webnovel

Pernikahan yang Ku Sesali

Lydia Minora Tan adalah seorang wanita muda cantik dan sukses, di usia 25 tahun dia sudah mendapat berbagai gelar mentereng seperti B.A, MBA, PhD. Diusia 16 tahun dia sudah lulus SMA karena 2 kali ikut program kelas akselerasi di SMP dan SMA. Sebagai anak orang terkaya di daerah Jogja, dia juga mewarisi banyak perusahaan dari ayahnya. Prestasi cemerlang di pendidikan berbanding terbalik dengan kehidupan percintaannya. Lydia sama sekali belum pernah pacaran. Sebagai penganut kristiani yang sangat ketat dan taat, keluarganya tidak memperbolehkan ia berpacaran karena takut terjerumus ke dalam dosa. Lydia yang baru berusia 25 tahun sudah menjabat sebagai direktur utama di salah satu anak perusahaan milik keluarganya. Sebagai keluarga kaya dan terhormat, Hariyanto Tan, ayah Lidya, sangat menjaga citra keluarganya. Sehingga diusia 25 tahun, merupakan usia wajib sudah menikah bagi wanita di keluarga Tan. Begitupun dengan Lydia, dia pun diharuskan menikah dengan laki-laki pilihan keluarganya apabila ingin mendapat jatah warisan keluarga. Sebagai anak satu-satunya di keluarga Hariyanto Tan, mau tidak mau mengikuti perintah ayahnya untuk menikah dengan Ardi, anak angkat dari William Wongso. Walaupun Ardi hanya anak angkat, tetapi William sangat sayang kepada Ardi, itu dikarenakan Ardi adalah anak dari adik perempuan Wiliam yang meninggal bersama suami dan anak bungsunya karena pesawat yang ditumpangi mengalami kecelakaan. Selain itu William yang juga ditinggal meninggal oleh istri dan anak perempuan semata wayangnya akibat tersapu tsunami saat liburan di Puket tahun 2004 membuat Ardi menjadi satu-satunya ahli waris William apabila dia meninggal. Namun Ardi yang dari luar terlihat sempurna sebagai seorang dokter yang baik dan penuh perhatian rupanya aslinya adalah seorang playboy kelas kakap dan egois. Setelah 2 tahun menikah dan dikaruniai seorang anak perempuan yang cantik jelita, sifat Ardi yang sebenarnya mulai muncul Apakah yang akan dilakukan Lydia? Apakah akan mempertahankan pernikahannya demi nama baik keluarga atau bercerai dengan Ardi?

Aprock410 · Urbain
Pas assez d’évaluations
14 Chs

Menuju Bandara

Toktoktok. Terdengar suara pintu depan rumahku diketok sore itu. Bi Atun berlari dari kamarnya bergegas untuk membukakan pintu.

"Tuan dan Nyonya Hariyanto sekeluarga ada?"

"Iya ada, anda siapa ya? tanya Bi Atun sopan.

"Saya Ardi, anaknya William Salim, saya yang hendak menjemput Lydia dan pak Hariyanto bersama-sama ke Bandara" jawab Ardi

"Ooo Tuan Muda Ardi, maaf Atun belum pernah ketemu, silahkan duduk Tuan. Atun panggilkan Nona Lydia dan pak Hariyanto" sambut Bi Atun sopan sembari mempersilahkan Ardi duduk.

"Terimakasih Bi" jawab Ardi lalu duduk di kursi tamu.

"Oh iya Tuan.. Sembari menunggu Nona dan Tuan saya panggilkan, Tuan Muda mau minum apa Tuan?" Bibi Atun menawarkan minuman ke Ardi.

"Kopi hitam tanpa gula saja Bi"

"Baik Tuan. Mohon tunggu sebentar saya panggilkan Tuan Hariyanto dan Nona Lydia sembari saya siapkan minum. Permisi" Ujar Bibi Atun lalu meninggalkan Ardi sendiri di ruang tamu.

‐-------

"Nona.. Tuan Ardi sudah datang untuk menjemput Tuan, Nyonya dan Nona" Bi Atun memberi tahukan padaku dari luar kamar mengenai kunjungan Ardi setelah mengetuk pintu kamarku.

