Makan besar keluarga Helen dan Bryan di rumah Gunadhya pastinya. Ibu dan Ayah Helen baru sampai di Jakarta. Tentu suasananya lebih membahagiakan. Selain itu Ibu Helen (Rini) senang kalau putrinya sebentar lagi di pinang oleh lelaki yang tulus dan sayang padanya.
Pada saat orang tuanya Bryan datang ke rumahnya, itu pun terkejut bukan main. Lita dan Rini ternyata adalah teman dekat yang sudah lama tidak bertemu. Terakhir kalinya mereka berpisah saat Lita menikah dengan Ayah Bryan.
"Jadi bagaimana sudah persiapkan kapan acara pernikahan diselenggarakan?" tanya Lita pada Putranya dan Helen.
"Sudah, Ma. Tinggal pilih baju pengantin sama foto, Ma," jawab Bryan.
Semua Bryan yang mengurusnya, Helen sih mengurus katering. Sebenarnya Helen ingin katering untuk pernikahannya juru masak Ibunya. Masalahnya selama ini di kampung Ibu Helen memang selalu disuruh warga kampung ada pernikahan, juru masak dia. Tapi tentu di bantu oleh anggota lainnya juga. Tidak mungkin Ibunya Helen kerjakan sendiri.
Kemungkinan setelah semua selesai, mereka berdua akan dipisahkan beberapa hari untuk tidak bertemu. Soal pekerjaan mungkin Nina yang mengurusnya, karena Helen masih harus memanjakan diri di salon.
Sudah tradisi kali, ya. Pihak perempuan selalu harus bermanja diri dulu biar di hari "H" nanti lebih ekstra terpampang wajah di depan semua para tamu yang hadir di acara pernikahan mereka.
Untuk Bryan dipastikan ia tidak akan sanggup berpisah dengan Helen. Tapi, demi pernikahannya agar lebih lancar. terpaksa dirinya menahan rindu pada pujaan hatinya.
****
Bryan uring-uringan di kamarnya sendiri. Baru juga satu hari tidak ketemu sama Helen sudah cacing kepanasan. Pengin banget ketemu Helen.
"Kira-kira dia sedang apa ya? Video call deh," gumamnya, menarik ponsel mencari whatsapp.
Helen sedang SPA di salah satu tempat yang katanya terbaik. Ponsel Helen bergetar, tidak pernah dinyalakan suara ringtone-nya.
"Ya, ada apa, Pak?"
Helen masih tetap memanggil Bryan sebutan "Pak" sebentar lagi menjadi istrinya tetap sebutan "Pak". Tetapi Bryan tidak pernah mempermasalahkannya. Mungkin Helen belum terbiasa dengan panggilan lain.
("Kangen, sayang!")
Suara manja Bryan saat wajah mereka bertemu di ponsel doang. Helen senyum, entah mulai kapan Helen senyum untuk Bryan mungkin sejak terima cintanya Bryan kali ya.
"Kangen? Baru juga satu hari. Masa sudah kangen? Sabar ya. Beberapa hari lagi kok," ucap Helen
("Tapi, kan. Aku mau jumpa? Rasanya hampa tanpa ada dirimu dihatiku,")
"Dasar gombal!"
("Gombal sama calon istri sendiri enggak apa-apa, kan? Asal tidak gombal sama wanita lain.")
"Iya deh, terserah kamu, sudah makan?"
("Sudah, tadi pesan go-food. Kangen masakan kamu deh!")
"Ya nanti sudah seatap, tak masaki untuk kamu sepuasnya. Tapi, kamu harus habiskan semuanya!"
("Pasti dong! makan dirimu juga bisa!")
"Apaan sih!"
("Satu atap, boleh semua kok, tidak boleh menolak sama suami, kalau tidak mau aku bakalan buat kamu tidak bisa berjalan sema—")
Helen langsung matikan ponselnya, ada orang mendengar, soalnya dia lagi di salon. Lupa di silentkan suaranya. Helen malu-malui. Bryan memang tidak pernah ingat sama situasi di luar.
Bryan malah merengut Helen pakai acara dimatikan segalanya. Tapi, Bryan sudah tenang dan adem mengobrol sama calonnya. Bryan tahu Helen mau cantik-cantik dulu.
****
Selesai bermanja di salon, Helen tidak sengaja menabrak seseorang yang akan masuk ke dalam salon tersebut.
"Maaf," ucap Helen, tentu orang itu juga meminta maaf.
