

"Jenny, dia sangat keras kepala!" Kata Arnold sambil menunjuk Alec dengan jari telunjuknya.

"Apakah masih tentang Clara? Ya ampun. Sekarang adalah jam kerja. Kalian harusnya lebih fokus bekerja. Kita bisa membicarakan tentang Clara yang menghilang nanti saat istirahat jam makan siang." Kata Jenny.

"Dia yang mulai duluan."

Jenny menatap Alec. "Kau jangan terlalu berlebihan tentang ini, Alec. Kau terlihat kurang tidur. Dan percuma saja menyakiti dirimu sendiri jika kau hanya mencemaskan Clara saja."

"Aku tidak menyakiti diriku sendiri." Itu adalah Arnold memimikan Alec karena sudah bisa menduga apa isi pikiran Alec. Tentu saja, dia pasti akan mendapatkan lemparan buku-buku sebentar lagi.

"Arnold selalu sibuk di akhir bulan. Kau harusnya tahu akan itu, Alec. Biarkan dia bekerja."

"Kau seperti ibu asuhnya, Jenny." Kata Alec lalu dia pergi keluar dari ruang kantor Arnold.

Jenny hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya saja. Kebiasaannya sebagai seorang yang lebih tua dan menjadi seorang ibu sudah melekat padanya, hingga dia melakukannya di kantor di mana dia bekerja. Selain itu, saat dia lebih muda dan Arnold masih menjadi anak magang, Jenny lah yang mengambil jabatan untuk menjadi pembimbing Arnold dalam bekerja magang di sini. Jadi sangat wajar jika Jenny masih memerhatikan Arnold yang paling muda ini.

"Oh... Jenny, kau penyelamatku!" Kata Arnold seakan dia ingin terbang memeluk ibu satu anak ini.

"Tidak dengan semua dokumen-dokumenmu... aku ke sini ingin membawakan dokumen yang lain."

Seakan dia ditarik ke dunia nyata, dia langsung terjatuh. Rasanya ingin menangis menangani semua ini sendirian.

"Apakah ada hal lain yang mengganggumu sekarang? Sepertinya kau memikirkan hal lain..." Kata Jenny setelah dia meletakan dokumen-dokumen yang dibawanya di atas meja Arnold.

Benar. Laki-laki itu seperti menutupi sesuatu dari tadi, tapi dia tidak berani mengungkapkannya.

"Kau tahu... Clara sebenarnya sudah mengirimkan email kepadaku pagi ini. Hanya saja, aku tidak begitu suka dengan isinya." Kata Arnold.

"Dia mengundurkan diri?!" Jenny hampir kelepasan. Dia langsung menutupi mulutnya karena sadar bahwa suaranya lumayan kuras, dia takut kalau Alec mendengarnya.

"Tidak. Lebih buruk dari itu."

Sangat jelas bahwa itu bukan berita yang bagus, semuanya sudah terpancar jujur dari kedua mata Arnold.

"Apa yang terjadi?"

Arnold memutarkan laptopnya agar bisa dilihat oleh Jenny yang ada di seberang meja. Di sana telah tercantum surat elektronik yang dikirim oleh Clara dengan sebuah lampiran berupa surat dokter.

[Teruntuk Tn. Arnold.

Dengan hormat,

Dengan ini diberitahukan tentang ketidakhadiran saya, Clarabelle King, salah satu pekerja Anda, sejak hari lalu 23 September. Dengan segala permintaan maaf saya sampaikan bahwa saya tidak bisa hadir ke kantor karena mengalami kecelakaan akibat badai pada tanggal 22 September. Dikarenakan hal tersebut, saya meminta izin untuk tidak dapat ke kantor dalam waktu yang cukup lama, kira-kira satu minggu. Untuk lebih lanjutnya, saya melampirkan surat dokter sebagai himbauan selanjutnya, terima kasih.

Clara]

"Aku tidak berani memberitahukan hal ini kepada Alec karena dia pastinya akan lebih merepotkanku. Dia memintaku untuk memberikan alamat rumahnya Clara agar dia bisa datang ke sana sendirian."

Arnold tampak sudah lelah dengan itu semuanya, tapi dia juga tidak tega dengan teman kerjanya yang nantinya akan semakin gelisah dan tidak bisa bekerja dengan benar.

"Ya, aku mengerti mengapa kau menyembunyikan ini." Kata Jenny. "Aku merasa sedih mendengar kabarnya seperti itu. Sangat disayangkan, dan dia sudah tidak apa-apa sekarang."

"Ya..."

