Pamela masih belum menangkap ucapan Ximena.
Dia tidak paham maksud dari kalimat, 'Kamu harus pergi ke duniaku!'
Dia membuka mulutnya secara reflek, pandangannya menatap Ximena dengan seksama.
"Kenapa melihatku seperti itu?" tanya Ximena, Pamela terkesiap dan mengedipkan kelopak matanya dengan cepat.
"Aku masih bingung dengan apa yang kamu ucapkan itu!" jawab Pamela.
"Begini," Ximena meraih cermin yang ada di tangan Pamela.
"Apa kamu tidak merasa ada yang aneh dengan cermin ini?" tanya Ximena. Pamela menganggukkan kepalanya.
"Kamu tahu tidak, jika cermin ini adalah portal menuju dunia lain?" jelas Ximena.
"Benarkah?" Pamela seakan tak percaya mendengarnya, namun kejadian kemarin membuatnya sedikit mempercayai ucapan gadis itu, memang terdengar mustahil, namun kekuatan yang dimiliki oleh Ximena adalah jawaban.
Ketika ia memandang cermin itu seakan tak sadarkan diri, bahkan dia seperti hendak terseret dalam pusara yang ada di sisi cermin itu.
Percaya, dan, tidak percaya. Tetapi memang itulah yang ia rasakan saat ini.
"Apa di duniamu sana jauh lebih baik dari duniaku ini?" tanya Pamela.
"Em ... mungkin bagimu iya, tapi bagiku tidak!" jawab Ximena.
"Kenapa bisa begitu?"
"Ya, karena aku ingin kebebasan, sementara hidupku di sana sangat terbatas. Aku tidak suka diatur!"
"Maksudnya?"
"Pamela, aku rasa kamu ini bukan orang yang mensyukuri hidupmu di dunia ini. Kamu tampak tersiksa sebagai manusia. Benar begitu?" tanya Ximena.
"Ah ... mungkin iya, tapi bagaimana kamu bisa tahu?"
"Dari sorot matamu," Ximena menatap kedua netra Pamela dalam-dalam.
Dan gadis itu tak bisa mengelak. Apa yang diucapkan Ximena memang benar. Dia merasa tidak nyaman tinggal di dunia ini. Bahkan rasanya ingin mati saja.
Memiliki kedua orang tua yang sangat pelit, memiki wajah yang kurang cantik, dan yang lebih parahnya lagi ... dia juga sama sekali tidak memiliki kepercayaan diri.
Setiap hari dia hanya mendapatkan bully-an di sekolahnya, dan itu sangat menyiksa. Tak satu pun remaja sepantarannya yang mau berteman dengannya. Dia merasa tidak beruntung, kalau dalam cerita fiksi gadis jelek berkacamata selalu dikucilkan, tetapi setidaknya mereka memiliki kemampuan lebih di bidang akademik. Entah itu ahli Matematika atau Fisika. Namun pada kenyataannya, Pamela selain jelek, juga tak memiliki kemampuan apapun. Tidak seperti Gadis Culun di cerita fiksi.
Nilai Metematika selalu buruk, Fisika apalagi.
Benar-benar tidak ada yang dapat ia banggakan dalam dirinya.
Dan mungkin tawaran yang diberikan oleh Ximena ini adalah jalan terbaik.
Setidaknya dia bisa mulapakan para teman-teman sekolah yang sangat jahat kepadanya. Serta melupakan lelaki pujaan hatinya yang saat ini juga mulai membencinya.
Si pria yang dimaksud adalah Brandon. Padahal Pamela berharap banyak atas perasaanya terhadap pria itu.
Tak mengapa jika cintanya tak terbalas, tetapi setidaknya ... dia memiliki alasan yang mampu membuatnya tetap bersemangat saat pergi ke sekolah.
Namun semangat hidupnya itu kini sudah menghilang, Brandon mulai ikut-ikutan membencinya.
***
"Bagaimana? Apa kamu mau?" tanya Ximena memastikan.
"Tapi bagaimana kalau di duniamu itu, penduduknya juga akan membenciku?"
"Tidak akan!"
"Bagaimana kamu bisa seyakin itu?"
"Kerena kamu akan menjadi diriku! Aku di sana adalah seorang putri, dan semua orang sangat hormat kepadaku! Jadi tidak akan ada yang memperlakukanmu dengan buruk. Justru sebaliknya, kamu akan diperlakuan jauh lebih baik." Pungkas Ximena meyakinkan Pamela.
"Tapi ...," Pamela menundukkan kepalanya.
"Kenapa?"
"Aku masih ragu, Ximena,"
"Ah! Aku punya ide!" Ximena tersenyum yakin.
