webnovel

Aku Juga Minta Maaf

Tanpa bisa melakukan apa-apa, Aran langsung jatuh terduduk begitu saja. Dia pasti menghabiskan seluruh tenaganya hanya untuk mengais sekop dan berlari ke situ untuk melindungi Aria. Sehingga kondisi Aran yang tadinya sudah lebih baik akhirnya malah jadi buruk lagi. Bukan cuma keringatnya yang mengucur deras, wajahnya juga mulai kembali pucat.

Aria langsung coba untuk menggunakan sihirnya, tapi napas Aran masih saja berat seperti kena demam. 'Aku kehabisan obat pereda sakitnya…' Pikir Aria. Efek racunnya seharusnya sudah membaik, tapi kalau tidak diberikan obat pereda rasa sakit, Aran masih akan lumayan tersiksa sampai dia bisa benar-benar sembuh.

Dan Rei yang melihat itu tahu persis apa yang mereka butuhkan. "Aku punya penawarnya." Katanya duluan. "Akan kuberikan kalau kau menuruti permintaanku."

Mendengar itu Aria sudah akan menyahut iya, tapi Aran malah menyela lagi. "Mati saja sana, dasar penyihir gila." Umpatnya.

Rei menelan hinaan itu dan berusaha mengatur ekspresinya. "Kalau Aku mati, akan kusuruh Hiki untuk membunuh 2 teman kalian."

"Kedengaran merepotkan, tapi ya tentu." Celetuk Hiki.

"Dasar sialan--" Tapi sebelum Aran bisa mengoceh lagi, Aria sudah keburu menutup mulutnya.

"Ka-Kalian butuh apa?" Tanya Aria.

"Mudah. Aku cuma butuh…" Rei memulai. Bahkan bukan cuma Aria dan Aran, Hiki juga agak menantikan apa yang akan dia katakan. "Informasi tentang orang yang mengajarimu sihir mikro. Apa ada penyihir hebat di sekitar sini?"

"Eyy, tidak menyenangkan!" Celetuk Hiki seperti penonton yang kecewa.

Walaupun sebaliknya, Aria yang tidak begitu paham akan pertanyaannya malah kelihatan bingung. "Sihir mikro…?" Ulangnya.

"Yang sebelumnya, saat kau mengubah tanah jadi seperti agar. Jangan bilang kau juga tidak tahu apa itu."

Tapi untungnya Aria tahu yang ini. "Ah, itu, saya cuma tidak sengaja melihatnya di buku yang ada di perpustakaan. Dan itu tiba-tiba saja terpikir…" Dan dia pun teringat lagi bagaimana dia membuat Rei tersuruk tadi siang.

Walaupun sesuai dengan dugaan awalnya--terlalu sesuai, Rei tidak kelihatan senang dan cuma bisa berdiri diam di sana seakan sedang mengalami perang batin sendirian. Perang batin yang sudah lama dia lupakan sejak tahun lalu.

Meski setelah terdiam agak lama, Rei pun akhirnya berkata lagi. "Kalau cuma sampai besok dia belum akan mati kan?" Tanyanya. "Kalau begitu datang ke mansion besok. Nanti kuberikan penawarnya."

====================================

Aran jelas tidak akan membiarkan Aria pergi ke sana, apalagi sendiri. Tapi karena tahu kalau Aria jelas akan ke sana diam-diam saat dia tidur, Aran sempat menahan tidurnya mati-matian meski itu sulitnya juga setengah mati. Sehingga pada akhirnya Aria yang jadi harus menggunakan obat tidur padanya supaya dia bisa istirahat.

Jadi di sinilah Aria, kembali berdiri di depan kediaman Malven.

Aria juga sebenarnya tidak yakin, tapi kelihatannya dua bangsawan itu perlu sesuatu darinya. Dan itu kelihatannya berhubungan dengan sihirnya. "Jangan bilang mereka mau menyuruhku melakukan pekerjaan seperti penyihir bayaran…" Gumamnya khawatir. Karena walaupun itu adalah hal terakhir yang harus dia khawatirkan, Aria tetap saja jadi takut duluan kalau memikirkannya.

"Ah, nona Aria ya? Tuan Alrei sudah bilang anda akan datang." Tapi tidak seperti yang dia takutkan, dia malah disambut dengan baik oleh para pelayan seakan dia betulan seorang tamu. Aria tentu saja tambah gelisah melihat itu, tapi untuk sekarang dia hanya bisa mengikuti mereka. Sampai akhirnya dia sampai di sebuah rumah kaca.

