webnovel

PRIA KERAS KEPALA

Aku mungkin terlalu lama menyadari perasaanku yang semu. Namaku Jeon Jung Ki. Pria mengenaskan yang ditinggal kedua orang tuaku saat sedang bermain di taman dekat rumah saat usiaku duabelas tahun. Aku tinggal di rumah pamanku setelah kematian ibuku. Rumah asalku di Bu San. Lalu aku dikirim oleh pihak kepolisian untuk tinggal di rumah pamanku. Kakak dari ibuku. Hidup cukup dewasa di rumah pamanku, tidak tamat sarjana dan aku harus bekerja paruh waktu dikafe milik seseorang dengan menjadi barista pada akhirnya aku menjalin hubungan dengan seseorang. Pria dewasa dua tahun dariku. Sayangnya setelah aku mendapatkan kebahagiaanku sejenak dengan pria itu, namanya Kim Tae Woo. Pada akhirnya aku juga mendapatkan rasa sakit. Ditinggalkan dan ditinggalkan lagi. Aku harus percaya pada siapa, saat rumahku setelah pamanku adalah Kim Tae Woo? Pria itu memilih menikah dengan wanita pilihan ibunya, dan menjadikanku sebagai pacar keduanya. Sejak awal hubungan ini sudah salah, tapi aku sudah terlanjut mendapatkan rasa sakit.

sakasaf_story · LGBT+
Pas assez d’évaluations
58 Chs

27. Ayah Kak Tae Woo?

"Aku ke kamar dulu paman, bibi, Kak Ji Hoon." Jung Ki memilih lebih dulu menyelesaikan makan malamnya untuk bergegas tidur karena besok dia harus berangkat bekerja lebih awal karena setelah gajian hari ini.

"Lupakan semua sampah ini, bibimu akan mengurusnya." Paman Jung Ki terlihat mencegah gerakan Jung Ki untuk membereskan sampah bekas makanannya dan meminta istrinya untuk mengurusnya. "Benar, biar bibi saja yang mengurusnya. Masuklah ke kamarmu dan beristirahatlah." Seperti yang kalian lihat.

Diapapun pasti akan menjadi baik dan bersahabat jika mendapatkan sesuatu. Jung Ki sudah sangat hafal soal bibinya. Wanita itu akan sanhat baik padanya hanya saat dihari-hari dekat dan setelah gajian. Uang dan makanan yang Jung Ki selalu bawa memang bukan main-main harganya.

Setidaknya Jung Ki busa diandalkan dan tirak hanya menjadi benalu dikeluarga Jeon milik pamannya. "Terimakasih bibi, aku akan ke kamar dulu." Pria itu pada akhirnya tetap berjalan menuju kamarnya dan melupakan sampah bekas makanannnya dan menuju kamarnya untuk beristirahat.

Hanya saja sebelum Jung Ki benar-benar kehilangan pendengarannya mengenai pembicaraan paman dan bibinya Jung Ki mulai terdiam.

"Beberapa hal aku membencinya, tapi jika tetap melakukan tugasnya dan tahu diri aku menerima dia di sini dengan baik. Limapuluh dan limapuluh, aku tidak sepenuhnya membencinya, dia bisa diandalkan."

"Jeon Ji Hoon, kau harus banyak belajar dari adik sepupumu, kau benar-benar manja karena tidak bisa mengolah uang dari ayah dan terus membuang-buang uang dengan pergi ke bar. Apa kau senang hidup seperti itu terus menerus?"

"Sayang, sudahlah. Jangan menekan putra kita seperti itu."

"Sayang seharusnya kau memberi sedikit pukulan dan gertakkan untuk putra kita, dia menjadi semakin manja jika kau terus memberi banyak uang dan tidak menanyakan seberapa banyak dia membuangnya untuk apa."

"Sayang, dia putra kita."

"Iya, dia putra kita tapi bukan berarti---"

"Aku ke kamar dulu," pamit Ji Hoon benar-benar tidak nyaman dengan pembicaraan antara ayah dan ibunya. Sebelum masuk ke kamar Ji Hoon masih sempat melihat Jung Ki sedang mendengar pembicaraan paman dan bibinya.

Disatu titik itulah yang membuat Ji Hoon semakin membenci adik sepupu laki-lakinya. "Mati kau, Jung Ki." Ji Hoon menghilang di balik pintu kamar setelah memberi sumpah serapah pada Jung Ki.

Pria manis itu memilih langsung masuk ke kamarnya dan berjalan meninggalkan kecanggungan keadaan rumah pamannya. Sejujurnya Jung Ki sudah tahu jika hal semacam itu akan terjadi sepanjang Jung Ki bekerja lima tahun terkahir.

Selalu dihari gajian Jung Ki, dan Jung Ki juga sadar jika Ji Hoon membencinya karena hal ini.

