"Ada perlu apa mah?. " Tanya Gibran ketika baru saja mendaratkan bokongnya disofa miliknya disamping sang mamah.
~New Chaps~
"Mamah ingin bicara sesuatu denganmu. " Ujar mamah Maria.
"Silahkan mah." Sahut Gibran.
"Apa benar kamu masih dingin kepada Anna? " Tanya mamah Maria ragu.
"Kenapa mamah bertanya seperti itu? " Pria berkulit putih pucat itu juga menjawabnya dengan pertanyaan.
"Nak, sebaiknya kamu berubah, kamu tidak boleh terus menerus bersikap seperti itu kepada dia. Karena bagaimanapun juga dia sepupu adikmu, masa sih kamu tega kepadanya?. " Tutur mamah Maria lembut.
"Itu salah dia sendiri mah, kenapa dia seorang perempuan jika saja dia seorang laki-laki aku tidak mungkin bersikap seperti ini." Sahut pria berkulit putih pucat itu datar namun justru terdengar konyol di indera pendengarannya mamah Maria.
"Apa bedanya laki-laki dan perempuan? " Tanya mamah Maria tidak mengerti.
"Tentu saja berbeda mah, semua perempuan itu sukanya menyakiti perasaan seorang laki-laki apalagi jika anak dari orang berada, bisanya hanya memeras saja kecuali mamah. " Ujar Gibran dengan nada penuh penekanan. "Dan aku yakin bahwa dia tidak jauh berbeda dengan perempuan diluar sana. " Sambungnya.
"Kamu salah Gib, setiap orang sifatnya berbeda-beda. Begitu juga dengan Anna, dia tidak mempunyai sifat yang seperti didalam pikiranmu." Tutur mamah Maria panjang lebar. "Lalu apa hubungannya kamu bersikap seperti itu kepada seorang perempuan seperti dia?." Sambungnya dengan pertanyaan.
"Mamah lupa ya dengan faktaku bahwa aku sangat membenci perempuan, aku bersikap seperti ini kepada dia karena kejadian itu tak mau terulang kedua kalinya. " Cecar Gibran frustasi.
"Yaampun Gibran, jadi itu yang menjadi alasanmu?. Gib, percayalah kepada mamah dia sangat jauh berbeda dengan Bella, mantan kekasihmu. Pokoknya mamah tidak mau tahu kamu harus tetap berubah. " Ucap mamah Maria tak habis pikir dengan jalan pikiran putra sulungnya.
"Baiklah mah, aku akan berusaha. " Sahut Gibran pasrah.
"Mamah pegang janji kamu. " Kata mamah Maria. "Yaudah kalau begitu mamah keluar ya. " Sambungnya.
"Iya mah. " Jawab Gibran singkat.
Kemudian mamah Maria keluar, selang 10 menit pintu kembali terbuka pelakunya adalah si bungsu dari keluarga Pradipta tentu saja hal ini membuat pria berkulit putih pucat itu merasa jengkel.
"Ada perlu apa kau kemari?. " Tanya Gibran menusuk.
Bukannya menjawab pria berlesung pipi itu justru melanjutkan nasihat mamah Maria.
"Bang apa yang diucapkan oleh mamah barusan itu benar, kau harus berubah. " Ujar John.
"Jadi kau ingin menasehati ku juga?. " Sahut Gibran kesal.
"Maaf bang bukannya aku lancang namun aku peduli kepadamu, selain itu aku kasihan kepada Anna yang menjadi sasarannya abang. Jadi aku mohon banget sama bang Gibran, tolong jangan bersikap seperti itu lagi kepadanya. " Tutur John panjang lebar.
"Terserah aku, mau bersikap apapun kepada dia toh perempuan itu sendiri menerimanya. Kenapa kamu yang repot?. " Cecar Gibran tak terima.
"Mungkin itu menurut bang Gibran, tapi kenyataannya dia sedih bang. " Ucap John. "Sekarang aku tanya sama abang, apa bang Gibran masih ingat waktu abang minta bantuan kepada dia tentang pelajaran matematika dan diserang oleh geng BB?. " Sambungnya.
"Ingat." Sahut Gibran singkat, padat dan jelas.
"Dia terlihat sangat bahagia, dia mengira bahwa sifat abang akan berubah tapi ternyata semua harapannya sia-sia, itu sama saja kau ingin membuatnya depresi secara perlahan. " Cecar John frustasi karena kakaknya masih saja bersikap sedingin kutub utara. "Hari ini aku melihat dia murung sejak pagi, aku yakin bukan hanya kelelahan, pasti dia sedang ada masalah. " Sambungnya.
"Aku tidak ingin melihat dia depresi. " Gumam Gibran.
"Yaudah kalau begitu abang harus berubah. " Titah John.
"Tapi John, ini sulit bagiku. " Sahut Gibran pasrah.
"Aku mengerti bang, mungkin membutuhkan waktu yang cukup lama untuk abang. Tapi setidaknya bang Gibran biasakan dahulu melalui Anna. " Ujar John memberi support kepada kakaknya. "Yaudah kalau begitu aku keluar ya bang. " Sambungnya.
Pria berkulit putih pucat itu hanya berdeham sebagai jawabannya.
~𝘧𝘭𝘢𝘴𝘩 𝘣𝘢𝘤𝘬~
𝘋𝘪𝘱𝘢𝘨𝘪 𝘩𝘢𝘳𝘪 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘤𝘦𝘳𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘳𝘪𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘶𝘭𝘪𝘵 𝘱𝘶𝘵𝘪𝘩 𝘱𝘶𝘤𝘢𝘵 𝘴𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘳𝘢𝘱𝘪𝘩 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘳𝘢𝘨𝘢𝘮 𝘴𝘦𝘬𝘰𝘭𝘢𝘩 𝘯𝘺𝘢, 𝘥𝘪𝘢 𝘯𝘢𝘮𝘱𝘢𝘬 𝘣𝘦𝘨𝘪𝘵𝘶 𝘴𝘦𝘮𝘢𝘯𝘨𝘢𝘵 𝘵𝘦𝘳𝘭𝘪𝘩𝘢𝘵 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘴𝘦𝘯𝘺𝘶𝘮 𝘭𝘦𝘣𝘢𝘳𝘯𝘺𝘢 𝘵𝘢𝘬 𝘩𝘪𝘭𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘢𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘥𝘪𝘬𝘪𝘵𝘱𝘶𝘯 𝘸𝘢𝘫𝘢𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘱𝘶𝘯 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘦𝘳𝘪 𝘴𝘦𝘳𝘪 𝘴𝘦𝘩𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘶𝘯𝘥𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘦𝘳𝘩𝘢𝘵𝘪𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘥𝘶𝘢 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘶𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘫𝘶𝘨𝘢 𝘴𝘢𝘶𝘥𝘢𝘳𝘢 𝘬𝘢𝘯𝘥𝘶𝘯𝘨𝘯𝘺𝘢.
