webnovel

14. Masyayel

mengertilah, situasinya sangat sulit, aku tak punya cara lain. Bersabarlah, kita akan hadapi bersama, ya?" ucap Shem dia menyeka air mata Adaline. Dia segera menerima mangkuk berisi makanan karena Adaline memang belum memakan apapin dari tadi. Shem mulai membujuk agar gadis itu mau membuka mulutnya.

"Kumohon, sekarang makanlah, ya? Agar perutmu terisi sesuatu." Adaline menatap mata Shem yang berusaha menyuapinya. Ia pun dengan perlahan mulai membuka mulutnya lalu sedikit demi sedikit mulai memakannya. Meskipun masih dalam tangis air mata. Ia juga merasa Shem ada benarnya juga. Karena Shem telah melakukan yang terbaik untuk dirinya saat ini.

Shem sebenarnya sangat sedih melihat keadaan kekasihnya yang sekarang sedang penuh dilema. Dirinya sebagai seorang pria merasa tak berharga karena tak bisa berbuat apa-apa untuk kebaikan gadis itu. Ia juga tak menceritakan kalau sang Raja, Ayahnya itu telah menyimpan kepala-kepala para terhukum pancung waktu itu, yaitu keluarha Adaline. Ayah, Ibu, dan adiknya. Mana mungkin ia mengatakannya. Pasti akan mencabik-cabik hati gadis itu jika tahu keluarganya telah menjadi korban pembantaian yang sadis berkedok hukuman pancung. Lalu kini keadaan mereka makin tragis karena mayat-mayat mereka tidak dimakamkan dalam keadaan yang semestinya. Malah dijadikan pajangan di Museum khusus di Istana. Shem memang harus banyak menutupi daei dua arah. Menutupi penyamaran Adaline sebagai Masyayel dan menutupi kejahatan Ayahnya terhadap kekasihnya itu.

"Elliot, bisa tinggalkan kami?" pinta Shem.

"Baik Tuanku." Elliot segera meninggalkan ruangan itu. Ia menggalkan Shem dengan Adaline berdua di dalam kamar itu. Shem mulai mengelus rambut Adaline, lalu ia mengecup mesra kening gadis itu. Ia peluk dalam dekapannya dengan erat, sedangkan Adaline semakin menangis sesenggukan.

Shem tiba-tiba teringat dengan waktu dimana awal-awal dia mulai mengenal dan mulai dekat dengan Adaline. Dia mengingat masa-masa remajanya yang indah waktu itu. Saat mereka semua dalam keadaan aman, tentram san damai. Jauh sebelum konflik antara kedua Kerajaan ini terjadi dan meledak seperti saat ini.

Ia teringat ketika Ayahnya semakin sering mengajaknya ke istana Serafin untuk keperluan diplomatik, perekonomian dan khususnya barter dan perdagangan. Dia semakin sering bertemu Adaline. Ketika ia menilai gadis nakal itu sangat menyebalkan awalnya. Shem merasakan dirinya telah mulai nyaman dan mulai menyukai Adaline remaja yang usianya dua tahun dibawahnya.

Dia tidak menyadari sejak kapan ia mulai merasa nyaman dengan gadis itu, sejak kejadian menyebalkan yang dilakukan oleh Adaline kepadanya. Shem sempat menaruh dendam dan amarah, namun semakin sering mereka bertemu dan melihat keakraban ayah mereka. Menyebabkan Shem mulai mengubah sikapnya, dari penuh kebencian menjadi lebih peduli dan mulai menyukai Adaline remaja.

Setiap kali Shem dan ayahnya berkunjung ke istana Serafin, maka Shem akan mencari keberadaan gadis kecil berusia 12 tahun itu, karena ia tak tahu menahu mengenai urusan ayahnya dan ayah Adaline. Disaat kedua Raja berbincang dan bernegosiasi, maka Shem akan berlari ke taman serafin yang penuh dengan bunga-bunga dan ada yang berupa kebun berisikan pepohonan.

"Kamu belum mengajakku ke taman belakang istanamu Adaline, kamu bilang ada taman yang berisikan beberapa hewan kesukaanmu." Shem menanyakan janji yang pernah dikatakan oleh Adaline.

