webnovel

Penjelajah Waktu Pengubah Takdir

"Menjadi penjelajah waktu dan membantu orang yang sudah tiada untuk mewujudkan keinginannya adalah hal yang dilakukan Adelia selama ini. Entah sudah berapa banyak orang yang kehidupannya dijalani dan diubah olehnya. Dia pernah menjalani hidup seorang gadis bernama Amelia yang meninggal karena ulah kakaknya, Kaila. Adelia pun pernah memperbaiki kehidupan Bulan, gadis yang selalu hidup bahagia, tapi hancur karena seorang pria. Misi utama Adelia adalah membuat dunia yang lebih baik dengan mengubah kisah dari orang-orang yang hidupnya berantakan karena ulah para perusak takdir. Entah itu kakak yang jahat atau suami yang kasar, Adelia harus menghadapi mereka. Akankah Adelia bisa menjalani setiap misinya dengan lancar? Atau akan ada hambatan besar yang membuat Adelia tidak bisa melanjutkan ke misi berikutnya?"

Ash_grey94 · Urbain
Pas assez d’évaluations
420 Chs

Anak Sulung yang Tidak Tahu Diri

Sore harinya, Adelia dan Alvin membersihkan barang-barang di rumah. Mereka menemukan beberapa sisa makanan untuk dipanaskan, dan memasak bubur millet. Selesai makan, mereka masuk ke kamar.

Begitu masuk ke kamarnya, Adelia bisa mendengar Indira dan Kaila berbicara. Suara Indira sangat lembut, tapi agak berat, "Kaila, tidak peduli apa yang kamu pikirkan, ayahmu dan aku mencintaimu dari lubuk hati kami yang paling dalam. Kami tidak mengharapkan apa pun darimu. Kondisi Keluarga Sudrajat tidak baik, mereka bernasib malang. Hidupmu di sana pasti tidak sebaik hidupmu bersama kami. Raditya juga anak tertua di keluarga. Jika kamu menikah dengannya, kamu akan menjadi menantu tertua dari Keluarga Sudrajat. Beban di pundak menantu perempuan tertua sangat berat."

Kaila duduk di samping. Meskipun dia mendengarkan, dia tidak bisa melihat wajah ibunya. Di sebelahnya, Indira tidak peduli apakah Kaila mendengarkan atau tidak, tapi dia harus mengatakan semua yang ingin dikatakan.

"Di masa depan, kamu dan Raditya mungkin harus menafkahi kedua adik kandung dan adik ipar kalian. Kamu harus menengahi setiap konflik yang muncul antara ketiga bersaudara itu. Mulai sekarang, kamu tidak bisa semena-mena seperti di rumah. Jika kamu menikah dengan seseorang, kamu akan harus bersikap lebih dewasa, kamu tidak bisa seperti anak kecil," jelas Indira.

"Aku tahu." Kaila meringkuk. Dia berkata dalam hatinya bahwa Raditya akan menjadi orang terkaya di kabupaten ini. Dia tidak tahu betapa baiknya hidupnya nanti. Bagaimana dia bisa menderita seperti kata ibunya?

Indira menghela napas, "Besok Raditya akan kedua adiknya akan menikah bersamaan. Keluarga kita dekat dengan Keluarga Sudrajat. Besok ibu akan membiarkanmu pergi lebih awal. Kamu harus ingat bahwa ketika kamu memasuki rumah itu, kamu harus menjadi yang pertama. Jangan biarkan calon menantu Keluarga Sudrajat lainnya mendahului dirimu, mengerti?"

Kaila semakin tidak sabar mendengar kata-kata ini, "Ibu, jangan terlalu banyak bicara. Kenapa ibu ingin aku menjadi yang pertama masuk? Ini adalah kepercayaan, dan sekarang sudah ketinggalan zaman."

Indira melihat penampilan Kaila yang tidak mendengarkan dirinya. Dia memikirkan kesulitan saat memberinya makan ketika Kaila masih kecil, dan kini anaknya malah menjadi anak yang pemberontak. Indira menahan tangis, tapi dia tidak tahu mengapa.

Adelia mendengarkan pembicaraan mereka dari kamar. Dia merasa kesal pada Indira di dalam hatinya. Sejujurnya, ibu dan ayahnya tidak memiliki budaya memukul anak-anak mereka. Kedua orang ini sangat mencintai setiap anak dan sangat ingin membantu anak-anak mereka untuk menjadi lebih baik. Mengingat bahwa mereka dapat mengorbankan segalanya untuk anak-anaknya, Adelia semakin kesal dengan sikap Kaila yang seenaknya sendiri.

Yanuar dan Indira sangat menyayangi Kaila, terlebih dia adalah putri sulung mereka. Pasangan ini dengan ikhlas merencanakan masa depan yang cerah untuknya. Bahkan jika mereka sedih karena perbuatan Kaila, mereka tidak akan mau menyerah padanya. Sayangnya, Kaila terlalu egois dan merasa benar sendiri. Dia tidak tahu bagaimana cara menghormati orang tuanya.

Adelia mengamati Indira dengan tenang, lalu menoleh dan menyeka air matanya. Dia pun keluar dari kamar dan memberikan saputangan kepada Indira, "Ibu, usap dengan ini."