"𝘎𝘪𝘣𝘳𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘶 𝘵𝘦𝘳𝘭𝘪𝘩𝘢𝘵 𝘣𝘦𝘨𝘪𝘵𝘶 𝘴𝘦𝘮𝘢𝘯𝘨𝘢𝘵 𝘢𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘶𝘢𝘵 𝘮𝘶 𝘣𝘦𝘨𝘪𝘯𝘪?." 𝘛𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘱𝘢𝘱𝘢𝘩 𝘠𝘢𝘯𝘶𝘢𝘳.
𝘐𝘺𝘢 𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳 𝘱𝘳𝘪𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘴𝘦𝘣𝘶𝘵 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘎𝘪𝘣𝘳𝘢𝘯 𝘙𝘢𝘧𝘢𝘦𝘭 𝘗𝘳𝘢𝘥𝘪𝘱𝘵𝘢 𝘢𝘵𝘢𝘶 𝘭𝘦𝘣𝘪𝘩 𝘥𝘪 𝘬𝘦𝘯𝘢𝘭 𝘎𝘪𝘣𝘳𝘢𝘯.
"𝘈_𝘬𝘶.. 𝘈_𝘬𝘶 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘴𝘦𝘮𝘢𝘯𝘨𝘢𝘵 𝘱𝘢𝘩. " 𝘑𝘢𝘸𝘢𝘣 𝘎𝘪𝘣𝘳𝘢𝘯 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘨𝘶𝘮𝘮𝘺 𝘴𝘮𝘪𝘭𝘦 𝘯𝘺𝘢.
"𝘉𝘦𝘯𝘢𝘳𝘬𝘢𝘩? 𝘛𝘢𝘬 𝘢𝘥𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘭𝘢𝘪𝘯 𝘬𝘢𝘯?." 𝘛𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘢𝘮𝘢𝘩 𝘔𝘢𝘳𝘪𝘢 𝘤𝘶𝘳𝘪𝘨𝘢.
"𝘉𝘰𝘩𝘰𝘯𝘨 𝘮𝘢𝘩, 𝘱𝘢𝘩, 𝘣𝘢𝘯𝘨 𝘎𝘪𝘣𝘳𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘥𝘢𝘯𝘨 𝘧𝘢𝘭𝘭 𝘪𝘯 𝘭𝘰𝘷𝘦 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘬𝘢𝘬 𝘉𝘦𝘭𝘭𝘢 𝘮𝘢𝘬𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘥𝘪𝘢 𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘴𝘦𝘮𝘢𝘯𝘨𝘢𝘵 𝘣𝘦𝘨𝘪𝘯𝘪." 𝘜𝘫𝘢𝘳 𝘑𝘰𝘩𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘰𝘯𝘨𝘬𝘢𝘳 𝘳𝘢𝘩𝘢𝘴𝘪𝘢 𝘬𝘢𝘬𝘢𝘬 𝘯𝘺𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘴𝘦𝘣𝘶𝘵.
"𝘠𝘢𝘬𝘬 𝘑𝘰𝘩𝘯 𝘬𝘦𝘯𝘢𝘱𝘢 𝘬𝘢𝘶 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳𝘪𝘵𝘢𝘩𝘶 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢?." 𝘛𝘦𝘳𝘪𝘢𝘬 𝘎𝘪𝘣𝘳𝘢𝘯 𝘵𝘢𝘬 𝘴𝘶𝘬𝘢. 𝘚𝘦𝘥𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢𝘯 𝘑𝘰𝘩𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘤𝘶𝘯𝘨𝘬𝘢𝘯 𝘫𝘢𝘳𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘝 𝘴𝘪𝘨𝘯.
"𝘖𝘩 𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘱𝘶𝘵𝘳𝘢 𝘴𝘶𝘭𝘶𝘯𝘨𝘯𝘺𝘢 𝘱𝘢𝘱𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘥𝘢𝘯𝘨 𝘫𝘢𝘵𝘶𝘩 𝘤𝘪𝘯𝘵𝘢 𝘯𝘪𝘩?." 𝘎𝘰𝘥𝘢 𝘱𝘢𝘱𝘢𝘩 𝘠𝘢𝘯𝘶𝘢𝘳.
"𝘈𝘱𝘢𝘢𝘯 𝘴𝘪𝘩 𝘱𝘢𝘩 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘥𝘢 𝘬𝘰𝘬, 𝘫𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘤𝘢𝘺𝘢 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘶𝘤𝘢𝘱𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢 𝘑𝘰𝘩𝘯." 𝘑𝘢𝘸𝘢𝘣 𝘎𝘪𝘣𝘳𝘢𝘯 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘸𝘢𝘫𝘢𝘩 𝘮𝘢𝘭𝘶 𝘮𝘢𝘭𝘶 𝘬𝘶𝘤𝘪𝘯𝘨, 𝘱𝘪𝘱𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘳𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘳𝘰𝘯𝘢.
"𝘠𝘢𝘬𝘪𝘯 𝘯𝘪𝘩 ? 𝘔𝘢𝘴𝘢 𝘸𝘢𝘫𝘢𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘢𝘣𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘭𝘶𝘴𝘩𝘪𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘨𝘪𝘵𝘶?." 𝘛𝘪𝘮𝘱𝘢𝘭 𝘑𝘰𝘩𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘪𝘬𝘶𝘵 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘨𝘰𝘥𝘢 𝘯𝘺𝘢.
"𝘏𝘦𝘪 𝘣𝘦𝘳𝘩𝘦𝘯𝘵𝘪𝘭𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘨𝘰𝘥𝘢 𝘎𝘪𝘣𝘳𝘢𝘯, 𝘫𝘪𝘬𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘢 𝘴𝘦𝘥𝘢𝘯𝘨 𝘫𝘢𝘵𝘶𝘩 𝘤𝘪𝘯𝘵𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘢𝘳𝘵𝘪 𝘣𝘢𝘨𝘶𝘴𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘪𝘢 𝘯𝘰𝘳𝘮𝘢𝘭." 𝘜𝘫𝘢𝘳 𝘮𝘢𝘮𝘢𝘩 𝘔𝘢𝘳𝘪𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘦𝘯𝘨𝘢𝘩𝘪.