Saat mendongak kedua mata Helen melebar sempurna, sama hal dengan orang itu tersebut. Di minimarket, Helen duduk sambil menyeruput minumannya di atas meja, mungkin sedikit keras. Muka Helen sedikit kesal sama seseorang ada di depannya. Mungkin masa lalu mereka pun sudah hilang entah apa yang terjadi di antara mereka berdua.
"Kamu masih marah sama aku?" ucap orang itu memulai bersuara.
Bagaimana Helen tidak marah pada orang ini. Pergi tidak beri kabar kemana, setelah pergi membawa uangnya pergi tidak pulang-pulang. Tentu Helen kesal banget sekarang di temukan dirinya lagi.
"Menurut kamu?" Helen bersuara nadanya sedikit kesal.
"Aku minta maaf bukan maksud, tinggali kamu saat hutang aku terancam. Kamu tahu aku bagaimana saat kepepet mencari uang untuk bayar uang kontrak rumah,"
"Terus kamu datang minta pinjaman sama aku? Setelah itu, kamu pergi begitu saja tanpa beritahu aku, permasalahanmu?! Kamu tahu aku sampai banting tulang hidup ayah dan ibu. Dan kamu apa? Mereka mencemaskanmu! yang besari kamu siapa, mereka juga. Seharusnya kamu cerita sama aku. Kalau kamu dikejar sama kolektor! bukan cara seperti ini lari dari kenyataan?!"
Helen murka, kesal, jengkel semua ia keluarkan pada orang itu. Dia adalah Deon, keponakan Helen satu-satunya ditinggal oleh kedua orang tuanya karena kecelakaan saat bekerja di luar negeri. Deon dibesarkan oleh kedua orang tua Helen. Tapi, saat beranjak remaja Deon menjadi anak nakal, suka pulang malam.
Deon berhutang banyak pada tukang kolektor pinjam sana sini. Sehingga Helen yang masih sekolah menengah atas sudah mencari uang demi membayar utang Deon. Deon meminta uang pada Helen mengatakan dia mendapat pekerjaan tapi ternyata dibohongi olehnya. Sehingga Helen terpaksa jauh - jauh kerja juga demi orang tuanya. Ibunya jualan nasi uduk di rumah, ayahnya seorang petani padi di sawah orang lain.
"Jadi, kamu tinggal dimana?" Helen bertanya suaranya sudah normal. Tidak seperti tadi marah-marah.
"Aku tinggal di kos dekat sini," jawab Deon menunduk dia sangat bersalah pada Helen.
"Kalau begitu, mulai sekarang kamu tinggal di rumahku. Ayah dan ibu ada di sana juga. Aku minta sama kamu, minta maaf sama mereka. Mereka mencemaskanmu. Aku harap kamu mengubah sifat burukmu."
Deon mengangkat kepalanya menatap Helen, ia mengira Helen bakal membencinya malah sebaliknya Helen memberikan dirinya tumpangan.
"Mbak, tidak benci aku?" tanya Deon
"Tidak, untuk apa aku benci kamu. Kamu itu keponakanku. Sudah aku anggap adik sendiri," jawab Helen tulus.
Deon seperti lelaki cengeng menangis terus. Ia mengira tidak akan bertemu lagi dengan Helen. Deon jauh-jauh datang ke kota keras ini juga mencari Helen.
Di rumah kontrakan Helen, Deon sangat takut kalau Ayah dan Ibu Helen bakal memarahinya. Helen mendorong punggung Deon untuk maju ke dalam,
"Rileks saja. Paman dan Bibi pasti memaafkan kamu," ucap Helen mengetuk pintu.
Saat pintu di buka, Rini terdiam dan membulatkan kedua bola matanya. Deon berdiri tepat di tengah pintu. Deon kelu saat lihat bibi-nya yang selalu menjaganya dulu. Sabar mengajarinya, air mata tidak dapat dibendung lagi oleh Deon. Deon langsung mencium kedua kakinya. Rini menghentikannya. Langsung dipeluk erat. Helen sebaliknya bahagia kalau Deon bisa kembali lagi.
"Bi, maafi Deon," ucap Deon senggukan menangis.
Suasana kembali berkumpul seperti dulu. Deon dihukum sama Ayah Helen. Helen dan Ibunya di dapur menyiapkan makan malam. Helen akan memasak kesukaan Deon. Deon diam mendengar segala ceramah dari Ayah Helen.