Para pelayan itu meninggalkannya dan bilang kalau Rei akan datang sebentar lagi. Jadi selagi menunggu, Aria tidak bisa tidak melihat-lihat semua tanaman dan bunga cantik yang ada di situ. Terutama karena hampir semua tanaman yang ada di situ adalah tanaman obat.

Soalnya kalau di toko nyonya Rumia, seringnya dia hanya melihat tanaman yang sudah dikeringkan. Jadi ini pertama kalinya dia melihat banyak tanaman obat yang masih ada di potnya.

Baru setelah beberapa lama, Rei pun akhirnya masuk ke rumah kaca itu. "Kau datang lebih pagi dari yang kukira." Katanya seperti agak menggerutu sambil membawa setumpuk buku tebal di tangannya. Soalnya walaupun dia memang tidak tidur semalam, dia tidak suka melakukan sesuatu yang merepotkan sebelum sarapan.

Tapi karena Aria tidak menyahut dan hanya berdiri dengan gemetar, Rei pun akhirnya hanya menghela napas pelan. "Kau tahu, Hiki pernah tidak sengaja memberikan bunga itu pada seorang perempuan." Katanya tiba-tiba.

Dan ternyata Aria sedikit kaget mendengar itu. Soalnya dia tahu kalau itu adalah bunga Jorm yang aromanya bisa membuat orang langsung pingsan. "A-Apa perempuan itu baik-baik saja?"

"Ya, dia bangun setelah tiga hari." Balasnya. Setelah itu Rei sempat memandang Aria untuk beberapa saat lagi sebelum akhirnya mulai bicara. "Tapi kau benar-benar tidak tahu apa itu sihir mikro? Berarti sihir makro juga tidak?" Tanyanya dan Aria hanya menggeleng.

BUSH! Dan tiba-tiba saja Rei membakar salah satu bunga di situ. "Yang kulakukan ini namanya sihir makro. Sedangkan yang waktu itu kau lakukan adalah sihir mikro." Jelasnya. "Kalau mau dijelaskan secara mudah, intinya sihir makro hanya fokus mengeluarkan energi sihir. Sedangkan sihir mikro lebih fokus pada pembentukan dan arah sihir yang kau keluarkan."

"Dan Aku sebenarnya agak membutuhkan itu, tapi sayangnya Aku tidak terlalu pandai melakukannya." Akunya kemudian.

"...Apa anda ingin saya mengajari anda cara melakukannya?"

"Tidak. Aku sudah menyerah tentang itu. Buang-buang waktu juga kalau Aku belajar lagi." Balasnya. "Makanya kupikir mungkin kau bisa sekalian bekerja untukku saja."

Mendengar itu jantung Aria agak mencelos karena arah pembicaraannya mengarah tepat ke arah yang dia khawatirkan. "Sa-Saya tidak bisa membunuh orang atau semacamnya!" Balas Aria langsung.

"...Yaa, itu agak disayangkan. Tapi tenang saja, bukan seperti itu pekerjaannya." Balas Rei. "Tapi untuk sekarang Aku perlu mengukur kemampuanmu dulu. Jadi baca ini." Lanjutnya sambil menunjuk buku-buku yang tadi dia bawa. Dan walaupun agak takut, Aria pun mendekat untuk melihatnya. "Aku sudah tandai sihir yang harus kau coba."

Tapi daripada jenis-jenis sihir yang harus dia coba, Aria ternyata lebih kaget dengan jumlah pembatas buku yang dia lihat. Ada lebih dari 10 pembatas di sana! "Se-Semuanya?"

"Pilih 2 yang kau suka." Jawabnya. "Pelajari selama yang kau butuh. Dan kalau sudah selesai, bilang pada penjaga di depan untuk memanggilku." Tambahnya. "Apa ada lagi yang kau butuhkan?"

Ditanya begitu, Aria pun tidak bisa melepaskan kesempatan itu. "Sa-Saya ingin lihat teman-teman saya dulu! Ka-Kalau boleh… Saya mohon."

Rei merengut sedikit, tapi akhirnya dia pun memanggil 2 penjaga di depan. "Antarkan dia ke tempat mereka." Perintahnya, meski anehnya dia masih mengangkat jarinya seakan dia belum selesai bicara. "Mm… Kalau kubilang jangan sembuhkan luka mereka kau akan menurut tidak?"