"𝘒𝘢𝘶 𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳 𝘮𝘢𝘩, 𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘎𝘪𝘣 𝘬𝘢𝘶 𝘫𝘶𝘨𝘢 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘣𝘦𝘭𝘢𝘫𝘢𝘳 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘨𝘪𝘢𝘵 𝘫𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘬𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘢𝘴𝘮𝘢𝘳𝘢 𝘴𝘦𝘬𝘰𝘭𝘢𝘩𝘮𝘶 𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘣𝘦𝘳𝘮𝘢𝘭𝘢𝘴-𝘮𝘢𝘭𝘢𝘴𝘢𝘯." 𝘚𝘢𝘩𝘶𝘵 𝘱𝘢𝘱𝘢𝘩 𝘠𝘢𝘯𝘶𝘢𝘳 𝘴𝘢𝘮𝘣𝘪𝘭 𝘮𝘦𝘯𝘢𝘴𝘦𝘩𝘢𝘵𝘪 𝘱𝘶𝘵𝘳𝘢 𝘴𝘶𝘭𝘶𝘯𝘨𝘯𝘺𝘢.
"𝘐𝘺𝘢 𝘱𝘢𝘩." 𝘑𝘢𝘸𝘢𝘣 𝘎𝘪𝘣𝘳𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘮𝘢𝘯𝘨𝘢𝘵.
"𝘒𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘴𝘦𝘯𝘥𝘪𝘳𝘪 𝘣𝘢𝘨𝘢𝘪𝘮𝘢𝘯𝘢?." 𝘛𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘱𝘢𝘱𝘢𝘩 𝘠𝘢𝘯𝘶𝘢𝘳 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘱𝘶𝘵𝘳𝘢 𝘣𝘶𝘯𝘨𝘴𝘶𝘯𝘺𝘢.
"𝘒𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘢𝘬𝘶 𝘴𝘪𝘩 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘢𝘶 𝘧𝘰𝘬𝘶𝘴 𝘣𝘦𝘭𝘢𝘫𝘢𝘳 𝘥𝘶𝘭𝘶𝘱𝘢𝘩, 𝘯𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘬𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘴𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘭𝘶𝘭𝘶𝘴 𝘴𝘦𝘬𝘰𝘭𝘢𝘩 𝘣𝘢𝘳𝘶 𝘢𝘬𝘶 𝘮𝘦𝘮𝘪𝘬𝘪𝘳𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘰𝘢𝘭 𝘢𝘴𝘮𝘢𝘳𝘢." 𝘑𝘦𝘭𝘢𝘴 𝘑𝘰𝘩𝘯.
𝘒𝘦𝘥𝘶𝘢 𝘱𝘢𝘴𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘱𝘢𝘳𝘶𝘩 𝘣𝘢𝘺𝘢 𝘪𝘵𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯𝘨𝘨𝘶𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘦𝘳𝘵𝘪.
𝘚𝘔𝘈 8 𝘑𝘈𝘒𝘈𝘙𝘛𝘈
𝘒𝘦𝘥𝘶𝘢 𝘱𝘳𝘪𝘢 𝘵𝘢𝘮𝘱𝘢𝘯 𝘪𝘵𝘶 𝘴𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘴𝘢𝘮𝘱𝘢𝘪 𝘥𝘪𝘴𝘦𝘬𝘰𝘭𝘢𝘩 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘢𝘯𝘨𝘢𝘵 𝘮𝘦𝘨𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘴𝘦𝘨𝘦𝘳𝘢 𝘮𝘢𝘴𝘶𝘬 𝘬𝘦𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘬𝘦𝘭𝘢𝘴𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘢𝘴𝘪𝘯𝘨-𝘮𝘢𝘴𝘪𝘯𝘨. 𝘗𝘳𝘪𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘶𝘭𝘪𝘵 𝘱𝘶𝘵𝘪𝘩 𝘱𝘶𝘤𝘢𝘵 𝘪𝘵𝘶 𝘮𝘢𝘴𝘶𝘬 𝘬𝘦𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘬𝘦𝘭𝘢𝘴 𝘟𝘐 𝘈, 𝘺𝘢 𝘴𝘢𝘢𝘵 𝘪𝘵𝘶 𝘎𝘪𝘣𝘳𝘢𝘯 𝘮𝘢𝘴𝘪𝘩 𝘬𝘦𝘭𝘢𝘴 𝘟𝘐 𝘨𝘶𝘺𝘴. 𝘋𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘸𝘢𝘫𝘢𝘩 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘢𝘴𝘪𝘩 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘦𝘳𝘪 𝘪𝘢 𝘴𝘦𝘨𝘦𝘳𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘩𝘢𝘮𝘱𝘪𝘳𝘪 𝘬𝘦𝘥𝘶𝘢 𝘴𝘢𝘩𝘢𝘣𝘢𝘵𝘯𝘺𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘴𝘦𝘣𝘶𝘵 𝘺𝘢𝘪𝘵𝘶 𝘈𝘥𝘯𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘯 𝘉𝘳𝘪𝘢𝘯.
"𝘏𝘦𝘪 𝘬𝘢𝘶 𝘮𝘢𝘬𝘪𝘯 𝘩𝘢𝘳𝘪 𝘮𝘢𝘬𝘪𝘯 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘦𝘮𝘢𝘯𝘨𝘢𝘵 𝘴𝘢𝘫𝘢." 𝘜𝘫𝘢𝘳 𝘈𝘥𝘯𝘢𝘯.
"𝘔𝘢𝘬𝘭𝘶𝘮𝘭𝘢𝘩 𝘕𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘢 𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘥𝘢𝘯𝘨 𝘫𝘢𝘵𝘶𝘩 𝘤𝘪𝘯𝘵𝘢 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘉𝘦𝘭𝘭𝘢." 𝘚𝘦𝘭𝘢 𝘉𝘳𝘪𝘢𝘯.
"𝘖𝘩 𝘪𝘺𝘢 𝘬𝘢𝘶 𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳 𝘫𝘶𝘨𝘢 𝘉𝘳𝘪𝘢𝘯, 𝘢𝘬𝘶 𝘩𝘢𝘮𝘱𝘪𝘳 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘮𝘦𝘭𝘶𝘱𝘢𝘬𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢." 𝘚𝘢𝘩𝘶𝘵 𝘈𝘥𝘯𝘢𝘯.
