webnovel

PRIA KERAS KEPALA

Aku mungkin terlalu lama menyadari perasaanku yang semu. Namaku Jeon Jung Ki. Pria mengenaskan yang ditinggal kedua orang tuaku saat sedang bermain di taman dekat rumah saat usiaku duabelas tahun. Aku tinggal di rumah pamanku setelah kematian ibuku. Rumah asalku di Bu San. Lalu aku dikirim oleh pihak kepolisian untuk tinggal di rumah pamanku. Kakak dari ibuku. Hidup cukup dewasa di rumah pamanku, tidak tamat sarjana dan aku harus bekerja paruh waktu dikafe milik seseorang dengan menjadi barista pada akhirnya aku menjalin hubungan dengan seseorang. Pria dewasa dua tahun dariku. Sayangnya setelah aku mendapatkan kebahagiaanku sejenak dengan pria itu, namanya Kim Tae Woo. Pada akhirnya aku juga mendapatkan rasa sakit. Ditinggalkan dan ditinggalkan lagi. Aku harus percaya pada siapa, saat rumahku setelah pamanku adalah Kim Tae Woo? Pria itu memilih menikah dengan wanita pilihan ibunya, dan menjadikanku sebagai pacar keduanya. Sejak awal hubungan ini sudah salah, tapi aku sudah terlanjut mendapatkan rasa sakit.

sakasaf_story · LGBT+
Pas assez d’évaluations
58 Chs

35. Jung Ki Membaginya Pada Ji Min.

"Aku sudah pernah mengatakannya padamu sebelumnya, Kak." Ji Min memutar bola matanya malas, dia tidak begitu yakin dengan apa yang dia katakan, hanya saja pria itu hanya perlu dan mampu untuk terdiam dengan jawaban Jung Ki.

Ji Mim tahu, dia ingat bagaimana Jung Ki memberi batas untuknya agar tidak ikut campur urusan pribadinya, dan melihat bagaimana pria yang sedang duduk manis di kursi dekat pintu depan kafe itu dengan yakin.

"Kenapa kau diam saja Jung Ki? Aku melihat semuanya dengan kedua mataku, saat pria tadi melempar tasnya, lalu menumpahkan semuanya. Sengaja mendorong minumannya agar pecah, Jung Ki aku tidak buta." Pria itu terkekeh, dia menyedot minumanannya dengan santai dan mengambil satu roti sisa tadi pagi dan memakannya sampai habis.

"Aku tahu kau tidak buta, Kak." Ji Min memutar bola matanya malas, pria itu melirik ke arah Ji Hoon dengan tatapan benci. "Oh?"

"Kau semakin berani menunjukan rasa tidak suka padaku," ucap Ji Min membuat Jung Ki tersenyum tipis dan menaikan satu alisnya pelan. "Karena aku sudah menerimamu dengat baik dan dekat, aku terbuka bagaimana kau memintanya. Jadi aku mengatakannya." Ji Min memutar bola matanya malas, dia kembali melirik Ji Hoon dimana pria itu masih sibuk dengan tugasnya sendiri.

"Kau yakin dia mendengarkan kita bicara?" Jung Ki menaikan kedua bahunya malas, namun dengan langkah yang sama saja dia melirik dan melakukan hal yang sama. "Tidak."

"Aku tidak tahu dan tidak mau tahu," sambung Jung Ki membuat perasaan ingin tahu milik Ji Min padanya semakin tinggi. "Siapa pria itu? Apa dia kakak kandungmu?" tanya Ji Min pada Jung Ki membuat pria itu terkejut dengan wajah dibuat-buat semakin membuat Jung Ki sedikit kesal melihatnya. "Jangan mengejekku, Kak." Jung Ki tidak senang dengan menaikan satu alisnya malas.

"Apa aku harus bicara padamu?" tanya Jung Ki pada Ji Min membuat pria itu dengan segaja juga membalas mata Jung Ki karena dia butuh kepercayaan teman dekat dari Jung Ki juga.

"Kenapa tidak? Setidaknya tidak pada intinya, bukankah kau bisa berbicara sedikit saja padaku?"

"Sebagai teman jika kau tidak keberatan." Ji Min melihat ke arah Jung Ki dengan wajah berharap dan tidak lama dari itu juga Jung Ki hanya bisa menghela nafasnya berat.

"Aku akan menceritakannya jika aku mampu, setidaknya nanti." Ji Min terkekeh mendengar jawabannya, dia sedikit kesal namun dia terkekeh.

Ini ada kemunculan yang baik, dan Ji Min merasa lega mendengarnya. Lima tahun bekerja bersama dengan Jung Ki tidak membuat Ji Min mendapatkan kesempatan untuk datang, dan dia lega mendnegar semua itu.

"Aku menunggu," jawabnya lagi membuat Jung Ki terkekeh, dia melihat lagi ke arah Ji Hoon saat pria itu melihat kembali ke atahnya dengan tatapan benci dan memincingkan matanya melihat ke arah Jung Ki.

