webnovel

Pernikahan yang Ku Sesali

Lydia Minora Tan adalah seorang wanita muda cantik dan sukses, di usia 25 tahun dia sudah mendapat berbagai gelar mentereng seperti B.A, MBA, PhD. Diusia 16 tahun dia sudah lulus SMA karena 2 kali ikut program kelas akselerasi di SMP dan SMA. Sebagai anak orang terkaya di daerah Jogja, dia juga mewarisi banyak perusahaan dari ayahnya. Prestasi cemerlang di pendidikan berbanding terbalik dengan kehidupan percintaannya. Lydia sama sekali belum pernah pacaran. Sebagai penganut kristiani yang sangat ketat dan taat, keluarganya tidak memperbolehkan ia berpacaran karena takut terjerumus ke dalam dosa. Lydia yang baru berusia 25 tahun sudah menjabat sebagai direktur utama di salah satu anak perusahaan milik keluarganya. Sebagai keluarga kaya dan terhormat, Hariyanto Tan, ayah Lidya, sangat menjaga citra keluarganya. Sehingga diusia 25 tahun, merupakan usia wajib sudah menikah bagi wanita di keluarga Tan. Begitupun dengan Lydia, dia pun diharuskan menikah dengan laki-laki pilihan keluarganya apabila ingin mendapat jatah warisan keluarga. Sebagai anak satu-satunya di keluarga Hariyanto Tan, mau tidak mau mengikuti perintah ayahnya untuk menikah dengan Ardi, anak angkat dari William Wongso. Walaupun Ardi hanya anak angkat, tetapi William sangat sayang kepada Ardi, itu dikarenakan Ardi adalah anak dari adik perempuan Wiliam yang meninggal bersama suami dan anak bungsunya karena pesawat yang ditumpangi mengalami kecelakaan. Selain itu William yang juga ditinggal meninggal oleh istri dan anak perempuan semata wayangnya akibat tersapu tsunami saat liburan di Puket tahun 2004 membuat Ardi menjadi satu-satunya ahli waris William apabila dia meninggal. Namun Ardi yang dari luar terlihat sempurna sebagai seorang dokter yang baik dan penuh perhatian rupanya aslinya adalah seorang playboy kelas kakap dan egois. Setelah 2 tahun menikah dan dikaruniai seorang anak perempuan yang cantik jelita, sifat Ardi yang sebenarnya mulai muncul Apakah yang akan dilakukan Lydia? Apakah akan mempertahankan pernikahannya demi nama baik keluarga atau bercerai dengan Ardi?

Aprock410 · Urbain
Pas assez d’évaluations
14 Chs

Ungkapan Hati Kami Berdua

Jumat pagi itu aku tidak seperti biasanya.. Aku yang biasanya paling cepat bangun jam 8 pagi, walau jam masih menunjukan pukul 5 pagi tetapi aku sudah sepenuhnya terjaga dan mulai membereskan pakaian yang akan aku bawa ke Semarang ke dalam koperku. Total 3 kaos santai, 2 set piyama, 2 jeans, satu gaun untuk kepesta, 1 kardigan bahan denim, 1 jaket, 7 set pakaian dalam, alat-alat elektronik seperti chargeran, powerbank, dan tak lupa peralatan make up.

Selepas aku beberes, aku segera mandi, lalu berganti pakaian. Aku minta Bibi Atun memasukan Koperku ke bagasi Pajero sport Hitam 2014ku, karena hari ini aku tidak berniat untuk membawa sendiri mobilku terkait aku akan pergi bersama Budi ke Semarang naik bis untuk pertama kalinya. Jam 7 tepat aku telah menyelesaikan sarapan pagi ku lalu minta Pak Didi mengeluarkan mobil pajero sport dari garasi rumah untuk mengantarkan aku ke Butikku. Sebelum aku pergi aku ke kamar papa mamaku untuk pamit.

"Ma.. Pa.. Lydia pamit ya.." ujarku dari depan pintu kamar mereka.

"Lho pagi sekali ada apa gerangan sampai anak Papa menjadi rajin dan bisa bangun pagi seperti ini?" tanya papa saat keluar kamarnya hanya memakai kaus singlet putih dan celana pendek bahan katun rumahan dan melihatku sudah rapih sepagi itu yang berbeda dari hari- hari biasanya.

"Iya Pa.. Lydia mau ketemu klien Butik, dia bisanya pagi, lalu ada survey ke lapangan buat cari tailor baru, soalnya tailor lama banyak yang resign. Dan siangnya mau pergi bersama Ardi ke Semarang" ujarku berbohong pada papa, padahal aku janjian dari pagi hendak pergi ke Semarang bersama Budi memakai bis antar kota.

"Ok sayang.. Sukses ya.." jawab papaku, sedangkan mama masih tertidur nyenyak saat aku mengintip ke kamar papa mama.

‐-------

Aku bertemu dengan Budi sesuai perjanjian di butik, lalu kami diantar salah satu stafku di Butik menuju terminal bis, lalu berangkat menggunakan bus po Nusantara. Perjalanan pertama kali menggunakan kendaraan umum selama hampir 3 jam lebih dari Jogja ke Semarang terasa sangat cepat. Mungkin karena perasaan bahagia dan perbincangan seru dan sama sekali tidak membosankan antara aku dan Budi yang menemani waktu perjalanan.

