webnovel

Bendera Hitam

"Kuberi 2 koin emas." Tawar Rei kemudian.

"Tuan muda, kau bercanda ya?" Balas pak tua. "Belati ini adalah warisan khusus kerajaan Jarias. Harganya paling tidak 30 koin emas."

"Maksud anda warisan terkutuk kan? 5 koin emas." Balas Rei ketus. "Lagipula selain Aku juga tidak ada yang mau membelinya kan? Kotaknya saja sudah berdebu begini."

"Tu-Tunggu!" Sela Aria cepat. "Apa maksudnya terkutuk?"

Melipat bibirnya pahit, Rei memasang ekspresi seperti orang yang sudah keceplosan bicara. "...Tidak ada. Cuma julukannya--"

"Disebut terkutuk karena…" Feny tiba-tiba ikutan bicara juga. "Itu merupakan belati yang membunuh semua anggota keluarga kerajaan Jarias. Benar kan ayah?"

Meski pak tua itu malah jadi canggung dan berbisik pelan pada putrinya. "Woi, kenapa kau mengatakannya? Nanti mereka tidak jadi beli." Gerutunya.

"Kenapa? Lagipula kakak laki-laki itu kelihatannya sudah tahu." Balasnya.

Tapi selagi ayah dan anak itu bertengkar, Aria juga masih memandangi Rei dengan tatapan protes dan menuntut. Jadi sebagai balasan, Rei juga kembali meninggikan wajahnya di depan Aria. "Memangnya kenapa? Belati yang sudah membunuh orang kan bukan hal yang aneh. Kalau benda seperti itu dibilang terkutuk, pedangku berarti lebih buruk."

Agak merengut, Aria pun terdiam. Dia sempat melirik ke arah pinggang Rei, tapi pedang yang biasa tergantung di sana ternyata sedang tidak ada. "Meski begitu…"

Tidak melanjutkannya, suara Aria tiba-tiba saja terputus dan pandangannya terhenti ke arah punggung Rei.

"...Apa?" Bingung, Rei pun mengikuti pandangan Aria dan berbalik. Dan jauh di ujung ufuk, dia melihat sebuah kapal di sana, dengan bendera hitam yang selalu bikin orang gelisah.

"Woi, pak tua!" Panggilnya. Tapi karena orangnya masih sibuk saling tendang dengan anaknya, Rei langsung saja merebut teropong yang tergantung di pinggangnya.

"Eh, apa?!" Merasa kecopetan, pria tua itu menoleh. Tapi sebelum protes, dia akhirnya menyadari keberadaan kapal yang masih kelihatan kecil itu. Bahkan tanpa perlu teropong, dia sudah bisa mengenali arti bendera hitam itu.

"Kerang sialan! Bajak laut?!" Ujarnya yang kemudian langsung memukul pundak putrinya. "Turunkan semua layar! Kita harus ngebut sebelum mereka mengejar kita!"

"Eh seriusan?!" Ikutan panik, Feny juga buru-buru menggerakkan kakinya untuk melepas semua ikatan layar.

Untuk sesaat kapal itu langsung melaju lebih cepat dari sebelumnya. Tapi Rei sama sekali tidak terlihat terkesan langsung mendengus pelan. "Kalian tahu itu percuma kan? Kapal jelek begini sudah pasti akan langsung disusul dalam waktu singkat." Katanya, meski dua orang itu hanya mengabaikannya dan tetap melakukan pekerjaan mereka.

"Tsk, dasar menyedihkan. Padahal situasi kita sudah jelek, tapi sekarang malah ketemu bajak laut segala? Kenapa semuanya tidak ada yang berjalan dengan lancar?!" Gerutunya sendiri, yang akhirnya beralih lagi pada Aria. "Rapikan barangmu. Kita pergi saja dari sini."

"Eh? Pergi bagaimana maksudmu?"

"Walaupun masih agak jauh, Aku bisa membawamu terbang sampai ke ibukota. Ambil saja benda yang kau perlu." Balas Rei yang kemudian berlari untuk mengambil sebuah kantong dari sisi samping kapal untuk mengambil barang seadanya. Selain barang-barangnya, ternyata di situ juga ada ada barang milik Aria yang kelihatannya dibawakan oleh Leyna dan yang lain.

Tapi tentu saja Aria hanya bergeming di tempatnya. "...Lalu Feny dan ayahnya bagaimana?"