Selesai dengan minumannya Ji Hoon langsung membereskan buku dan beberapa peralatan yang dia keluarkan kembali dimasukannnya lagi.

Anehnya saat Ji Min akan mendekat ke atah kasir untuk menghitung minuman dan beberapa struk untuk bayaran, pria itu berjalan menjauh langsung keluar dari caffe.

Ji Min yang melihat hal itu benar-benar berteriak untuk Ji Hoon agar kembali. "HEY! KAU BELUM MEMBAYAR MINUMANNYA!!" Namun pria itu berjalan menjauh meninggalkan caffe dan benar-benar hilang di jalan.

Ji Min menghela nafasnya berat, dia membayarkan minuman yang Ji Hoon beli dengan uangnya. Namun transaksinya kembali di tahan oleh Jung Ki. "Biar aku saja Kak."

Jung Ki mengambil dompet di saku celananya dan memberi uang pas, menulis transaksinya dan menyimpannya. "Aku yang akan bertanggung jika pria itu melakukan masalah di sini lagi, kau hanya perlu menghubungiku, atau menggantinya. Lalu aku akan menggantinya dengan milikku." Ji Min menjambak keras rambutnya begitu tidak paham dan kenapa juga harus Jung Ki yang melakukannya.

"Kau bisa bicara padaku sekarang mengenai pria itu," ucap Ji Min meminta penjelasan dengan semua masalah yang pria tadi lakukan pada Jung Ki.

Pertama datang dengan melempar tas, mengakibatkan tumpahnya minuman dan membuat lantai kotor, lalu memesan minuman, mendorong dengan sengaja minuman pesanannya membuat gelas pecah, tatakan gelas juga pecah dengan Jung Ki harus membersihkannya kembali dan mengganti gelas yang pecah dengan uang.

Dan yang terakhir dengan Jung Ki yang membayar minuman yang pria itu minum?

"Kau perlu cerita dan aku butuh penjelasan, Jung Ki." Ji Min kembali menekan setidak katanya agar Jung Ki paham, jika apa yang baru saja Jung Ki dapatkan adalah sebuah pelecehan.

Ini tidak benar-benar baik.

"Kak, apa kau mau merahasiakan semua yang akan ku katakan padamu dengan berjanji tidak akan mengatakan pada siapapun termasuk orang-orang yang akan mengaku dekat denganku?" tanya Jung Ki lebih dulu memastikan pada Ji Min jika pria itu harus melakukan apa yang Jung Ki inginkan.

Hanya satu, tidak besar. Ya, rahasiakan semuanya. "Maksudmu dengan yang mengaku-ngaku dekat denganmu?"

"Jika kau ingin mengetahui sedikit masalah hidupku, kau harus bisa menjaga semuanya Kak. Aku tidak memiliki siapapun, jadi kau harus mau menerima semuanya karena aku sudah percaya padaku."

"Lagipula jika memang kau tidak sanggup, aku tidak akan menceritakannya padamu Kak." Ji Min semakin ragu untuk menolak, namun dia smekain takut juga un5uk menerimanya.

"Kak, bagaimana? Kau masih mau dekat denganku?" Ji Min tertawa kecil, dia menggaruk kepalanya karena suasana menjadi semakin canggung. "Aku akan tetap ingin tahu, aku menerimanya." Jung Ki tersenyum kecil dan pria itu berjalan mendekat ke arah Ji Min dan tersenyum kecil.

Pria lebih tinggi itu berjalan ke arah Ji Min dan memeluk erat tubuh Ji Min karena dia membutuhkannya. "Aku hanya ingin jujur dulu, Kak."

"Pelukanmu adalah pelukan terbaik ke tiga yang pernah aku dapatkan dari seseorang. Sangat terbaik," sambungnya membuat Ji Min menyatukan alisnya pelan.

"Siapa yang pertama?" tanya Ji Min sedikit kecewa namun dia tidak bisa sensitif begitu saja karena dia juga hanya ingin tahu. "Kak Yoon Seok."

Ji Min menyatukan alisnya sempurna dengan kedua matanya yang membulat hampirkeluar. "Jadi kau sangat dekat dengannya?" tanya Ji Min saat dia masih memeluk Jung Ki karena pria itu emmeluknya debgan erat sebelum melepaskannya.

"Kak Yoon Seok adalah teman baikku sekaligus kakak yang mampu membuatku merasa jika aku benar-benar membutuhkannya."

"Setelah kematian kedua orang tuaku, aku sama sekali tidak tahu siapapun. Aku hanya berteman baik degan Kak Yoon Seok sebelum aku tinggal bersama dengan paman dari pihak ibu. Aku tinggal dengan kakak laki-laki dari ibuku."

Ji Min menelan ludahnya sukar, pria itu benar-bemsr tidak menyangka jika Jung Ki memiliki hari yang sulit begitu banyak.

