webnovel

B

Ku jejak kan langkah ini, walaupun terasa berat namun semua ku tahan agar dapat melihat cahaya, ada saatnya ingin menyerah namun aku takut terlalu melihat resikonya.

Karena itu aku terus dan terus berjalan, sampai pada akhirnya aku hampir menggapai cahaya itu, tapi takdir tak sejalan dengan yang aku inginkan

Dan aku kembali terjebak dalam kegelapan yang tak terhingga- Pluviam

08:00 AM

Kumohon... semoga hari-hari ku juga secerah pagi ini, sehangat mentari yang menyinari, Setenang angin yang bertiup(Doa ku)

"Aku berangkat dulu, Kalian jaga rumah yang benar" ucapnya pada 'Mereka' yang hanya bisa dilihat orang yang spesial.

'Hehe, tenang blue ada aku yang akan mengawasi anak-anak bandel itu' jawab Chiko (si hantu kecil yang lucu)

Blue hanya tersenyum, ada kehangatan setiap kali ia melihat dan berinteraksi dengan 'mereka'.

Blue melangkah pergi menuju kampus nya dengan harap agar semua baik-baik saja.

'Ya tuhan... Kali ini saja biarkan aku menikmati ketengang ini'

Setelah berdoa dia pun segera pergi agar tidak terlambat.

At campus

'Sial.. lagi-lagi awan hitam meruak di atas gedung, hah.. apa aku harus menghabiskan energi ku lagi untuk menghambat para makhluk tidak berguna itu?!'

Ia kesal, karena lagi-lagi 'mereka' akan berbuat onar di satu gedung itu.

Beberapa menit kemudian ia melihat timer mundur di beberapa kaki para mahasiswa yang lewat didepan nya,

Dan salah satu nya ada pada teman nya, Jingga

.

.

.

"Blue are you okay?" Tanya nya, jingga merasa khawatir sejak ia datang, blue bersikap aneh, seperti selalu diam disisinya dengan menatap sendu, layaknya akan berpisah.

Jingga tersadar akan hal itu" I know, its okay blue, walau aku sudah tiada aku bakal terus berdoa agar kamu mendapat teman selain aku"

Tanpa disadari, air matanya menetes tak henti-henti, ia benar-benar merasakan sakit hati yang luar biasa dan rasa tak rela kehilangan.

"Jangan berkata seperti itu, a-aku yakin pasti ada cara untuk menghentikan waktu sialan itu" ucapnya sembari sesenggukan.

"Blue... Look at me(sambil memegang pundak blue) its okay... Jangan bersedih, kalau kamu seperti itu, aku akan merasa bersalah"

Blue memeluk jingga dengan erat, seolah tak ingin melepaskannya.

Jingga berusaha menguatkan dirinya sendiri dan blue, sebagai seorang lelaki ia tak boleh menangis, itu adalah prinsipnya.

Dan waktu yang menyedihkan itu pun dimulai.

Ada kebakaran yang diakibatkan oleh 'mereka' dengan membuat api yang membakar sampah disamping gedung menjalar kemana mana, terutama pada gedung yang di penuhi awan hitam di atasnya. "Jingga!!"

Ia berlari ke arah gedung yang terbakar itu, namun di halau oleh beberapa orang.

"Lepaskan! Teman saya ada di dalam, tolong... tolong selamatkan dia, saya mohon"Lirihnya dengan tubuh yang merosot ke bawah, kakinya tak kuat menahan beban tubuh yang kecil itu.

Ia menangis sejadi jadinya, bak orang putus asa, bagaimana tidak? Dia kehilangan sahabat yang ia sayangi bagai keluarga.

'Tuhan, ini kah yang kau inginkan? Melihatku terus menerus menangis, dan kehilangan? Kenapa?... Apa tidak ada senyum di kehidupan ku ini?'

Hujan turun dengan derasnya, memadamkan api yang membesar. Namun rasanya itu sudah terlambat, karena gedung itu kini sudah menjadi tumpukan tak berbentuk lagi.

Lagi lagi ia menangisi takdirnya yang menyedihkan ditemani hujan yang juga turut bersedih mendengar tangisan pilu nya.