"𝘈𝘱𝘢𝘢𝘯 𝘴𝘪𝘩 𝘬𝘢𝘯 𝘣𝘪𝘢𝘴𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘫𝘶𝘨𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘴𝘦𝘮𝘢𝘯𝘨𝘢𝘵." 𝘚𝘢𝘩𝘶𝘵 𝘎𝘪𝘣𝘳𝘢𝘯 𝘮𝘢𝘭𝘶-𝘮𝘢𝘭𝘶.
"𝘏𝘦𝘪 𝘬𝘢𝘶 𝘫𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘨𝘪𝘵𝘶 𝘫𝘪𝘬𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘢𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘪𝘯𝘵𝘢𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘦𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴𝘯𝘺𝘢 𝘬𝘢𝘶 𝘴𝘦𝘨𝘦𝘳𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘥𝘦𝘬𝘢𝘵𝘪 𝘯𝘺𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘫𝘢𝘬𝘯𝘺𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘦𝘯𝘤𝘢𝘯, 𝘯𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘬𝘦𝘣𝘶𝘳𝘶 𝘥𝘪 𝘴𝘪𝘬𝘢𝘵 𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘭𝘢𝘪𝘯 𝘭𝘰𝘩." 𝘜𝘫𝘢𝘳 𝘈𝘥𝘯𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳𝘪 𝘥𝘶𝘬𝘶𝘯𝘨𝘢𝘯.
"𝘈𝘥𝘯𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳 𝘎𝘪𝘣, 𝘴𝘪𝘢𝘱𝘢 𝘵𝘢𝘩𝘶 𝘯𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘢𝘬𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘭𝘢𝘬𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘯𝘺𝘢." 𝘊𝘢𝘯𝘥𝘢 𝘉𝘳𝘪𝘢𝘯 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘯𝘺𝘶𝘮 𝘸𝘢𝘵𝘢𝘥𝘰𝘴𝘯𝘺𝘢.
"𝘠𝘢𝘬𝘬 𝘉𝘳𝘪𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘶 𝘴𝘢𝘩𝘢𝘣𝘢𝘵𝘬𝘶 𝘢𝘵𝘢𝘶 𝘣𝘶𝘬𝘢𝘯?." 𝘛𝘦𝘳𝘪𝘢𝘬 𝘎𝘪𝘣𝘳𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘴𝘢𝘭.
" 𝘏𝘦𝘩𝘦𝘩𝘦 𝘣𝘦𝘳𝘤𝘢𝘯𝘥𝘢 𝘢𝘫𝘢 𝘬𝘰𝘬, 𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘮𝘶𝘯𝘨𝘬𝘪𝘯 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘦𝘨𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘪𝘬𝘶𝘯𝘨 𝘴𝘢𝘩𝘢𝘣𝘢𝘵𝘬𝘶 𝘴𝘦𝘯𝘥𝘪𝘳𝘪." 𝘑𝘢𝘸𝘢𝘣 𝘉𝘳𝘪𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘯 𝘪𝘵𝘶 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘶𝘢𝘵 𝘱𝘳𝘪𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘶𝘭𝘪𝘵 𝘱𝘶𝘵𝘪𝘩 𝘱𝘶𝘤𝘢𝘵 𝘪𝘵𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘯𝘢𝘧𝘢𝘴 𝘭𝘦𝘨𝘢.
𝘚𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘬𝘢𝘵𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘬𝘦𝘥𝘶𝘢 𝘴𝘢𝘩𝘢𝘣𝘢𝘵𝘯𝘺𝘢 𝘬𝘪𝘯𝘪 𝘱𝘳𝘪𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘶𝘭𝘪𝘵 𝘱𝘶𝘵𝘪𝘩 𝘱𝘶𝘤𝘢𝘵 𝘪𝘵𝘶 𝘴𝘦𝘨𝘦𝘳𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘵𝘪𝘯𝘥𝘢𝘬 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘥𝘦𝘬𝘢𝘵𝘪 𝘉𝘦𝘭𝘭𝘢, 𝘢𝘸𝘢𝘭𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘦𝘳𝘢𝘴𝘢 𝘴𝘢𝘯𝘨𝘢𝘵 𝘤𝘢𝘯𝘨𝘨𝘶𝘯𝘨 𝘯𝘢𝘮𝘶𝘯 𝘴𝘦𝘮𝘢𝘬𝘪𝘯 𝘭𝘢𝘮𝘢 𝘩𝘶𝘣𝘶𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘴𝘦𝘮𝘢𝘬𝘪𝘯 𝘥𝘦𝘬𝘢𝘵 𝘩𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢 𝘢𝘬𝘩𝘪𝘳𝘯𝘺𝘢 𝘎𝘪𝘣𝘳𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘫𝘢𝘬 𝘉𝘦𝘭𝘭𝘢 𝘥𝘪𝘯𝘯𝘦𝘳 𝘥𝘪𝘴𝘦𝘣𝘶𝘢𝘩 𝘤𝘢𝘧𝘦𝘵𝘢𝘳𝘪𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘥𝘦𝘳𝘩𝘢𝘯𝘢 𝘯𝘢𝘮𝘶𝘯 𝘦𝘭𝘦𝘨𝘢𝘯𝘵 𝘥𝘪𝘢 𝘴𝘦𝘯𝘨𝘢𝘫𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘦𝘴𝘢𝘯 𝘳𝘶𝘢𝘯𝘨 𝘝𝘐𝘗 𝘢𝘨𝘢𝘳 𝘵𝘦𝘳𝘬𝘦𝘴𝘢𝘯 𝘳𝘰𝘮𝘢𝘯𝘵𝘪𝘴.
𝘋𝘪𝘴𝘢𝘢𝘵 𝘪𝘯𝘨𝘪𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘶𝘵𝘢𝘳𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘪𝘴𝘪 𝘩𝘢𝘵𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘱𝘳𝘪𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘶𝘭𝘪𝘵 𝘱𝘶𝘵𝘪𝘩 𝘱𝘶𝘤𝘢𝘵 𝘪𝘵𝘶 𝘮𝘦𝘳𝘢𝘴𝘢 𝘨𝘶𝘨𝘶𝘱 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘨𝘦𝘯𝘢𝘱 𝘬𝘦𝘣𝘦𝘳𝘢𝘯𝘪𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘭𝘶𝘵𝘶𝘵 𝘥𝘪𝘩𝘢𝘥𝘢𝘱𝘢𝘯 𝘴𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘶𝘫𝘢𝘢𝘯 𝘩𝘢𝘵𝘪𝘯𝘺𝘢.