"Ya Bi, terimakasih, saya masih dandan, tolong beritahu Papa dan Mama, mungkin 10menit lagi saya selesai" jawabku sembari meneruskan memulaskan blush on pada pipiku sebelum mengaplikasikan highlighter di mukaku.

"Baik Nona" ujar Bibi Atun meninggalkan kamarku.

‐-------

Toktoktok Bi Atun Mengetuk kamar Papa Mama.

"Siapa?" tanya Papaku dari dalam kamar.

"Atun, Tuan.. Izin Tuan, mau menginformasikan bahwa Tuan Muda Ardi sudah sampai"

"Ok, terimakasih Tun" jawab Papaku datar

"Baik Tuan. Permisi" Bi Atun lalu pergi ke dapur untuk membuat kopi pesanan Ardi dan menyiapkan makanan kecil.

‐-------

"Ardi.. Maaf ya Oom dan Tante baru turun, sudah lama menunggu?" Sapa Papaku ke Ardi 15 menit setelah Ardi sampai.

"Tidak apa-apa Oom, baru sampai barusan ko" Jawab Ardi berbasa basi.

"Papa kamu bagaimana kabarnya? Oom Dengar William masih akan di Jakarta sampai minggu depan, karena hendak bertemu Menteri Parekraf?"

"Iya Oom, Papa dan beberapa pengusaha terkait sedang dipanggil pak Menteri terkait KTF September nanti Oom" jelas Ardi kepada papa.

"Wah luarbiasa, tapi kasihan Papamu ya, Kalau Papamu sudah tidak kuat, nanti siapa yang meneruskan bisnis Papamu? Kamu kan sudah sibuk menjadi dokter" tanya Papaku kepada Ardi.

"Iya Oom, Papa juga pernah menyatakan hal itu sebelum aku masuk fakultas kedokteran, akan tetapi Papa bilang, tidak ingin memaksakan Ardi kalau memang tidak minat di bidang bisnis, Papa bilang nanti akan dipikirkan, siapa tahu istri Ardi kelak bisa mengelola bisnis Papa" Ardi menjawab pertanyaan Papaku dengan singkat jelas dan padat.

"Oh begitu.. Ayo, nak Ardi silahkan diminum dulu minumnya, Ini Lidya dan mamanya lama sekali dandannya padahal sudah hampir jam 16.40, Oom ke atas memanggil Lydia dan juga memanggil tante kamu dulu ya" ujar Papa sembari berdiri hendak ke kamarku dan kamarnya.

"Terimakasih Oom" ujar Ardi sembari meneguk kopi hangat yang sudah disajikan Bi Atun.

‐-------

Setelah selesai memanggil aku dan mama, papa kembali berbincang-bincang dengan Ko Ardi, hampir 10 menit lamanya mereka berbincang mengenai pendidikan Ardi dan keluhan nyeri di pergelangan kaki papa yang dirasakan nyeri hilang timbul sejak 3 tahun lalu akibat jatuh dari bersepeda. Aku turun dari kamarku dilantai dua menuju ke ruang tamu setelah selesai berdandan, hari ini aku memakai mini dress tanpa lengan warna hitam dan sepatu wakai kuning, sedangkan bibi Atun berjalan dibelakang membawa koperku.

Saat aku sudah diruang tamu terlihat papa mama dan Ardi sedang tertawa terbahak-bahak mungkin karena lelucon yang disampaikan papaku membuat mereka bertiga tertawa lepas. Mama melihatku telah tiba, dia lalu berkata kepada Ardi dan Papa "Nah, Lydia sudah siap, sepertinya kita harus segera berangkat sudah terlalu sore nanti kita bisa ketinggalan pesawat".

"Ah iya.. Sudah jam 16.50, ayo Nak Ardi, kita sepertinya harus berangkat" kata papaku sembari melihat jam tangannya.

"Baik Oom" ujar Ardi.

Kami lalu berangkat menggunakan Toyota Alphard hitam milik Oom William, papa dan mamaku duduk di kursi baris tengah, sedangkan Ardi dan aku duduk dibaris belakang.