"Mereka terluka??"

"Tentu saja. Mereka kan pencuri betulan, jadi setidaknya Aku..." Jawab Rei seakan itu sudah jelas, meski dia juga langsung merasa aneh kalau harus menjelaskannya.

Walaupun tentu saja Aria sudah langsung kena serangan jantung duluan dan mulai tercekat sendiri. Jadi karena kasihan, Rei pun terpaksa melonggarkan sedikit situasinya. "Yasudah, kau boleh menyembuhkan mereka." Katanya akhirnya. "Tapi jangan coba yang aneh-aneh apalagi kabur." Tambahnya.

Dan setelah diperingati seperti itu, Aria pun diantar ke tempat teman-temannya.

Barulah saat itu Aria sadar kenapa dia tidak bisa menemukan mereka kemarin. SOalnya ternyata tempatnya ada jauh di ruangan bawah tanah!

"Leyna! Mika!" Seru Aria seakan dia sudah lama sekali tidak melihat sosok mereka. "Ta-Tangan kalian!" Dan seperti yang sudah diperingatkan Rei, mereka berdua memang kelihatan terluka.

"Aria?! Kenapa kau bisa…?"

"Bi-Bi-Biar kusembuhkan tangan kalian dulu." Sela Aria gemetar. Karena meski yang terluka parah cuma tangan mereka, bentuk tulang-tulang dan warna kulitnya sudah sangat-sangat mengkhawatirkan. Terutama bagian pergelangan sampai ke ujung jari mereka. Kalau didiamkan lebih lama lagi, tangan mereka mungkin akan tetap jadi cacat meski disembuhkan.

Tapi ternyata Leyna malah menghentakkan kakinya dengan marah. "Kau itu bodoh atau apa?! Bagaimana bisa kau malah menyusup ke sini juga?" Omelnya. "Lihat akibatnya! Sekarang mereka jadi menangkapmu juga!"

"Maaf. Tapi... Mereka tidak menangkapku kok, secara teknis."

"Eh? Tidak?" Tanya Mika juga.

"Mereka bilang kalau Aku mau bekerja untuk mereka, kalian akan dibebaskan."

"Dan kau menurut begitu saja?"

"...Untuk sekarang cuma itu yang kubisa." Balas Aria yang akhirnya mulai fokus menyembuhkan tangan mereka. Dan untungnya dia juga bawa obat luka yang memang selalu dia kantungi kemana-mana.

Tapi karena penjaga yang mengawasi sempat terlihat curiga, Aria jadi perlu menjelaskannya dulu. "I-Ini cuma obat oles." Katanya.

Baru setelah penjaga itu kelihatan santai lagi, Leyna mendekatkan kepalanya untuk berbisik. "Aran… Mina dan yang lain, apa semuanya baik-baik saja?" Tanyanya dan untungnya Aria mengangguk kecil.

"Aran masih agak sakit, tapi sudah tidak apa-apa." Jawab Aria dan kedua temannya pun bisa menghela napas lega sejenak.

"Tapi pekerjaan apa yang mereka suruh padamu?" Tanya Mika dan kali ini Aria cuma diam. "Jangan bilang mereka menyuruhmu jadi penyihir bayaran?"

"...Dia bilang pekerjaannya bukan seperti itu." Jawab Aria seadanya.

"Apapun itu kau harus hati-hati." Kata Leyna. "DIlihat-lihat, mereka sepertinya orang yang punya banyak musuh. Kalau terlibat terlalu banyak, nantinya kau akan terluka."

"Aku akan hati-hati." Balasnya.

Meski anehnya setelah dibalas seperti itu, entah kenapa perasaan Leyna dan Mika malah jadi sakit lagi. "Maafkan kami ya." Kata Leyna dengan suara yang tercekat. "Gara-gara kami melakukan pekerjaan seperti ini, kau yang jadi…"

Tapi Aria malah langsung menggelengkan kepalanya dengan keras. "Kalian juga kerja seperti ini karena Aku sama sekali tidak sadar betapa sulitnya situasi kalian. Aku juga salah…" Balasnya dengan nada yang sama tercekatnya. "Kalian selalu melindungiku, jadi kali ini Aku yang harus gantian melakukannya."