"𝘒𝘢𝘭𝘢𝘬𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘢𝘵𝘢𝘱 𝘣𝘰𝘭𝘢 𝘮𝘢𝘵𝘢𝘮𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘪𝘯𝘥𝘢𝘩, 𝘬𝘶𝘵𝘦𝘮𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘯𝘶𝘢𝘯𝘴𝘢 𝘣𝘦𝘯𝘪𝘯𝘨 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘥𝘪𝘳𝘪𝘮𝘶. 𝘒𝘦𝘨𝘢𝘭𝘢𝘶𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘨𝘪𝘵𝘶 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘬𝘪𝘯𝘪 𝘬𝘶 𝘴𝘪𝘳𝘢𝘮𝘪 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘯𝘪𝘩-𝘣𝘦𝘯𝘪𝘩 𝘤𝘪𝘯𝘵𝘢. 𝘋𝘢𝘯 𝘢𝘬𝘶 𝘪𝘯𝘨𝘪𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘶𝘯𝘨𝘬𝘢𝘱𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘭𝘶𝘳𝘶𝘩 𝘱𝘦𝘳𝘢𝘴𝘢𝘢𝘯𝘬𝘶, 𝘐 𝘭𝘰𝘷𝘦 𝘺𝘰𝘶 𝘉𝘦𝘭𝘭𝘢." 𝘜𝘯𝘨𝘬𝘢𝘱 𝘎𝘪𝘣𝘳𝘢𝘯 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘨𝘶𝘯𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘵𝘢-𝘬𝘢𝘵𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘦𝘳𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘳 𝘱𝘶𝘪𝘵𝘪𝘴 𝘴𝘢𝘮𝘣𝘪𝘭 𝘮𝘦𝘯𝘢𝘵𝘢𝘱 𝘩𝘢𝘯𝘨𝘢𝘵 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘨𝘢𝘥𝘪𝘴 𝘵𝘦𝘳𝘴𝘦𝘣𝘶𝘵.
"𝘒𝘢𝘶 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘶𝘬𝘢𝘯𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘶𝘢𝘵𝘶 𝘬𝘦𝘢𝘫𝘢𝘪𝘣𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘶𝘢𝘵 𝘣𝘶𝘮𝘪 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘪𝘭𝘢𝘶 𝘪𝘯𝘥𝘢𝘩, 𝘯𝘢𝘮𝘶𝘯 𝘩𝘢𝘵𝘪 𝘬𝘦𝘤𝘪𝘭𝘬𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢 𝘣𝘢𝘩𝘸𝘢 𝘬𝘢𝘶 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘶𝘢𝘵𝘶 𝘮𝘶𝘬𝘫𝘪𝘻𝘢𝘵 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘢𝘬 𝘵𝘦𝘳𝘵𝘢𝘯𝘥𝘪𝘯𝘨𝘪 𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘢𝘱𝘢𝘱𝘶𝘯 𝘥𝘪𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱 𝘥𝘢𝘯 𝘫𝘪𝘸𝘢𝘬𝘶. 𝘐 𝘭𝘰𝘷𝘦 𝘺𝘰𝘶 𝘵𝘰𝘰 𝘎𝘪𝘣𝘳𝘢𝘯. " 𝘎𝘢𝘥𝘪𝘴 𝘪𝘵𝘶 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘢𝘭𝘢𝘴𝘯𝘺𝘢 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘩𝘢𝘭 𝘴𝘦𝘳𝘶𝘱𝘢.
𝘗𝘳𝘪𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘶𝘭𝘪𝘵 𝘱𝘶𝘵𝘪𝘩 𝘱𝘶𝘤𝘢𝘵 𝘪𝘵𝘶 𝘴𝘦𝘨𝘦𝘳𝘢 𝘣𝘢𝘯𝘨𝘬𝘪𝘵 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘣𝘶𝘤𝘬𝘦𝘵 𝘣𝘶𝘯𝘨𝘢 𝘮𝘢𝘸𝘢𝘳 𝘮𝘦𝘳𝘢𝘩 𝘥𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘬𝘢𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘭𝘶𝘯𝘨 𝘭𝘪𝘰𝘯𝘵𝘪𝘯 𝘥𝘪𝘭𝘦𝘩𝘦𝘳 𝘉𝘦𝘭𝘭𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘯𝘰𝘵𝘢𝘣𝘦𝘯𝘦 𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘣𝘢𝘨𝘢𝘪 𝘬𝘦𝘬𝘢𝘴𝘪𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘴𝘦𝘣𝘶𝘵. 𝘗𝘢𝘴𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘫𝘰𝘭𝘪 𝘪𝘵𝘶 𝘱𝘶𝘯 𝘮𝘦𝘭𝘢𝘬𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘤𝘪𝘶𝘮𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘬𝘪𝘭𝘢𝘴 𝘥𝘪𝘮𝘢𝘵𝘢 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘥𝘶𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘨𝘢𝘮𝘣𝘢𝘳𝘬𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘯𝘪𝘩 𝘣𝘦𝘯𝘪𝘩 𝘤𝘪𝘯𝘵𝘢.
𝘚𝘦𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘳𝘦𝘴𝘮𝘪 𝘣𝘦𝘳𝘱𝘢𝘤𝘢𝘳𝘢𝘯 𝘎𝘪𝘣𝘳𝘢𝘯𝘴𝘦𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘶𝘳𝘶𝘵𝘪 𝘱𝘦𝘳𝘮𝘪𝘯𝘵𝘢𝘢𝘯 𝘨𝘢𝘥𝘪𝘴𝘯𝘺𝘢, 𝘥𝘪𝘢 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘪𝘯𝘨𝘪𝘯 𝘬𝘦𝘣𝘢𝘩𝘢𝘨𝘪𝘢𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘬𝘢𝘴𝘪𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘩𝘪𝘭𝘢𝘯𝘨. 𝘚𝘦𝘵𝘪𝘢𝘱 𝘢𝘬𝘩𝘪𝘳 𝘱𝘦𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘩𝘢𝘣𝘪𝘴𝘬𝘢𝘯 𝘸𝘢𝘬𝘵𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘴𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪 𝘫𝘢𝘭𝘢𝘯 𝘫𝘢𝘭𝘢𝘯 𝘬𝘦 𝘗𝘢𝘯𝘵𝘢𝘪 𝘈𝘯𝘤𝘰𝘭, 𝘱𝘶𝘯𝘤𝘢𝘬 𝘉𝘰𝘨𝘰𝘳 𝘥𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘮𝘱𝘢𝘵-𝘵𝘦𝘮𝘱𝘢𝘵 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘪𝘯𝘥𝘢𝘩 𝘭𝘢𝘪𝘯𝘯𝘺𝘢 𝘣𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘳𝘬𝘢𝘥𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘩𝘢𝘣𝘪𝘴𝘬𝘢𝘯 𝘣𝘭𝘢𝘤𝘬 𝘤𝘢𝘳𝘥𝘯𝘺𝘢 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘴𝘩𝘰𝘱𝘱𝘪𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘮𝘢𝘭𝘭 𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘎𝘪𝘣𝘳𝘢𝘯 𝘫𝘶𝘴𝘵𝘳𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘬𝘦𝘣𝘦𝘳𝘢𝘵𝘢𝘯 𝘢𝘵𝘢𝘶 𝘮𝘦𝘳𝘢𝘴𝘢 𝘬𝘦𝘴𝘢𝘭 𝘺𝘢 𝘯𝘢𝘮𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘫𝘶𝘨𝘢 𝘭𝘢𝘨𝘪 𝘣𝘶𝘤𝘪𝘯 𝘵𝘪𝘯𝘨𝘬𝘢𝘵 𝘥𝘦𝘸𝘢.
