webnovel

Program 30 Hari Menulis NAD

Sebuah program rangkaian menulis selama 30 hari di bulan Juni 2020

Frisca_6869 · Urbain
Pas assez d’évaluations
30 Chs

Love and revenge

#NAD_30HariMenulis2020

#Hari_ke_28

#NomorAbsen_144

Jumlah kata : 998 kata

Judul : Love and Revenge

Isi :

"Penggal dia!" ucap pria berambut putih itu tenang. Seorang pria muda tampak berdiri tidak jauh darinya. Menghunus samurai pada leher sosok pria paruh baya berambut kelabu yang berlutut di hadapan mereka.

Wajah lelaki tersebut terlihat pucat. Air mata mengalir deras di wajah. Mengiba dan memohon ampun. Tidak sanggup dirinya untuk membayangkan kepala terpisah dari badan. Suasana hutan itu begitu sepi. Ia yakin tidak seorangpun akan menyelamatkannya. Kini harapan satu-satunya hanyalah memohon pengampunan dari orang-orang yang berdiri di hadapannya.

"Apa lagi yang kau tunggu?" tegur lelaki berambut putih itu lagi.

"Kau akan melepaskan dia? Apa semua karena kau mencintai putrinya? Apa kau lupa dengan yang dilakukan pria busuk ini pada orang tuamu? Dia memfitnah mereka sebagai pengkhianat negara. Dia membuat ayah dan ibumu dijatuhi hukuman penggal. Kau juga hidup menderita sebagai pelarian. Semua karena dirinya!"

Tangan pemuda itu gemetar. Tidak pernah terbayang di benaknya, ia harus membunuh seseorang.

***

"Ayah, Ibu!" teriak Daniel seraya berlari menerobos kerumunan orang. Prajurit berseragam tengah membawa mereka.

"Pergi. Pergi dari sini, Niel!" teriak ayahnya. Sang ibu ikut mengangguk.

"Tidak. Tidak. Aku tidak akan pergi. Aku akan tetap bersama kalian."

"Pergi dari sini, Niel. Mintalah bantuan pada Tuan Ronald. Dia pasti akan membantu kita!"

Kali ini sang ibu yang memohon. Tuan Ronald adalah teman lama keluarga mereka. Bahkan, Daniel dan Sylvia, putri Tuan Ronald saling jatuh cinta. Daniel mengangguk setuju. Ia pergi dari sana dengan penuh harapan bahwa Tuan Ronald akan menolong mereka.

***

Daniel tertegun. Ia berharap dapat meminta bantuan dari Tuan Ronald. Akan tetapi saat tiba di sana, ia justru mendengar sahabat ayahnya itu tengah marah pada seseorang.

"Kenapa melepaskan Daniel? Aku ingin dia juga mati. Seluruh keluarga pengkhianat haruslah mati!"

"Tapi Tuan, bukankah dia calon menantu Anda? Nona Sylvia juga sangat mencintainya. Jika kita membunuh pemuda itu, hal tersebut pasti akan menghancurkan hati Nona Sylvia."

"Bodoh. Berani betul kau membantahku. Aku akan menangani Sylvia. Dia pasti akan melupakan pemuda itu. Sebaiknya kau cari cara agar Daniel juga tertangkap dan dihukum penggal sama seperti kedua orang tuanya."

Mendengar semua itu, Daniel tahu bahwa dirinya tidak bisa meminta bantuan pada Tuan Ronald. Pria tersebut bahkan ingin agar ia juga mendapat hukuman penggal.

Hari-hari selanjutnya, barulah Daniel tahu bahwa Tuan Ronald yang melaporkan keluarganya kepada pihak berwenang. Beliau tidak ingin berada di bawah posisi ayah Daniel berkedudukan tinggi dan dipercaya oleh pemerintah. Tentu saja, dengan uang yang dimiliki Tuan Ronald bisa menghadirkan saksi dan bukti palsu untuk mendukung laporan bahwa Ayah Daniel telah menjual informasi pada negara musuh. Sesuai peraturan di negara tersebut, maka hukum penggal yang dijalankan pada pengkhianat negara dan keluarganya.

Hari hukuman penggal tiba. Melihat orang tuanya berada di arena hukuman dengan pisau samurai hendak menebas leher, Daniel tidak bisa lagi menahan diri. Ia hendak berlari menyelamatkan mereka. Akan tetapi, tiba-tiba seseorang memukulnya hingga pingsan.

***

Saat sadar, pria berambut putih di hadapannya memberitahu bahwa semua telah berakhir. Ayah dan ibunya sudah dihukum mati.