"Hah? Mana Aku tahu. Kalau tidak dibunuh, ya palingan mereka dijadikan budak." Sahut Rei asal. Lalu setelah selesai mengantongi barang mereka yang sedikit, dia pun kembali ke sisi Aria.

"Jangan protes. Aku tidak bisa membawa terbang satu kapal, kau tahu." Lanjutnya yang sekarang sudah menggenggam lengan Aria.

"Ti-Tidak perlu kapalnya, tapi kita bisa bawa mereka juga kan?" Bantah Aria yang masih belum mau ikut pergi.

Terdiam, Rei malah memasang wajah jijik pada wanita di depannya. Meski bukannya langsung menyeret Aria, Rei ternyata malah mengalihkan pandangannya ke arah sang kapten. "Kalau kalian mau, Aku bisa membawa kalian pergi. Mau tidak?" Tawarnya begitu saja.

"Dan meninggalkan kapal ini?? Lebih baik Aku mati saja di sini!" Sahut sang kapten.

"Lihat?" Kata Rei ke arah Aria lagi. "Kita pergi sekarang."

Dan tanpa menunggu izinnya, Rei pun langsung melemparkan kantong itu ke pelukan Aria dan mulai menggendongnya terbang ke langit.

"Apa? Tunggu!" Protes Aria meski tangannya spontan pegangan ke leher Rei. Dia hampir menyerah di situasi itu. Tapi saat matanya kembali menangkap sosok Feny yang sibuk mondar-mandir ke geladak kapal, pikiran warasnya langsung kembali lagi.

"Tapi kau dan Aku kan bisa menggunakan sihir. Kita pasti bisa membantu mereka dengan suatu cara! Bagaimana bisa kita malah kabur dan meninggalkan mereka untuk mati begitu saja??" Keluhnya.

Tapi karena Rei hanya mengabaikannya, akhirnya Aria pun mulai meronta-ronta. "Turunkan Aku! Lepas! Turunkan!"

"Sialan! Jangan bergerak--"

BOOM! Tapi sesuatu tiba-tiba saja melesat terbang ke arah mereka. Cahaya merah yang kelihatannya jelas punya daya ledak.

'Ada yang bisa sihir di kapal bajak laut itu!'

"Kgh!" Rei yang melihat itu duluan buru-buru mengeluarkan sihir pelindungnya. Tapi efek ledakannya tetap membuat mereka terhempas dan membuat pegangan mereka terlepas dari satu sama lain.

"Brwb--" Aria jatuh duluan ke dalam air, tapi ternyata Rei buru-buru ikutan melesat ke arahnya dan segera menangkapnya sebelum dia tenggelam terlalu jauh.

"Bwah!" Dan dengan susah payah, keduanya pun buru-buru naik ke permukaan untuk mencari napas.

Barang yang tadi mereka bawa juga hilang--atau terbakar, entah--tapi daripada itu, yang pertama menarik perhatian Aria adalah cairan merah samar yang mengucur dari kepala Rei. "Ke-Kepalamu berdarah!"

Tapi alih-alih menjawabnya, Rei malah menampik tangan Alisa. "Meski sudah begini, jangan bilang kau masih mau kembali."

"..." Tapi saat Aria terdiam begitu, cahaya ungu yang lebih besar malah kembali melesat ke arah mereka. Sehingga kali ini Aria yang harus mengeluarkan sihirnya--meski dia lebih memilih untuk memantulkan cahaya itu ke sisi laut yang agak jauh dari tempat mereka.

"Mmh, mereka mungkin tidak akan membiarkan kita pergi juga." Kata Aria kemudian.

"Gah, persetan!" Umpat Rei yang kemudian langsung mengalihkan pandangannya pada kapal bajak laut yang sudah tidak jauh. Dan dia bisa melihat ada pria dengan rambut gimbal menjijikkan yang melebarkan tawanya ke arah mereka. "...Aku ingin membunuhnya." Celetuk Rei akhirnya.

Sembari memasang wajah getir, Aria sebenarnya tidak begitu ingin mengutarakan ide yang muncul di kepalanya. Tapi akhirnya dia tetap berkata, "Itu, anu, mungkin kalau pakai belati tadi…"

Rei membalas pandangan Aria dengan kerutan alis yang tidak senang, tapi akhirnya dia hanya berdecak kesal sambil mengusap kepalanya yang perih dan pusing.

Dan mereka pun kembali ke kapal jelek sang kapten.