1 years later

Tak terasa waktu berlalu dengan cepat, kini blue sudah lulus dan menjadi dokter di salah satu rumah sakit swasta di pusat kota.

"Dokter, ada wali pasien yang ingin menemui anda diruangan nomor 23" ucap salah satu suster tempat blue bekerja.

Blue tersenyum dan mengangguk, ia pun menghampiri si wali pasien itu.

203

tok..tok

Ia membuka pintu, terlihat pasien yang sedang tidur dalam koma nya didampingi sang ibu yang senantiasa selalu berada di sisinya.

"Dokter blue"sapa si ibu.

Lagi² ia tersenyum hangat"Apa ada sesuatu yang ingin dibicarakan?" tanya nya dengan penuh perhatian.

Si ibu menunduk dalam, entah apa yang dipikirkan oleh nya"Ibu cuma ingin mengobrol saja, tidak sibuk kan nak?"

Blue mendekat dan duduk disampingnya"Tidak, kalau begitu kita ke taman saja?"ajaknya.

*at garden

Blue mendorong kursi roda si ibu sambil berbincang ria, mulai dari membahas tentang menantu si ibu yang sangat konyol namun baik, sampai anak bungsunya yang sekarang terbaring lemah di rumah sakit.

"Jangan putus asa, keajaiban selalu datang pada saatnya, kita hanya perlu bersabar, ini semua sebagai ujian untuk mendapatkan keajaiban itu"ucap blue sembari menggenggam tangannya.

"Ibu juga berpikir begitu, tapi ibu gak tega liat dia terus dipasangi alat² selama 10 bulan ini tanpa penyakit yang jelas"

Ia memberikan air minum pada ibu, untuk menenangkannya"Mungkin saya tidak tau bagaimana perasaan ibu sekarang, tapi yang jelas, kehilangan itu lebih menyakitkan daripada apapun"

"apa ibu siap?"

Lagi, si ibu menunduk banyak pertimbangan yang harus ia pikirkan demi dirinya dan anaknya."Ibu tidak akan pernah siap... tapi ibu sudah tidak tahan melihat akung seperti tersiksa karena alat² itu"

Blue tak memberikan komentar, ia tak ingin membuat ibu makin bimbang"Saya lapar Bu, makan dulu yu?"

Si ibu tertawa kecil"Aduh ibu keasikan curhat sampai kamu lapar ya?

Ia ikut tertawa ringan"Tidak apa Bu, saya memang belum makan jadi lapar hehe".

Sudah hampir seminggu sejak percakapan itu, sekarang ia mempunyai jadwal lain untuk menemani ibu bercakap-cakap ringan setelah jadwal nya usai.

Blue mendapat panggilan bahwa pasien di ruang 203 sudah siuman, ia lalu segera bergegas ke ruangan tersebut"Nak, akung sudah siuman"ucap ibu dengan derai air mata haru,

Blue lekas memeriksa akung, dan memang benar ia sudah siuman dari tidurnya yang sangat lama itu. "Bagaimana?"

"Iya, Sekarang dia akan dipindahkan ke ruang rawat inap, ibu beristirahat lah, biar saya dan staf dokter lainnya yang akan menjaga akung"

Ibu memeluk blue, rasa bahagia dan haru menyeruak di ruangan tersebut, bagaimana tidak, pasien yang sudah koma selama 10 bulan tanpa penyakit yang pasti dan harapan yang semakin menipis akhirnya tersadar kembali."Terima kasih, ibu benar-benar berhutang budi pada kamu, bilang saja ingin apa, nanti ibu kasih"

Ia sedikit terkejut dengan ucapan ibu, karena ia tak merasa melakukan hal yang besar"Jangan seperti itu Bu, itu memang tugas kami selaku staf rumah sakit untuk berupaya menyelamatkan pasien".

'B.l.u.e.....'

samar terdengar suara seseorang memanggilnya, blue terdiam sesaat, tiba² ia teringat pada jingga, sahabatnya.

Sesaat kemudian ia tersadar, bahwa yang memanggilnya itu akung, anak ibu.

"Ada apa nak? kamu kenal dokter blue? kalau iya kedipkan matanya 2 kali, supaya ibu tau"

1...2...

akung mengedipkan matanya....