"Siapa kau? Kenapa kau tidak membiarkan aku menolong mereka?" gertak Daniel marah.

"Namaku Andrew. Aku juga adalah teman ayahmu. Hanya saja aku telah lama berkelana dan baru saja sekarang kembali setelah mendengar peristiwa yang menimpa beliau. Sayangnya, aku tiba agak terlambat. Aku tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolongnya, tetapi aku sempat berjumpa dengannya di penjara dan dia menitipkanmu padaku."

"Seharusnya kau tidak melakukannya. Seharusnya biarkan aku menemui dan menolong mereka!"

"Apa kau bisa menolong mereka? Dengan begitu banyak penjagaan, itu artinya sama saja dengan kau mengantar nyawa."

"Lalu apa yang harus kulakukan? Sekarang semua sia-sia. Orangtuaku sudah meninggal."

"Apa kau menyerah? Tidakkah kau ingin menuntut balas pada dia yang membuat keluargamu seperti ini?"

Daniel mengangkat kepalanya dan mengangguk pasti.

"Aku akan melakukannya. Aku akan membuat kepala penjahat keji itu juga terpisah dari tubuhnya!"

***

Hari-hari berikutnya, anak buah Tuan Andrew memata-matai gerak-gerik Tuan Ronald. Hingga akhirnya, mereka mendapat kesempatan saat mendengar kabar pria itu akan pergi berdagang ke luar kota.

Perjalanan tersebut diketahui akan melintasi Hutan Hitam yang sepi dan jarang dilalui orang sebagai jalan pintas.

Tuan Ronald mengambil resiko melewati jalan tersebut karena ia ingin cepat kembali ke rumah untuk bertemu dengan Sylvia. Sudah berhari-hari, anak gadisnya itu bersedih dan terus menangis. Rasa cemas dan bersalah menghunjam hati Tuan Ronald, karena keserakahan, ia telah mengorbankan kebahagiaan putrinya.

Tidak lama setelah sang ayah berangkat, Sylvia melihat bahwa surat dagang milik beliau tertinggal di atas meja.

***

Semua berjalan sesuai rencana. Kini hanya dengan sekali tebasan di leher, maka segala dendam akan berakhir, tetapi Daniel masih saja ragu untuk melakukannya.

"Penggal dia sekarang!" perintah Tuan Andrew sekali lagi.

"Kau tidak bisa lagi merasa kasihan padanya. Ingatlah apa yang terjadi pada orang tuamu. Ingatlah semua duka dan sakit hati yang kaurasakan karena kehilangan mereka!"

Daniel berteriak penuh amarah sambil mengayun samurai.

"Hentikan!" teriak Sylvia sambil turun dari kuda dan berlari menghampiri.

Tangan Daniel berhenti mengayun. Mata pisau samurai yang berkilat tertimpa cahaya hanya berhenti beberapa inci dari leher Tuan Ronald.

"Aku mohon padamu, Niel. Aku mohon jangan bunuh ayahku," pinta Sylvia sambil berlutut di samping sang ayah.

"Menyingkirlah, Sylvia. Aku harus membunuhnya."

"Tidak. Jangan lakukan, Niel. Kumohon, jangan melakukan hal keji itu."

"Kau tidak tahu apa yang dia lakukan pada keluargaku."

"Aku tahu. Aku tahu semuanya, Niel. Aku sudah mendengar percakapan kalian dari tadi."

"Lalu kenapa kau masih menolong dia? Apa karena dia ayahmu jadi kau melupakan segala kesalahannya?"

Sylvia menggeleng. Air mata tampak mengalir deras di wajah.

"Aku tidak ingin kau menjadi pembunuh, Niel. Kau tidak perlu khawatir, aku sendiri akan membawa ayahku dan menyerahkan dia pada hukum. Dia akan mendapat ganjaran dari perbuatannya, Niel. Kau tidak perlu mengotori tanganmu dengan menjadi seorang pembunuh keji."

Daniel terlihat bimbang sesaat, tetapi akhirnya dia mengangguk.

"Baiklah, aku percaya padamu."

Sylvia menghela napas lega. Ia kembali menatap netra pemuda itu dan meraih tangannya.

"Kalau begitu, bisakah kita kembali bersama?"

Daniel menggeleng.

"Kita tidak bisa, Via. Terlalu banyak luka yang telah terjadi, bahkan cinta kita tidak bisa menutupnya."

Sylvia hanya mengangguk sambil tersenyum sedih. Hatinya terasa sangat sakit, tetapi ia tidak berdaya selain membiarkan pria yang dicintainya berlalu pergi bersama kenangan indah mereka.

Tamat