𝘏𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢 𝘢𝘬𝘩𝘪𝘳𝘯𝘺𝘢 𝘱𝘳𝘪𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘶𝘭𝘪𝘵 𝘱𝘶𝘵𝘪𝘩 𝘱𝘶𝘤𝘢𝘵 𝘪𝘵𝘶 𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳-𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳 𝘬𝘦𝘩𝘢𝘣𝘪𝘴𝘢𝘯 𝘶𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘢𝘣𝘶𝘯𝘨𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢 𝘥𝘪𝘢 𝘫𝘢𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘭𝘢𝘯𝘫𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘭𝘦𝘣𝘪𝘩 𝘵𝘦𝘱𝘢𝘵𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘯𝘫𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘉𝘦𝘭𝘭𝘢 𝘭𝘢𝘨𝘪, 𝘩𝘶𝘣𝘶𝘯𝘨𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢 𝘱𝘶𝘯 𝘮𝘶𝘭𝘢𝘪 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘯𝘨𝘨𝘢𝘯𝘨 𝘨𝘢𝘥𝘪𝘴 𝘱𝘶𝘫𝘢𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘦𝘳𝘪𝘯𝘨 𝘮𝘢𝘳𝘢𝘩 𝘮𝘢𝘳𝘢𝘩 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘫𝘦𝘭𝘢𝘴 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘎𝘪𝘣𝘳𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘴𝘢𝘵𝘶 𝘢𝘭𝘢𝘴𝘢𝘯 𝘣𝘢𝘩𝘸𝘢 𝘱𝘳𝘪𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘶𝘭𝘪𝘵 𝘱𝘶𝘵𝘪𝘩 𝘱𝘶𝘤𝘢𝘵 𝘪𝘵𝘶 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘣𝘦𝘳𝘶𝘣𝘢𝘩 𝘥𝘢𝘯 𝘵𝘢𝘬 𝘴𝘢𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘭𝘢𝘨𝘪 𝘴𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪 𝘢𝘸𝘢𝘭 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘦𝘯𝘤𝘢𝘯.
𝘋𝘢𝘯 𝘢𝘯𝘦𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘢𝘢𝘵 𝘥𝘪𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘵𝘦𝘯𝘨𝘬𝘢𝘳 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘬𝘢𝘴𝘪𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘴𝘦𝘣𝘶𝘵 𝘉𝘳𝘪𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘩𝘪𝘭𝘢𝘯𝘨, 𝘥𝘪𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘰𝘣𝘢 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘣𝘦𝘳𝘧𝘪𝘬𝘪𝘳 𝘯𝘦𝘨𝘢𝘵𝘪𝘧 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘴𝘢𝘩𝘢𝘣𝘢𝘵𝘯𝘺𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘴𝘦𝘣𝘶𝘵 𝘮𝘦𝘴𝘬𝘪𝘱𝘶𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘦𝘳𝘯𝘢𝘩 𝘥𝘪𝘬𝘢𝘵𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘱𝘳𝘪𝘢 𝘵𝘪𝘵𝘪𝘴𝘢𝘯 𝘵𝘪𝘢𝘯𝘨 𝘪𝘵𝘶 𝘵𝘦𝘳𝘬𝘢𝘥𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘦𝘳𝘯𝘨𝘪𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘣𝘦𝘯𝘢𝘬𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘶𝘢𝘵 𝘯𝘺𝘢 𝘬𝘩𝘢𝘸𝘢𝘵𝘪𝘳.
𝘏𝘢𝘳𝘪 𝘮𝘪𝘯𝘨𝘨𝘶 𝘱𝘶𝘯 𝘵𝘪𝘣𝘢 𝘎𝘪𝘣𝘳𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘳𝘮𝘢𝘬𝘴𝘶𝘥 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘦𝘮𝘶𝘪 𝘬𝘦𝘬𝘢𝘴𝘪𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘫𝘢𝘬𝘯𝘺𝘢 𝘬𝘦 𝘮𝘢𝘭𝘭 𝘴𝘦𝘣𝘢𝘨𝘢𝘪 𝘶𝘤𝘢𝘱𝘢𝘯 𝘳𝘢𝘴𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘯𝘺𝘢 𝘯𝘢𝘮𝘶𝘯 𝘭𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘩𝘦𝘯𝘵𝘪 𝘬𝘦𝘵𝘪𝘬𝘢 𝘮𝘢𝘯𝘪𝘬 𝘵𝘢𝘫𝘢𝘮𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢𝘱 𝘥𝘶𝘢 𝘴𝘦𝘫𝘰𝘭𝘪 𝘴𝘦𝘥𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘳𝘤𝘶𝘮𝘣𝘶 𝘥𝘪 𝘵𝘢𝘮𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘱𝘢𝘵 𝘥𝘦𝘱𝘢𝘯 𝘳𝘶𝘮𝘢𝘩 𝘉𝘦𝘭𝘭𝘢 𝘴𝘦𝘯𝘥𝘪𝘳𝘪.