"Bodohnya kau yang selalu membuat masalah di rumah pamanmu, Jung Ki." Pria itu terus meruntuki dirinya sendiri menyadari jika kedatangannya dan seburuk benalu yang menempeli pohon Jung Ki benar-benar selalu merasa menyesal kenapa dia tidak mati saja saat itu.

Sejujurnya dia masih lapar, dia tidak bisa memakannya sampai habis jika makan bersama dengan paman dan bibinya. Karena Jeon Ji Hoon benar-benar membencinya hanya karena satu meja makan dengannya.

Akan berakhir seperti ini, canggung, dan mengerikan juga jika Jung Ki harus tetap ada di sana. Jung Ki harus melewatkan makan malamnya tidak sampai semuanya hanya untung menjauhi pembicaraan seperti sebelumnya.

"Maafkan kedatanganku, Kak Ji Hoon."

"Maafkan aku yang datang dan merusak keluargamu, aku sama sekali tidak bermaksud untuk itu, maafkan aku." Jung Ki menghela nafasnya berat, pria itu benar-benar tidak bisa mengatur sesuatu yang ada di dalamnya.

Jika bisa mencegah maka Jung Ki tidak bisa menghindari. Suara notifikasi ponsle mulai bunyi, ada pesan masuk lagi. Beberapa kali, dan kali ini membuat Jung Ki sedikit terusik dan langsung mencopot charger pada ponselnya dan memainkan ponselnya setelahnya.

/Kau sedang tidak baik-baik saja? Kenapa? Jika kau tidak ingin mengatakan alasanmu kenapa kau bisa meminta apapun padaku. Sebagai alasanmu mau bekerja padaku./

/Jeon manis, aku mengatakan hal yang sejujurnya. Aku benar-benar ayah Kim Tae Woo, kau butuh infomasi apa agar kau percaya padaku?/

/Jeon, aku berkata jujur!/

Jung Ki kembali mematikan ponselnya, tidak total. Dia benar-benar memikirkan pesan yang datang dan pergi dengan tiba-tiba, hanya untuk mengetahu kebenarannya.

Sebenarnya hubungan baik sejak satu terakhir antara dirinya dengan Kim Tae Woo tidak benar-benar sedekat itu. Jung Ki benar-benar pria yang tidak ingin ikut campur dengan masalah pribadi dikeluarga Tae Woo.

Dan Tae Woo juga sanhat sopan menyikapinya, pria itu tidak banyak bicara walaupun dia ingin tahu sejauh yang dia bisa.

"Jika pria itu benar-benar ayah Kak Tae Woo, lalu kenapa dia memintaku melindunginya? Dimana dia? Dan kenapa aku harus melindunginya?"

Isi kepalanya begitu berputar, otaknya bekerja dengan sangat keras, pria itu benar-benar ingin tahu. Tidak seprti sebelumnya yang hanya memilih acuh dan tidak perduli.

/Kau masih ada? Aku tahu kau belum tidur!/

/Jeon tolong baca baik-baik, kau tidak akan menyangka jika ini kenyataannya tapi aku hanya ingin kau selalu ada di dekat putraku apapun yang terjadi./

/Sebelum kau memblokir nomorku izinkan aku menjelaskan sejauh mana hubunganku sebagai ayah dengan Kim Tae Woo./

Hanya saja Jung Ki yang terlihat sedikit gerah memilih untuk melihat ke arah jam dinding dan mulai mengetik cepat agar busa langsung dibaca oleh pria asing itu.

/Paman maafkan aku, aku tahu ini sangat tidak sopan. Aku meminta maaf padamu walaupun sejujurnya aku ragu, aku tidak tahu siapa kau. Kau ayah Kak Tae Woo atau bukan aku tidak perduli, paman. Privasi tetap privasi, Kak Tae Woo tidak pernah membicarakanmu atau ayahnya. Aku tidak tahu harus membalas apa, tapi izinkan aku memblokir nomormu sekarang./

Jung Ki langsung bergerak cepat memblokir nomor asing itu untuk menyelesaikannya dengan cepat. Hanya saja dia kembali gagal karena nomor yang sama langsung menelfon untuknya.

Jung Ki yang saat itu tidak siap benar-benar dibuat terkejut dan tidak melakukan apapun.

Ketakutannya hanya satu. Bisa saja pria itu hanya pembohong, ditahun seperti sekarang orang yang berpura-pura menjadi orang lain sangat banyak. Oleh karena itu Jung Ki hanya brushaa menjauhinya.

"Hallo?"

Jung Ki pada akhirnya mengangkat panggilan dari seseornag yang beberapa kali mengganggunya.

Pria itu tidak berushaa menjawab, hanya ingin mendengarkan dengan baik pria itu berbicara. Sejauh apa pria itu melakukan hal gila itu, berpura-pira menjadi irnag lain.

