Cahaya matahari menerobos masuk ke celah gorden kamar, membuat si pemilik kamar menggeliat tak suka, kelopak matanya terbuka secara perlahan kemudian menatap kosong ruangan bernuansa abu dan gading itu.
Perlahan Gadis itu bangkit terduduk, menghela nafas sebelum beranjak dari kasur, langkah kakinya berjalan menuju meja rias menatap wajahnya pada pantulan cermin,perlahan tangannya terangkat mengusap wajahnya,menyusuri pahatan-pahatan yang tercetak di wajahnya,mulai dari pipi mata hidung lalu turun ke bibir.
Gadis pemilik nama Queendisya Abigail bratadikara itu kembali menghela napas, seakan membuang beban bersamaan dengan udara yang dikeluarkan.
"Gue males sekolah."
☘☘
Disya memakirkan Mobilnya di parkiran sekolah, menatap gedung sekolah baru nya sesaat sebelum memutuskan keluar dari mobil, Gadis itu berjalan sendirian dengan earphone yang terpasang di telinga.
Statusnya sebagai murid baru membuat dirinya menjadi pusat perhatian, dan dia sangat benci itu. Gadis itu mempercepat langkahnya guna menghindari kumpulan murid yang menatapnya penasaran, membawa langkah kakinya menuju ruang Kepala Sekolah.
Pintu ruang Kepala Sekolah tepat berada dihadapannya, tangannya turun ke atas mengetuk beberapa kali sebelum membuka pintu lalu masuk ke dalam ruangan.
"Permisi." suaranya nyaris tak terdengar, dirinya cukup gugup jika berhadapan dengan orang baru.
"QueendDisya Abigail? " tanya pria paruh baya yang tak lain adalah Kepala Sekolah.
"Iya pak,"
"Kamu berada di kelas (..), mau ke kelas sekarang atau menunggu bel berbunyi? "
"Saya nunggu bel bunyi aja pak, tidak apa-apa kan?"
"Tidal apa-apa, duduk Disya, buat dirimu nyaman bapak mau keluar sebentar."
"Iya pak, terima kasih."
☘☘
Phoenix, geng motor beranggota 250 orang yang di isi dengan kumpulan remaja SMA maupun SMP, Phoenix bukan geng sembarangan, Phoenix di isi dengan remaja yang memiliki kemampuan bela diri, kumpulan pria beringas, pria kejam, pria yang tidak memiliki belas kasihan, begitu lah kata orang-orang.
Sebenarnya bukan cuman kata orang-orang, tapi memang begitu lah kenyataan nya.
"Dia di sini? " Kenzie menatap Gerald yang sedari tadi melamun.
"ya." jawab Gerald cuek.
"Kok bisa?" Kenzo bertanya dengan tenang.
"Lo udah ketemu sama dia?" Arsa menimpali.
"Belum." jawab Gerald seraya menggeleng.
"Bonyok lu tahu dia di sini? " tanya Gavin dijawab anggukan oleh Gerald.
"Terus si cowok gimana? " Karel yang sedari tadi diam kini membuka suaranya.
"Maksud lo?"
"Maksud gue itu cowok mau digimanain?"
"Lihat aja dulu, gue mau lihat sejauh mana dia bertindak."
"Yang pasti lu bakal bunuh dia kan?"
"Kayaknya lo pengen banget lihat dia mati." ucap Gerald seraya menaikkan sebelah alisnya.
"Lo tahu alasan gue pengin banget dia mati."
Rahang Gerald mengeras, tatapannya menajam, menunjukkan rasa ketidaksukaannya.
"Kontrol perasaan lo." suaranya merendah membuat keadaan mencekam seketika.
"Gue tahu di mana batasan gue." jawab Karel dengan wajah datarnya.
Senernya Gerald tahu seperti apa perasaan teman-temannya pada gadis-nya, dia juga tahu teman-temannya tidak akan mengkhianatinya dengan cara merebut gadis-nya, hanya saja terkadang ia tidak suka jika mereka mengatakan menyukai gadis itu tepat di depannya, walaupun ia tahu rasa suka itu bukan rasa suka seorang pria pada wanita, melahirkan rasa suka seorang kakak pada adiknya.