𝘋𝘪𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘨𝘦𝘭𝘦𝘯𝘨𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘭𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘤𝘦𝘱𝘢𝘵, 𝘪𝘯𝘪 𝘴𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪 𝘮𝘪𝘮𝘱𝘪 𝘣𝘶𝘳𝘶𝘬 𝘣𝘢𝘨𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘣𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘢 𝘭𝘦𝘣𝘪𝘩 𝘳𝘦𝘭𝘢 𝘥𝘪𝘵𝘢𝘮𝘱𝘢𝘳 𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘬𝘦𝘬𝘢𝘴𝘪𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘪𝘵𝘶 𝘥𝘢𝘳𝘪𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘴𝘦𝘣𝘶𝘢𝘩 𝘱𝘦𝘯𝘨𝘩𝘪𝘢𝘯𝘢𝘵𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘢 𝘥𝘢𝘱𝘢𝘵𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘭𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢𝘩 𝘤𝘶𝘬𝘶𝘱 𝘵𝘦𝘳𝘨𝘦𝘴𝘢 𝘥𝘪𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘦𝘨𝘶𝘳 𝘬𝘦𝘥𝘶𝘢 𝘪𝘯𝘴𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘳𝘣𝘦𝘥𝘢 𝘫𝘦𝘯𝘪𝘴 𝘬𝘦𝘭𝘢𝘮𝘪𝘯 𝘵𝘦𝘳𝘴𝘦𝘣𝘶𝘵 𝘴𝘦𝘩𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘴𝘱𝘰𝘯𝘵𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘮𝘦𝘳𝘢𝘴𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘬𝘦𝘫𝘶𝘵.
"𝘖𝘩 𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘪𝘯𝘪 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘶𝘢𝘵𝘮𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘶𝘣𝘢𝘩 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢𝘬𝘶 𝘮𝘢𝘳𝘢𝘩 𝘮𝘢𝘳𝘢𝘩 𝘵𝘢𝘬 𝘫𝘦𝘭𝘢𝘴 𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘢𝘬𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘥𝘪𝘴𝘢𝘭𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘩𝘶𝘩?." 𝘛𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘎𝘪𝘣𝘳𝘢𝘯 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘯𝘢𝘥𝘢 𝘥𝘪𝘯𝘨𝘪𝘯.
"𝘎𝘪𝘣𝘳𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘶 𝘴𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘧𝘢𝘩𝘢𝘮." 𝘚𝘦𝘭𝘢 𝘉𝘦𝘭𝘭𝘢.
"𝘚𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘧𝘢𝘩𝘢𝘮 𝘬𝘢𝘶 𝘣𝘪𝘭𝘢𝘯𝘨? 𝘉𝘢𝘨𝘢𝘪𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘬𝘢𝘶 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘢𝘭𝘢𝘴 𝘱𝘦𝘳𝘢𝘴𝘢𝘢𝘯 𝘬𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘶𝘭𝘶𝘴 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘣𝘶𝘢𝘩 𝘱𝘦𝘯𝘨𝘩𝘪𝘢𝘯𝘢𝘵𝘢𝘯? 𝘈𝘱𝘢 𝘬𝘶𝘳𝘢𝘯𝘨𝘯𝘺𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘯𝘫𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘶 𝘬𝘦𝘴𝘢𝘯𝘢 𝘬𝘦𝘮𝘢𝘳𝘪 𝘩𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘩𝘢𝘣𝘪𝘴𝘬𝘢𝘯 𝘣𝘭𝘢𝘤𝘬 𝘤𝘢𝘳𝘥𝘬𝘶 𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘢𝘴𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘉𝘦𝘭𝘭, 𝘣𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘩𝘢𝘳𝘪 𝘪𝘯𝘪 𝘢𝘬𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘫𝘢𝘬𝘮𝘶 𝘬𝘦𝘯𝘤𝘢𝘯 𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘢𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘶𝘭𝘪𝘩𝘢𝘵 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘳𝘢𝘯𝘨? 𝘒𝘢𝘶 𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳 𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳 𝘸𝘢𝘯𝘪𝘵𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘮𝘱𝘶𝘯𝘺𝘢𝘪 𝘩𝘢𝘵𝘪 𝘯𝘶𝘳𝘢𝘯𝘪 𝘉𝘦𝘭𝘭𝘢, 𝘮𝘶𝘭𝘢𝘪 𝘴𝘢𝘢𝘵 𝘪𝘯𝘪 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘥𝘢 𝘢𝘥𝘢 𝘩𝘶𝘣𝘶𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘢𝘱𝘢 𝘢𝘱𝘢 𝘭𝘢𝘨𝘪, 𝘢𝘯𝘨𝘨𝘢𝘱 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘱𝘦𝘳𝘯𝘢𝘩 𝘬𝘦𝘯𝘢𝘭." 𝘜𝘫𝘢𝘳 𝘎𝘪𝘣𝘳𝘢𝘯 𝘱𝘢𝘯𝘫𝘢𝘯𝘨 𝘭𝘦𝘣𝘢𝘳.
"𝘛𝘢𝘱𝘪 𝘎𝘪𝘣_" 𝘜𝘤𝘢𝘱𝘢𝘯 𝘨𝘢𝘥𝘪𝘴 𝘪𝘵𝘶 𝘵𝘦𝘳𝘱𝘰𝘵𝘰𝘯𝘨.
"𝘚𝘶𝘥𝘢𝘩𝘭𝘢𝘩 𝘣𝘢𝘣𝘦, 𝘢𝘬𝘶 𝘫𝘶𝘨𝘢 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘯𝘫𝘢𝘬𝘢𝘯𝘮𝘶 𝘣𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘭𝘦𝘣𝘪𝘩, 𝘬𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘬𝘢𝘯 𝘢𝘯𝘢𝘬𝘯𝘺𝘢 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘦𝘳𝘬𝘢𝘺𝘢." 𝘜𝘤𝘢𝘱 𝘉𝘳𝘪𝘢𝘯 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘸𝘢𝘫𝘢𝘩 𝘢𝘯𝘨𝘬𝘶𝘩 𝘯𝘺𝘢.
"𝘋𝘢𝘯 𝘉𝘳𝘪𝘢𝘯, 𝘬𝘢𝘶 𝘣𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘨𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘪𝘬𝘢𝘮𝘬𝘶 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘣𝘦𝘭𝘢𝘬𝘢𝘯𝘨, 𝘬𝘢𝘶 𝘱𝘦𝘯𝘨𝘦𝘤𝘶𝘵 𝘥𝘢𝘯 𝘪𝘯𝘨𝘢𝘵 𝘴𝘢𝘵𝘶 𝘩𝘢𝘭 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘦𝘯𝘨𝘨𝘰𝘥𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘦𝘯𝘨𝘩𝘪𝘢𝘯𝘢𝘵 𝘩𝘶𝘣𝘶𝘯𝘨𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘩𝘢𝘯𝘤𝘶𝘳 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘯𝘥𝘪𝘳𝘪𝘯𝘺𝘢." 𝘜𝘮𝘱𝘢𝘵 𝘎𝘪𝘣𝘳𝘢𝘯.