"Hallo, Jeon kau di sana?"

"Baiklah, aku akan langsung berbicara saja padamu. Sebelum kau mematikan sambungan telefon ini."

"Dengar, Jeon. Aku hanya ingin kau selalu ada di samping putraku, apapun yang terjadi. Aku tidak yakin jika ibunya akan membuatnya berada di satu titik yang bagus, jika hubunganmu dengan putraku sampai terdengar ke telinga ibunya aku tidak yakin kau dan putraku baik-baik saja."

"Aku mengatakan ini dengan sangat bodoh, Jeon. Hanya saja aku ingin membuatku percaya jika aku benar-benar ayah pacarmu."

Jeon Jung Ki masih diam saja, pria itu tidak angkat bicara sama sekali karena dia tidak tahu harus mengatakan apa.

"Jeon kau mendengarku?"

"Terdengar lucu jika aku mengatakan ini berkali-kali, tapi aku hanya ingin mengatakan padamu jika aku tidak bisa datang untuk membantu kalian."

Jung Ki menghela nafasnya berat, dia mulai sedikit berbicara untuk mencaritahu kebenarannya.

"Apa kau benar-benar pria itu?"

"Ya."

"Maaf paman, tapi Kak Tae Woo sama sekali tidak pernah membicarakanmu."

"Aku tahu, karena itu aku meminta bantuanmu."

"Paman aku tidak percaya padamu begitu saja, bisa saja kau bukan orang yang seharusnya aku percayai. Siapapun bisa membohongiku."

"Baiklah aku tahu, jika begitu kau mau bertemu denganku bulan depan?"

Jung Ki memutar bola matanya malas, dia langsung mematikan sambungan telefon sepihak dan Jung Ki memilih langsung memblokir nomor telfon tersebut.

Hanya saja sesaat Jung Ki sedang memblokir nomor tersebut Jung Ki mendapat satu pesan yang belum sempat dia baca.

/Jeon Jung Ki, aku percayakan putraku padamu. Aku akan datang untuk bertemu denganmu kapanpun itu, tanyakan saja pada Tae Woo jika kau butuh kebenarannya Jeon./

Pesan terakhirnya sedikit ambigu, dan sekarang Jung Ki benar-benar dibuat bingung. Kepalanya benar-benar dipaksa untuk berpikir dan mengolah hal mengejutkan untuknya.

"Ayah Kak Tae Woo?"

"Tapi aku sama sekali tidak tahu apakah ayahnya tidak tinggal dengan Kak Tae Woo."

"Tunggu--- tapi aku benar-benar tidak mempermasalahkan apapun. Aku tidak harus percaya dengan ucapan pria itu, bisa saja pria itu hanya pembohong dan pendongeng handal."

Jung Ki menggigit bibirnya sedikit gusar, gugup mulai menyelimutinya, dia membuka room chatnya dengan Tae Woo. Ada beberapa ketakutan permanen yang membuat Jung Ki takut untuk bertanya.

Sejujurnya jika hal buruk itu benar-benar menimpa Kim Tae Woo Jung Ki sepertinya tahu bagaimana perasaannya. Sangat buruk, tidak berenergi, menyakitkan, dan sensitif.

Jung Ki juga masih sangat sensirif jka Min Yoon Seok membahas kedua orang tuanya, kematian kedua orang tuanya, dan kronologinya. Jung Ki seperti memiliki perasaan sangat buruk yang tudak akan prnah bisa sembuh. Dan hanya dia yang tahu soal itu.

"Kak, maafkan aku, aku tahu ini akan membuatku sakit hati, tapi aku sangat tidak nyaman jika pria itu memberi masalah ini dan menghantui isi kepalaku sejak tadi." Jung Ki pada akhirnya menghala nafasnya gugup dan mulai mengirim pesan untuk Kim Tae Woo.

/Kak Tae Woo kau sudah tidur?/

/Baiklah baca pesanku besok pagi, ini masalah serius. Tapi jika kau tidak bisa membacanya dan langsung ingin membahasnya dengan bertemu langsung dan membahasnya jika kau mau./

/Kak, seseorang menghubungiku melalui pesan ponsel. Tadi malam, aku tidak meladeni awalnya, hanya saja pria itu terus membuatku penasaran, dia mengatakan jika dia orang berharga untukmu, aku harus menjaga dan melindungiku./

/Maaf sebelumnya, apa hubunganmu dengan ayahmu sedang tidak baik-baik saja? Apa pria itu pergi dari rumah, Kak? Dia mengatakan padaku jika aku harus selalu ada untukmu. Tenang saja Kak aku akan selalu ada untukmu, di sampingku selamanya./

/Jadi, apakah dia benar-benar ayahmu Kak Tae Woo? Aku memblokir nomor kontaknya./

Kaliann terkejut?

sakasaf_storycreators' thoughts