Kelihatan kedua ornag tuanya, dan tinggal bersama dengan pamannya yang entah baik atau tidak pada pria itu. "Umurku saat itu masih sangat kecil, sepertinya duabelas tahun. Aku tidak tahu apapun, hanya mengenal Kak Yoon Seok sebagai teman, kejadiannya juga sangat cepat."

"Aku di antar dari Bu San ke Seoul dari pihak kepolisian karena rumah dan orang tuaku lenyap secara bersamaan." Jung Ki menghela nafasnya berat begitu dia merasa sangat depresi dan tidak bisa melakukan apapun.

"Kak, aku tidak memiliki ayah dan juga ibu karena seseorang meledakkan rumahku, kedua orang tuaku ada di rumah. Aku sedang bermain dengan Kak Yoon Seok dan teman-temanku yang lain di taman, namun saat suara ledakannya begitu besar, semua orang keluar dan berlari ke arah suara ledakan itu."

"Aku hanya bisa menangis melihat rumahku sudah remuk tidak tersisa, menangis dipelukan Kak Yoon Seok dan aku tidak mengingat apa yang terjadi setelahnya."

"Kak, jangan menangis. Kau harus menenangkanku jìka kau mendengarnya. Kau tidak seperti Kak Yoon Seok, dia bahkan mencium puncak kepalaku dan tidak menangis sedikitpun. Kau membuatku lemah." Jung Ki menyambut tangisan Ji Min saat pria itu memeluk erat tubuh kecilnya dan kembali mengeratkan pelukan keduanya.

"Kau sangat baik, kau sangat beruntung, kau sangat kuat, kau cerdas, tampan, dan kau memiliki segalanya Jung Ki. Jagan merasa kau sendiri lagi, kau memiliki aku mulai sekarang." Ji Min mengatakan dengan suara yang goyang, air mata yang terus menetes dan tangan yang terus mencengkram erat tangannya pada kemeja yang dipakai Jung Ki saat itu.

"Semua sudah terjadi, Kak. Hampir empatbelas tahun lamanya. Aku baik-baik saja, aku sudah menerimanya. Kau benar, aku pria yang sangat kuat." Jung Ki melepaskan pelukannya dengan Ji Min dan memperlihatkan otot lengan yang dia miliki karena setiap hari libur pria itu selalu datang ke tempat gym untuk berolahraga.

"Kau benar-benar!" kesal Ji Min saat dia bisa melihat bagaimana Jung Ki bekerja keras untuk tidak membuat Ji Min semakin banyak menangis. "Kenapa? Aku bahkan tidak menangis, aku tidak ingin menangis."

Jung Ki terkekeh dengan tersenyum tipis ke arah Ji Min, dia kembali menujukkan jari keduanya.

"Aku ingin mengatakan padamu tiga hal Kak, dan dua hal lagi masih belum." Jung Ki menjelaskannya dengan jari tangannya dimainkan dengan digerak-gerakan asal membuat Ji Min terkekeh.

"Jika yang pertama adalah kematian kedua orang tuaku, yang kedua adalah keluarga pamanku sangat baik. Aku bahagia tinggal bersama mereka." Ji Min berhasil menyatukan alisnya bingung mendengar fakta bohong yang Jung Ki katakan.

"Kau berusaha menipuku?" Jung Ki menggelengkan kepalanya pelan, pria itu berusaha jujur. "Tidak."

"Paman dan bibiku memang sangat baik," ulangnya lagi sebagai jawaban, Jung Ki hanya bisa terkekeh lucu juga mendengarnya. "Lalu?"

"Untuk yang ketiga kau bebas bertanya padaku, aku akan menjawabnya dengan jujur." HungKi melipat kedua tangannya di atas meja kerjanya membuat Ji Min kembali memikirkan hal yang lebih membuat Ji Kin mendapatkan banyak infomasi.

"Aku tahu kau memiliki dua pertanyaan, karena itu aku sengaja meminta padamu. Tanyakan saja," ucap Jung Ki mendesak Ji Min untuk bertanya pada Jung Ki sesuai dengan pertanyaan yang ingin dia lemparkan.

Yang dipikirkan Jung Ki hanya dua. Yang pertama, apakah Jung Ki sama seperti Kim Seok Jin. Atau yang kedua, ini yang membuat Ji Min merasa berat. "Pikirkan dengan baik, Kak." Ji Min menghela nafasnya berat.

"Siapa yang memberimu luka setiap kau datang dengan luka disekujur tubuhmu. Bukankah kau mengatakan paman dan bibimu tidak jahat, darimana semua lukamu?" Jung Ki terkekeh, dia menjentikkan jarinya ringan.

"Ini rahasia besar, kau harus menjaganya. Bahkan Kak Yoon Seok saja tidak tahu, kau harus berjanji untuk merahasiakannya dari siapapun, Kak." Ji Min menganggukkan kepalanya sedikit ragu.

"Dia Kak Ji Hoon, anak laki-laki pamanku." Mata lebar Ji Mim terbuka tidak perduli.

"KAU BERCANDA?"

Saya mengharapkan orang lain membaca dengan nyaman.

sakasaf_storycreators' thoughts