"𝘖𝘩 𝘺𝘢? 𝘉𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘱𝘦𝘥𝘶𝘭𝘪 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘦𝘳𝘱𝘦𝘯𝘵𝘪𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘉𝘦𝘭𝘭𝘢 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘮𝘪𝘭𝘪𝘬𝘬𝘶, 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘢𝘶 𝘣𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘢𝘩𝘢𝘣𝘢𝘵𝘬𝘶 𝘭𝘢𝘨𝘪 𝘮𝘦𝘭𝘢𝘪𝘯𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘶𝘴𝘶𝘩𝘬𝘶." 𝘚𝘢𝘩𝘶𝘵 𝘉𝘳𝘪𝘢𝘯 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘳𝘴𝘦𝘯𝘺𝘶𝘮 𝘴𝘪𝘯𝘪𝘴.
𝘗𝘳𝘪𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘶𝘭𝘪𝘵 𝘱𝘶𝘵𝘪𝘩 𝘱𝘶𝘤𝘢𝘵 𝘪𝘵𝘶 𝘱𝘶𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘢𝘭𝘢𝘴𝘯𝘺𝘢 𝘵𝘢𝘬 𝘬𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘪𝘯𝘪𝘴 𝘴𝘦𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘪𝘵𝘶 𝘥𝘪𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘪𝘭𝘪𝘩 𝘱𝘶𝘭𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘦𝘳𝘶𝘮𝘢𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘦𝘯𝘥𝘢𝘳𝘢𝘪 𝘮𝘰𝘣𝘪𝘭 𝘯𝘺𝘢 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘤𝘦𝘱𝘢𝘵𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘢𝘵𝘢𝘴 𝘳𝘢𝘵𝘢 𝘳𝘢𝘵𝘢 𝘪𝘢 𝘵𝘢𝘬 𝘱𝘦𝘥𝘶𝘭𝘪 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘣𝘶𝘯𝘺𝘪 𝘬𝘭𝘢𝘬𝘴𝘰𝘯 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘱𝘦𝘯𝘨𝘦𝘯𝘥𝘢𝘳𝘢 𝘭𝘢𝘪𝘯𝘯𝘺𝘢.
𝘚𝘦𝘴𝘢𝘮𝘱𝘢𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘥𝘪𝘳𝘶𝘮𝘢𝘩 𝘥𝘪𝘢 𝘴𝘦𝘨𝘦𝘳𝘢 𝘮𝘢𝘴𝘶𝘬 𝘬𝘦𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘬𝘢𝘮𝘢𝘳𝘯𝘺𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘶𝘵𝘶𝘱 𝘱𝘪𝘯𝘵𝘶𝘯𝘺𝘢 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘳𝘢𝘴. 𝘋𝘪𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘮𝘶𝘬 𝘮𝘦𝘮𝘶𝘬𝘶𝘭 𝘬𝘢𝘤𝘢 𝘫𝘦𝘯𝘥𝘦𝘭𝘢 𝘬𝘢𝘮𝘢𝘳 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘨𝘶𝘯𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘵𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘦𝘩𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘬𝘪𝘣𝘢𝘵𝘬𝘢𝘯 𝘳𝘰𝘣𝘦𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘵𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢, 𝘵𝘢𝘬 𝘭𝘢𝘮𝘢 𝘴𝘦𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘪𝘵𝘶 𝘥𝘢𝘳𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘨𝘢𝘳 𝘮𝘶𝘭𝘢𝘪 𝘣𝘦𝘳𝘤𝘶𝘤𝘶𝘳𝘢𝘯.
"𝘔𝘶𝘭𝘢𝘪 𝘴𝘢𝘢𝘵 𝘪𝘯𝘪 𝘢𝘬𝘶 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘯𝘤𝘪 𝘸𝘢𝘯𝘪𝘵𝘢, 𝘢𝘬𝘶 𝘣𝘦𝘯𝘤𝘪 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢, 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘱𝘦𝘳𝘢𝘭𝘢𝘵 𝘭𝘢𝘬𝘪-𝘭𝘢𝘬𝘪, 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘵𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘮𝘱𝘶𝘯𝘺𝘢𝘪 𝘩𝘢𝘵𝘪, 𝘣𝘪𝘴𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘢𝘭𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘢𝘬𝘪𝘵𝘪 𝘩𝘢𝘵𝘪." 𝘊𝘦𝘤𝘢𝘳 𝘎𝘪𝘣𝘳𝘢𝘯.
𝘋𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘫𝘢𝘬 𝘴𝘢𝘢𝘵 𝘪𝘵𝘶𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘪𝘧𝘢𝘵 𝘱𝘳𝘪𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘶𝘭𝘪𝘵 𝘱𝘶𝘵𝘪𝘩 𝘱𝘶𝘤𝘢𝘵 𝘪𝘵𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘶𝘣𝘢𝘩 𝘥𝘳𝘢𝘴𝘵𝘪𝘴 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘴𝘦𝘣𝘦𝘭𝘶𝘮𝘯𝘺𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘴𝘦𝘮𝘢𝘯𝘨𝘢𝘵 𝘵𝘦𝘳𝘭𝘪𝘩𝘢𝘵 𝘮𝘶𝘳𝘶𝘯𝘨, 𝘤𝘦𝘳𝘪𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘴𝘢𝘯𝘨𝘢𝘵 𝘥𝘪𝘯𝘨𝘪𝘯 𝘥𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘶𝘵𝘶𝘱 𝘥𝘪𝘳𝘪, 𝘣𝘪𝘤𝘢𝘳𝘢 𝘱𝘢𝘯𝘫𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘶𝘯 𝘦𝘯𝘨𝘨𝘢𝘯. 𝘒𝘦𝘫𝘢𝘥𝘪𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘳𝘴𝘦𝘣𝘶𝘵 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘥𝘪𝘬𝘦𝘵𝘢𝘩𝘶𝘪 𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘬𝘦𝘭𝘶𝘢𝘳𝘨𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘴𝘢𝘩𝘢𝘣𝘢𝘵 𝘴𝘦𝘫𝘢𝘵𝘪 𝘯𝘺𝘢 𝘺𝘢𝘪𝘵𝘶 𝘈𝘥𝘯𝘢𝘯.