"Apa kamu sungguh ingin tahu? Kamu pasti sangat terpesona." Adaline meraih lengan Shem. Gadis berkulit putih dengan rambut yang memang panjang sejak kecil itu menggandeng tangan Shem dan membawanya ke suatu tempat. Mereka harus melewati dua taman terlebih dahulu, taman bunga dan taman pepohonan. Lalu mereka juga harus melalui koridor istana untuk menuju ke lokasi paling ujung dan paling belakang istana. Disanalah letak Taman hewan piaraan Adaline.

Setelah mereka sampai pada lokasi itu, Shem sangat takjub, ia berdecak kagum melihat semua itu.

Ada banyak tupai berlarian diantara pepohonan, ada kuda, kambing, sapi, ayam, burung, kucing, anjing, ular, dan masih banyak lagi hewan yang berada disitu. Hewan-hewan tersebut adalah berbagai jenis dan asal, seperti kucing saja ada sampai dua belas jenis berbeda, dan begitu juga dengan hewan lainnya.

"Waow ... luar biasa tempat ini. Aku akan sangat kerasan jika tinggal di istana yang seperti ini, siapa yang menciptakan ide cemerlang ini? Aku ingin punya banyak taman sepertimu," ungkap pangeran Shem kala itu.

"Ibuku, Ratu Librivia. Dia sangat menyukai keindahan dan beliau sendiri yang selalu memperhatikan semua tamannya, tentu dibantu oleh pelayan istana, aku juga banyak membantu," cerita Adaline.

"Humm ... Kamu gadis yang luar biasa, keren. Aku takjub kepadamu, tapi kenapa kau pernah jahil kepadaku saat belum kenal dulu?" lanjut pangeran Shem.

"Tidak ada alasan. Aku hanya iseng saja. Hehee," jawab Adaline jujur.

Keduanya sama-sama tertawa dengan  kelucuan-kelucuan yang pernah terjadi. Adaline menunjukkan kepada Shem bermacam-macam hewan yang berada di sana, sambil menunjukkan jenis dan asalnya? Bahkan namanya juga. Nama yang Adaline dan Ibunya berikan kepada binatang-binatang itu.

Adaline dan Shem duduk di rerumputan yang mengitari taman berisi hewan-hewan itu.

"Kau akan aku kenalkan dengan Meriam dan Marlon, mereka temanku disaat aku sendirian. Aku yakin kamu akan suka," kata Adaline.

"Oh ya? Siapa mereka? Hewan jenis apa itu?" tanya Shem yang berusia masih 14 tahun.

"MERIAAAAM! MARLON!!" Adaline berteriak memanggil mereka, sambil bertepuk-tepuk tangan dengan isyarat tertentu. Tampak Shem melirik dan mendongakkan kepalanya mencari sosok hewan yang dipanggil oleh Adaline, tapi belum nampak juga. Dia bertanya-tanya binatang jenis apa yang menjadi teman Adaline ini?

Rupanya telah melompat-lompat dan berlari-larian dua ekor monyet kecil diatas pepohonan dan semakin lama semakin mendekat ke arah Adaline dan Shem. Segera kedua monyet itu melompat ke pangkuan Adaline. Adaline menyambutnya dengan tersenyum bahagia dan mengelus-elus mereka.

"Perkenalkan Shem, ini adalah sepasang kekasih di Taman ini, Marlon dan Meriam. Mereka adalah teman kecilku." Adaline memberitahu.

"Humm ... Monyet saja punya kekasih? Hihihi," bisik Shem dalam hati sambil tersenyum-senyum sendiri.

"Hei, kamu kenapa Shem? Tersenyum tidak jelas, padahal tidak ada yang lucu,"

Meriam lalu meloncat ke arah pangkuan Shem sekarang. Dan Shem kaget karena tiba-tiba monyet itu berada di hadapannya. Juga Shem merasa tak pernah begitu dekat dengan hewan jenis apapun selama hidupnya.

"Hei, dia disini? Apa dia tidak akan menggigitku?" tanya Shem sedikit ketakutan.

"Wkwkwk ... Dia ternyata menyukaimu Shem, Meriam menyukaimu. Dia bisa melihat laki-laki tampan. Lebih tampan dari Marlon. Hahaha." Adaline tertawa-tawa dibuatnya.

Meskipun Shem dibuat panik oleh situasi itu, dalam sekejap Shem telah berhasil menguasai hewan itu. Dia mencoba memberanikan diri untuk menyentuh dan mengelus monyet kecil itu. Sungguh dia tidak pernah berinteraksi dengan hewan sebelumnya.