Indira dengan cepat berdiri, "Terima kasih." Ketika dia keluar dari kamar Kaila, dia berkata dengan lembut pada Adelia, "Kamu akan pergi menemani kakak tertuamu bersama Alvin besok pagi. Alvin tidak bisa pergi sendirian. Kamu harus ingat bahwa kamu harus membantu kakakmu itu saat mendampingi Kaila."

"Baik." Adelia mengangguk patuh, "Ibu, aku ingat."

Indira menepuk kepala Adelia, "Kamu sangat baik, Adelia."

Keluarga itu pergi tidur lebih awal setelah mereka bersih-bersih. Adelia agak tidak bisa tidur, jadi dia duduk di tempat tidur dan membaca. Dia membaca beberapa halaman dan melihat bahwa saat itu hampir jam sebelas. Dia sangat haus, jadi dia memakai sandal dan keluar untuk minum segelas air.

Baru saja Adelia akan keluar dari kamar, tapi dia mendengar jeritan dan suara-suara yang datang dari kamar Yanuar. Adelia tercengang. Terlepas dari rasa hausnya, dia segera berlari dan mengetuk pintu.

Indira membuka pintu dengan rambut tersampir, dan melihat Adelia sambil tersenyum, "Tidak apa-apa, ayahmu terlalu lelah. Dia hanya mimpi buruk."

Adelia mencari dalam ingatan pemilik asli tubuhnya. Tampaknya Yanuar memang memiliki masalah seperti itu. Dia berbicara dalam tidur ketika dia terlalu lelah, dan tidur dengan sangat tidak tenang bila terlalu banyak pikiran. Karena pernikahan Kaila akan diadakan sebentar lagi, Yanuar memang sangat sibuk dan sangat lelah.

Mengetahui bahwa Yanuar kelelahan, Adelia benar-benar merasa kasihan pada ayahnya. Dia menuangkan segelas air untuk diberikan pada Indira, "Ibu, tolong beri ayah air hangat ini. Kita akan bangun pagi besok, jadi ayah harus tidur lebih banyak. Jika besok ayah masih terlalu lelah, biar aku dan Kak Alvin yang mengurus semuanya. Ayah dan ibu bisa mengandalkan kami. Juga, masih ada paman yang bisa membantu, jadi ayah tidak perlu terlalu cemas."

"Baiklah, ibu tahu." Indira menyuruh Adelia kembali ke kamar, "Kamu kembali ke tempat tidur, jangan kelelahan juga seperti ayahmu. Jangan membaca buku lagi, nak, pergi tidur lebih awal."

Ketika Adelia setuju untuk kembali ke kamar, dia melihat Kaila keluar dengan pakaiannya. Dia tampak tidak sabar, dengan sedikit amarah di wajahnya, "Kalian tidak ada habisnya, ya? Apa kalian tidak tahu aku baru bisa tidur? Kenapa berisik sekali, dan ada apa dengan ayah? Kenapa dia selalu berbicara dalam tidur seperti itu?"

Adelia mendengarkan kata-kata ini, dan dia semakin tidak menghormati Kaila. Gadis di depannya ini sangat tidak berharga. Faktanya, pemilik asli tubuh Adelia benar-benar menempatkan Kaila sebagai kakak perempuan di dalam hatinya, dan dia peduli dengan persaudaraan mereka. Oleh karena itu, bahkan jika Kaila membuatnya menikah dengan seorang pria yang sering melakukan kekerasan dalam rumah tangga dan terbunuh pada akhirnya, dia tidak pernah berpikir untuk membalas dendam terhadap Kaila. Di hati pemilik asli tubuh Adelia, Kaila sangat baik.

Tapi sekarang Adelia menyaksikan Kaila membuat begitu banyak hal, dan menyaksikan Kaila bahkan tidak memiliki rasa hormat dan cinta sedikit pun untuk orangtua kandungnya. Tak pelak, Adelia sudah membuang semua rasa sayang yang dimiliki untuk Kaila sebagai kakaknya. Kaila sama sekali tidak layak untuk dianggap sebagai seorang kakak.

Adelia tidak tahu bagaimana mungkin orang yang egois dan kejam seperti Kaila tidak dihukum. Dia ingin perlahan-lahan mengajari Kaila bagaimana menjadi manusia, sehingga kakaknya itu akan hidup dalam penyesalan selama sisa hidupnya.

Kata-kata Kaila tidak hanya membuat Adelia marah, tetapi Indira bahkan lebih marah. Dia sangat marah, sehingga dia hampir ingin menampar Kaila beberapa kali. Namun, karena di berpikir Kaila akan menikah besok, dia harus meredakan amarahnya. "Oke, kembali tidur." Indira melambaikan tangannya, tidak ingin melihat Kaila lagi.

Adelia menunggu Kaila kembali ke kamar sebelum dia memasuki kamarnya sendiri. Dia bahkan lebih tertekan karena melihat ayahnya. Dia bangun pagi-pagi dan mulai membersihkan bagian dalam dan luar rumah. Dia mengeluarkan cangkir di lemari dan mencucinya lagi, lalu menaruhnya di atas meja di ruang utama. Dia membakar beberapa kayu lebih awal untuk memasak air dan membuat teh.

Ketika Yanuar dan Indira bangun, Adelia sudah melakukan hampir segalanya. Melihat Adelia begitu cakap dan bijaksana, dan mengetahui bahwa dia mencintai orangtuanya, mata Yanuar memerah. Dia berjanji akan selalu memperlakukan Adelia dengan baik.