Setelah sampai di Semarang, aku dan Budi segera menuju hotel Santika yang sudah aku booking via telepon sebelum aku pergi ke butik. Karena hari itu bertepatan dengan hari Jumat, Budi setelah menitipkan tas aku dan dia ke concierge hotel dia pamit untuk melaksanakan ibadah Jumat. Selesai kurang lebih setengah jam Budi melaksanakan ibadahnya, kami berdua ke kantor penjualan tiket Garuda di Semarang, setelah mendapat tiket untuk Budi kami lalu pergi ke soto Bangkong untuk mengisi perut kami.

"Lyd.. Mas penasaran.. Kenapa tiba- tiba kamu pingin jalan- jalan ke Semarang? tanya Budi padaku setelah menghabiskan seporsi soto bangkongnya.

"Ngga papa si Mas.. Aku pengen aja.. Bosan dengan suasana Jogja.. Pingin ganti suasana"

"Oh gitu.. Bener ya? Ga ada alasan khusus ya? Soalnya kok tiba- tiba mendadak begini, Mas jadi bingung."

"Bener mas.. Ga ada.. Kenapa si mas pakai nanya gitu? Apa harus ada alasan kalau mau pergi kemana- mana sama Mas Budi? Emang mas selama hampir seminggu ini sering menghabisi waktu bersama Lydia terpaksa?" tanyaku dengan muka cemberut.

"Ojo nesu tho.. Mas ga kepaksa kok.. Malah mas seneng banget menghabiskan waktu sama perempuan secantik dan sebaik kamu."

"Beneran? Ga bohong?" tanyaku meyakinkan.

"Ngapain mas bohong Lyd.." jawabnya sembari tersenyum.

"Kita jalan yuk mas ke Umbul Sidomukti abis dari sini" ajakku pada Budi

"Ayo.. Naek apa Lyd?"

"Tenang aja, nanti naik mobil rental yang aku sudah pesan dari lobi selama mas solat, nanti kita di pickup di hotel jam 2 siang"

"Wah.. Kamu penuh kejutan ya Lyd.." ujar Budi kaget dengan persiapanku.

"Iya dong.. Lydia gitu Mas.. Sudah jam 1.30, ayo kita kembali ke hotel dahulu, masukin tas ke kamar lalu kita jalan ke Sidomukti" mengajak Budi untuk kembali ke hotel.

‐-------

Setelah puas dua jam menikmati pemandangan di tempat wisata umbul Sidomukti, kami berdua kehausan, lalu memutuskan untuk bersantai sambil menikmati kopi dan makanan ringan di pondok kopi umbul Sidomukti. Suasana sore dan pemandangan ufuk timur yang indah memberikan aura romantis bagiku saat berduaan menikmati kopi kami. Hingga entah mendapat keberanian darimana, aku tiba- tiba bertanya pada Budi "Mas.. Menurutmu aku orangnya gimana kalo dari pandangan mas Budi?"

"Kamu Lyd? Kamu baik.. Kamu nyambung kalau ngobrol.. Kamu pinter" jawabnya

"Cuma itu?" tanyaku lagi

"Apa lagi ya? Kamu orangnya membumi, walau dari keluarga berada kamu mau berteman denganku"

"Cuma itu? Menurut mas aku ga cantik?" tanyaku

"Cantik.. Cantik banget kaya bidadari"

"Terus?"

"Terus apa? Oo kamu orangnya ramah, royal sama teman.." tambah Budi lagi

"Sebagai teman saja?" tanyaku menjurus

"Maksudnya?" tanya Budi bingung.

"Ada rasa lebih ga sama aku?"

"Rasa lebih maksudnya??" tanya Budi yang sepertinya masih belum peka dengan maksudku..

"Iiih.. Mas Budi.. Ya itu" jawabku agak kesel.

"Iya Lyd.. Jangan ngambek ya.. Iya.. Iya.. Kalau mau jujur.. Mas.. Suka sama kamu.. Tapi.." henti Budi berbicara

"Tapi apa Mas???" tanyaku penasaran.

"Tapi aku ga yakin kalau aku pantas untukmu Lyd.. Apalah aku dibandingkan kamu.. Apalagi dengan latar kita yang jauh berbeda.. Tapi.. Mengenal dan berteman denganmu saja sudah membuatku bahagia kok.. Sungguh" ujar Budi mengungkapkan perasaannya padaku"

Mendengar Budi mengatakan suka kepadaku aku reflek memeluknya dan mencium bibirnya, ciuman pertamaku kepada lawan jenis, dan lalu aku berkata "Aku juga suka sama kamu mas.. Bukan hanya suka.. Tapi cinta mas"

"Beneran Lyd?" tanya Budi tidak percaya

"Iya Mas.." jawabku sembari tersenyum

"Jadi.. Kamu mau jadi pacarku Lydia?"

"Mau mas.. Mau banget"

"Ah aku bahagia banget Lyd hari ini" ujarnya sembari tersenyum.

‐-------

Malam itu kami resmi pacaran, tapi sepertinya kebahagian kami sebagai sepasang kekasih akan menghadapi berbagai cobaan sebentar lagi, baik karena jarak yang memisahkan, latar belakang ekonomi, latar belakang pendidikan dan juga latar belakang keluarga.. Namun aku tidak terlalu pedulikan masalah itu hari ini, karena saat ini, aku merasa sangat bahagia sekali, dan aku belum pernah merasakan sebahagia ini dalam seumur hidupku.