"Kamu cantik banget sore ini Lydia" puji Ardi kepadaku

"Terimakasih Ko" jawabku tersipu.

"Sesampai di Jogja apa rencanamu? Langsung pulang?"

"Iya Ko, aku mau siap-siap karena senin harus memimpin rapat direksi"

"Wah sibuk banget ya kamu"

"Ngga lah Ko.. Biasa aja" ujarku merendah

"By the way, sabtu dan minggu besok kamu ada acara ga?" tanya Ardi padaku

"Sepertinya ngga Ko. Ada apa ya Ko?"

"Sabtu depan aku sama teman-temanku ada acara jalan-jalan ke Semarang, kebetulan minggu pagi salah satu teman angkatanku ada yang melangsungkan pernikahan, dan aku diundang. Kalau kamu tidak ada kesibukan aku mau ajak kamu sebagai 'plus one' acara pernikahan itu"

"Oo.. Ok Ko.. Nanti aku lihat agendaku dahulu ya, berarti menginap sehari semalam ya Ko?"

"Iya Lyd, menginap di Semarang sehari semalam. Kalau kamu bersedia, biar aku pesankan sekalian kamar hotelnya" tawar Ardi kepadaku.

"Ok Ko, nanti aku kabari paling telat senin malam ya"

"Sipp.. Aku tunggu kabar baik darimu ya Lyd"

"Iya Ko.."

Sebenarnya aku tidak ada kegiatan sabtu dan minggu pekan depan, akan tetapi kalau aku langsung meng-iyakan ajakan Ardi tentu memberi kesan seakan-akan aku murahan dan gampangan. Walau aku belum pernah pacaran, tapi bukan berarti tidak pernah ada laki-laki yang naksir dan mengejar cintaku selama aku sekolah dahulu. Andai papa dan mama tidak melarangku untuk berpacaran mungkin aku sudah beberapa kali gonta-ganti pacar.

Bukan mau menyombongkan diri, tetapi aku termasuk perempuan tercantik di saat aku duduk di SMP dan SMA. Bahkan saat SMA, cowok terganteng di SMAku , Andre, naksir berat ke aku, dia sampai bela-belain datang berkunjung ke rumahku dan minta izin ke orang tuaku untuk memperbolehkan dirinya mengajak aku berkencan. Tapi orangtuaku termasuk keras kepala, berkali-kali Andre memohon tetap tidak diizinkan. Kalaupun ada kami pernah pergi bareng, itupun bersama orangtuaku dan saat itu hari ulangtahunku ke 15.

Andai aku tidak merengek-rengek memohon pada mereka untuk mengajak Andre makan bersama keluargaku saat aku ulangtahun, tidak pernah sekalipun aku bisa merasakan makan bersama cowok seusiaku. Ya, aku merengek karena aku sebenarnya juga naksir kepada Andre, namun walau begitu aku tetap nurut dengan peraturan orangtuaku. Karena walau mereka keras, namun cara mereka mendidik ku tidak dengan tangan besi, lebih banyak memberikan pengertian-pengertian sehingga memancing kedewasaan berpikirku.

‐-------

Kami tiba di bandara Soekarno Hatta jam 18.45, kami berempat segera mengurus boarding pass, papa mama duduk berdua dia kursi baris depan kanan, aku di baris ke dua sisi kiri di aisle sedangkan Ardi di baris kedua juga namun di sisi kanan, disamping kaca pesawat. Disamping kiri ku sudah terisi penumpang yang sudah lebih dahulu boarding begitupun sisi aile kanan, bangku disamping Ardi.

Sebetulnya aku agak kecewa dengan posisi tempat dudukku, karena sebenarnya aku ingin duduk bersebelahan dengan Ardi karena selama di mobil, kami lebih banyak diam, mungkin karena Ardi juga sungkan kepada papa dan mamaku yang duduk didepan kami. Namun apalah daya, kebetulan penerbangan kali ini full seat, sehingga mau tidak mau aku batal duduk bersebelahan dengan Ardi.