"Kita bicarakan saja nanti saat jam istirahat makan siang. Apapun yang terjadi, Alec pasti akan datang ke Clara. Dan kita tidak bisa biarkan dia melakukan hal itu sendirian. Mungkin nanti akan badai lebih buruk daripada ini... terlebih, kita tidak ada yang tahu di mana Clara tinggal."

Kata-kata itu seperti sebuah petunjuk bagi Arnold bahwa Jenny merasa penasaran dengan kehidupan Clara, terkhususkan tentang di mana dia tinggal. Clara yang hanya tertutup dengan kehidupannya di rumahnya, pastinya membuat semua orang penasaran. Hanya Clara yang tak pernah menunjukan masalah keluarga ataupun masalah di rumahnya, dia hanya mengeluh tentang cuaca dan di tempat kerja. Arnold rasa bahwa itu wajar karena hal privasi yang tidak pantas untuk disebarkan. Lalu Clara yang selalu pulang lebih dahulu, yang harus sebelum gelap ini, tidak pernah sesekali berkumpul bersama untuk waktu yang cukup lama, apalagi untuk makan malam. Tapi bagi Arnold, itu wajar jika memang cuaca buruk bisa mencelakakannya jika dia pulang terlalu gelap. Dan menurutnya, itu cukup masuk akal sekarang...

Mungkin...

Saat istirahat makan siang, mereka berempat-Arnold, Alec, Jenny, dan Christina-berkumpul bersama di satu meja makan di kantin. Dan Arnold telah memberitahukan tentang isi email yang dikirimkan oleh Clara kepadanya tadi pagi ini. Christina tampak terkejut bukan main, dan dia merasa sedih sekali. Apalagi dia yang terakhir mengajak Clara untuk ikut dengannya ke toko gaun pengantin. Berbeda dengan Alec, laki-laki ini tiba-tiba saja bermuka datar dan tidak bisa terbaca. Bagi Jenny, dia sedang mengalami konslet sebentar di dalam otaknya karena tidak siap mendengar kabar buruk ini.

Badannya yang besar tidak menunjukan mentalnya yang kuat ternyata.

"Arnold, apakah kau sudah mengirimkan pesan ke Clara bahwa kita akan berkunjung akhir pekan ini?" tanya Jenny.

"Ya... aku pakai email pribadi untuknya, dan belum mendapatkan balasan apapun."

"Tapi kita harus datang untuk menjenguknya. Aku ingin meminta maaf secara langsung karena membuatnya terlambat pulang." Christina hampir saja menangis namun langsung ditenangkan oleh Jenny.

"Itu bukan salahmu, Christ. Anggap saja kalau Clara sedang sial karena badai dua hari yang lalu. Ini bukanlah salahmu sama sekali."

"Seharusnya aku yang mengantarkannya pulang..." kata Alec dalam gelombang rendah. Suaranya terdengar muram.

"Akan kukabari jika Clara membalas emailku."

Semenjak hari itu, Alec lebih pendiam dari biasanya. Hari-harinya sudah tidak berwarna lagi, dia sudah menjadi mendung dan sebentar lagi hujan gerimis. Semuanya bisa merasakan aura itu di dalam ruang kerja mereka, yang nyatanya lumayan mengganggu. Tapi semuanya juga merasakan kesedihan yang sama, mendengar kabar Clara yang sedang sialnya mengalami kecelakaan karena badai sehingga membuatnya cuti selama satu minggu. Bukankah itu lumayan parah?

Pada esok harinya, tepatnya pagi-pagi sekali. Arnold telah mendapatkan balasannya dari Clara. Dia kemudia langsung mengirimkan pesan itu kepada seluruh temannya.

"Clara sudah menjawab bahwa kita bisa datang ke rumahnya untuk berkunjung, tepatnya di hari Minggu. Bersiap di depan kantor di hari itu jam sepuluh pagi."

"Ke rumah Clara? Aku kira dia berada di rumah sakit sekarang!" Itu dari Christina.

"Tidak, dia sedang rawat jalan di rumahnya. Dan sepertinya dia itu anti rumah sakit." Balas Jenny.

"Kau punya alamatnya?" tanya Alec.

"Kita akan berangkat bersama, itu kesepakatannya. Kau tidak bisa datang sendiri ke sana!" Balas Arnold.

"Ya, kita hanya sedikit khawatir dengan apa yang denganmu jika kau ke sana sendirian. Kau tahu, mungkin memang berbahaya ke sana sendirian.'

"Memangnya ada apa? Apakah di sana ada monster penghisap darah yang mencelakainya?"

"Maksudmu apa, Alec?" tanya Christina karena ocehan Alec.

"Bukan apa-apa. Sampai ketemu esok."