"Apa?"
"Bagaimana kalau kamu berada ke duniaku selama 10 hari saja. Dan jika kamu tidak betah di sana kamu boleh pulang ke dunia manusia lagi," usul Ximena.
"Bagaikan caranya?" tanya Pamela dengan penuh antusias.
Ximena menjelaskan dengan detail tentang dunia yang selama ini ia tinggali, bahkan ia juga menyebutkan nama-nama orang terpenting di Kerajaan tersebut.
Dia juga menjelaskan siapa nama ibunya. Dan tata cara hidup berada di dalam istana itu.
"Kamu pegang buku ini, dan kamu boleh membaca buku ini sebagai panduan ketika kamu berada di istana itu," tukas Ximena seraya menyodorkan sebuah buku kepada Pamela.
"Tapi, bagaimana kelau mereka tidak menerimaku? Logikanya, mana ada keluarga yang terhormat seperti keluargamu, mau menerima orang asing sepertiku?"
"Ah, soal itu tenang saja! Kita akan bertukaran wajah. Dan aku juga akan memberikan separuh kekuatanku untukmu!" jawab Ximena.
"Memangnya bisa, ya?" Lagi-lagi Pamela tampak keheranan.
"Ya tentu saja bisa!" jawab Ximena dengan senyuman penuh percaya diri. Gadis itu kembali menggerakkan jari telunjuknya kearah Pamela.
Ada kilauan cahaya putih, dan membuat Pamela menutup matanya secara reflek.
"Ikuti kalimatku!" perintah Ximena.
"Kenapa harus begitu?" tanya Pamela yang penasaran.
"Akh! Jangan membantah! Ayo cepat lakukan saja!" suruhnya. Pamela menjawabnya dengan anggukkan kepala penuh semangat.
"Aku adalah Putri Ximena Violeta. Dan kau adalah ... eh siapa nama lengkapmu?" Ximena terpaksa berhenti kerena lupa belum bertanya nama lengkap Pamela.
"Ini kalimat yang harus kuikuti, atau pertanyaan yang harus kujawab?" tanya balik Pamela.
"Itu kalimat pertanyaan, Bodoh! Aku tidak tahu nama lengkapmu!" jawab Ximena.
"Ah, begitu ya ... nama panjangku 'Pamela Anastasya Adams!'" jawab Pamela.
"Baiklah aku ulangi sekali lagi, dan kamu harus mengikutinya!"
"Baiklah, Ximena!"
Ximena menghela nafas sesaat, lalu melanjutkan kalimatnya.
"Aku adalah Putri Ximena Violeta, dan kau adalah Pamela Anastasya Adams! Kami akan bertukar raga mulai detik ini!" ucap Ximena.
Dan dengan segera Pamela mengikuti kalimat Ximena itu.
"Aku adalah Putri Ximena Violeta, dan kau adalah Pamela Anastasya Adams! Kami akan bertukar raga mulai saat ... eh, detik ini!" Hampir saja Pamela salah mengucapkan mantra. Namun secara ajaib, tubuhnya mendadak terasa ringan seperti kapas, kemudian suhu badannya mendadak menjadi panas, dan semakin lama terasa seperti disengat listrik. Pamela sedikit meronta, akan tetapi tak berlangsung lama. Dan Ximena menyuruhnya membuka mata.
"Baiklah, sudah selesai," ujar Ximena.
"Aku boleh membuka mata?" tanya Pamela.
"Tentu saja!"
Perlahan Pamela membuka matanya, dan Ximena menyodorkan cermin kearahnya.
"AAAAKH ...!" teriak Pamela secara reflek.
"Hei, kenapa berteriak?" tanya Ximena.
"Kenapa aku jadi cantik? Dan kamu ...?" Pamela memandang penuh heran kearah Ximena, karena wajah Ximena berubah menjadi wajahnya, dan sebaliknya dia juga memakai wajah Ximena.
"Sudah siap pergi?" tanya Ximena seraya tersenyum.
"Tapi ...."
"Tapi kenapa?"
"Kamu tidak keberatan bertukar wajah denganku? Wajahku itu jelek, lo?" tanya Pamela memastikan, sedangkan Ximena menggelengkan kepalanya dan tesenyum santai.
"Aku tidak keberatan sama sekali tuh, justeru aku malah senang!" jawabnya.
"Ximena, selain aku terkenal jelek, aku juga sering di-bully, lo?"
"Tidak apa-apa!"
"Agnes, dan dua temannya, sering memalak uang jajanku!" ujar Pamela.
"Mulai sekarang tidak akan lagi!" tegas Ximena.
Bersambung ....