"she's mine, don't forget that."
☘☘
Disya mengikuti Bu Rika--wali kelas nya di belakang, mereka menuju kelas yang akan Disya tempati. bel sudah berbunyi beberapa menit yang lalu membuat koridor sepi, dan Disya menyukainya.
"Masuk Disya." perkataan Bu Rika membuat Disya sadar dari lamunannya, gadis itu menatap pintu kelas dengan gugup.
Disya mulai memasuki kelas, membuat seluruh penghuni kelas menatapnya dengan berbagai pandangan, membuat Disya risih dan merasa tidak nyaman.
"Hari ini ibu membawa murid baru, perkenalkan dirimu Disya." ucap Bu Rika.
"Hai, nama gue Queen Disya Abigail, kalian bisa panggil gue Disya. salam kenal semuanya." Disya benar-benar memaksakan untuk tersenyum, kelas begitu hening dan semua mata tertuju padanya, ia mulai berpikir apa teman-teman barunya tidak menyukainya?.
"Disya kamu bisa cari meja kosong."
"Baik Bu." mata Disya tertuju pada meja kosong paling pojok sebelah kiri lalu menghampirinya.
"Bu Gita sakit, dia tidak bisa mengajar kalian hari ini, lakukan apapun yang ingin kalian lakukan, tapi jangan berisik, paham? "
"Paham Bu." jawab seluruh murid serempak.
"Kalau begitu Ibu permisi." Bu Rika berjalan keluar kelas, dan secara spontan kelas yang tadinya hening menjadi ramai. Disya merasakan seseorang menatapnya, membuatnya menoleh ke arah samping kanannya. Ia mendapatkan seorang gadis cantik tengah tersenyum ke padanya.
"Hai, kenalin gue Zanna Kirana Zlegler, lo bisa panggil gue Kiran." Kiran mengulurkan tangannya tanpa memudarkan senyuman, membuat Disya merasa nyaman berada di sekolah ini untuk pertama kalinya.
"QueenDisya Abigail Bratadikara." Disya meraih uluran tangan Karin seraya tersenyum.
"Hehe, gue tau. yang di depan lo itu Adara, dan yang satu nya lagi Velyn, mereka temen gue." Disya mengalihkan pandangannya ke depan, menatap dua gadis yang tersenyum padanya.
"Adara Qalesya Winkler, panggil aja Dara." gadis bernama Dara itu mengulurkan tangannya, yang di balas hangat oleh Disya.
"Disya."
"Evelyn Kalila Schuster, lo bisa panggil Velyn." sama seperti sebelumnya Velyn juga mengulurkan tangannya dan tentu dibalas oleh Disya.
"Disya."
"Gue tau." jawab Velyn tersenyum.
"Ngomong-ngomong pindahan dari mana?" tanya Kiran membuka percakapan.
"SMA Pelita"
"Kenapa bisa pindah? " tanya Velyn penasaran.
"Cuman pengen" jawab disya sekenanya.
"Nggak salah lo pindah ke sini, gue yakin lo juga pasti udah tahu kalau sekolah ini tuh bagus banget, tapi percaya sama gue, lu bakal nemu kepuasan di sini." Dara bercerita dengan semangat, sampai matanya mengeluarkan binar-binar kecil. Dara gadis yang tulus, itu yang bisa Disya lihat sekarang.
"Lo bakal nemu apa aja disini, gedung mewah, kelas mewah, kantin mewah dan hal-hal mewah yang lainnya. jangan lupakan juga penghuninya, 80% dari mereka berasal dari keluarga berada, itu nggak penting sih, karna yang lebih penting banyak cowok ganteng di sini." lanjut Dara.
"Kayaknya seru." Disya tersenyum berusaha menghargai cerita Dara, karena sebenarnya ia tidak tertarik sama sekali.
"Itu udah pasti, tapi... ada beberapa peraturan di sini yang harus dipatuhi."
"peraturan?"