Hai readers Haruna, jangan lupa dukungannya buat Haruna ya, terima kasih.
*^*^*^*^*^*^
Di kantor Izham corporation, Tristan duduk menghadap jendela ruangannya. Menatap barisan gedung tinggi dari balik kaca. Ia terlihat sangat frustasi.
"Tuan muda, di depan ada Tuan muda Chris meminta izin bertemu," ucap Levi melaporkan kedatangan Christian.
"Aku tidak mau menemui kakak. Suruh pergi saja," perintah Tristan.
"Aku sudah di sini, jadi jangan bilang tidak ingin bertemu." Christian menerobos masuk meskipun Tristan menolak untuk menemuinya. Christian penasaran dengan suara jeritan Haruna sebelum panggilannya berakhir tadi pagi.
"Keluar!" Tristan menyuruh Levi keluar. Levi mengangguk lalu keluar meninggalkan mereka berdua.
"Apa yang kamu lakukan pada Haruna? Kenapa dia berteriak tadi?"
"Bukan urusan Kakak," jawab Tristan dengan sikap masa bodo. Ia tidak ingin membicarakan kejadian tadi pagi. Namun, Christian tetap bertanya padanya.
"Itu urusanku, apalagi jika kamu sampai melukainya." Chris yang biasanya selalu sabar menghadapi sikap acuh Tristan, kali ini tidak bisa mentolerir kelakuan Tristan.
"Haruna urusan Kakak? Haruna bukan siapa-siapa Kakak, jadi kenapa dia menjadi urusan Kakak?" Tristan meninggikan nada bicaranya karena merasa cemburu. Bagaimana bisa Haruna yang sudah dalam genggamannya itu justru dikhawatirkan oleh kakaknya. Mungkin benar, kalau Tristan hanya ingin bermain-main dengan Haruna pada awalnya. Namun, hatinya kini menginginkan Haruna seutuhnya. Ia ingin Haruna menjadi miliknya satu-satunya. Tidak boleh ada satu orang pun yang memiliki Haruna selain dirinya.
Christian berkacak pinggang sambil menghela napas berat. Entah bagaimana ia harus membujuk Tristan agar melepaskan Haruna. Chris sangat menyayangi adiknya, tetapi adiknya telah berbuat terlalu jauh. Menyekap dan menindas orang dengan hutang berbunga itu tentunya sebuah kejahatan. Chris tidak ingin Tristan berbuat kejahatan, belum lagi jika saingan bisnis mereka mengetahuinya. Mereka pasti akan menggunakan kesalahan Tristan untuk menggulingkan perusahaan Izham corporation.
"Tristan, Kakak mohon, jangan bertindak gegabah. Kamu bisa masuk penjara jika terus menyekap Haruna. Hutang-hutang keluarga Haruna, biar Kakak yang membayarnya. Biarkan haruna kembali kepada keluarganya," ucap Chris. Ia mencoba membujuk Tristan, meskipun Chris tahu, Tristan tidak pernah mendengarkan ucapan siapa pun. Jangankan kakaknya, jika sang ayah yang bicara pun Tristan tetap tidak akan mendengarkannya. Sikap keras kepala Tristan itulah yang membuat Chris selalu mengkhawatirkannya.
"Aku sudah bilang, Haruna akan tetap tinggal di rumahku, Kak. Aku tidak menerima uang dari siapa pun, kecuali keluarganya Haruna, titik! Aku ada rapat, sebaiknya Kakak pergi," ucap Tristan sambil mengambil berkas di mejanya dan meninggalkan Chris.
Christian terpaku dengan kedua tangan mengepal. "Kenapa kamu jadi semakin keras kepala, Tris. Apa lagi yang harus aku lakukan, agar kamu sadar," gumam Christian. Dia melangkah menghampiri meja kerja Tristan, di atas meja, Christian melihat selembar kertas yang penuh dengan coretan.
Tidak mungkin aku jatuh cinta pada Haruna
Christian tercengang melihat tulisan itu berbaris tak beraturan di atas kertas itu. Tulisan itu tersamarkan oleh garis melingkar yang hampir memenuhi bagian kertas.
"Tristan, dia … jatuh cinta pada Haruna?" Christian mengambil kertas itu dan meremasnya hingga menjadi gumpalan. Chris mengerti sekarang, kenapa Tristan tetap mempertahankan Haruna. Namun, Chris jadi kasihan pada Haruna. Christian tidak tahu apa isi hati Tristan, ia takut jika Tristan hanya terobsesi sesaat dan akan melukai Haruna di kemudian hari. Chris membawa kertas itu dan membuangnya ke dalam tempat sampah di sudut ruangan Tristan. Saat Chris keluar dari ruangan Tristan, seorang petugas kebersihan masuk ke dalam ruangan untuk membersihkannya.
Petugas wanita itu terlihat mencurigakan, ia memungut kertas yang Chris buang. Sebuah senyuman misterius tersungging dari bibir tipis petugas wanita itu.
"Asik, dapat duit nih," gumamnya. Ia menyimpan kertas itu di saku seragam lalu melanjutkan pekerjaannya. Setelah selesai, ia segera keluar dari ruangan Tristan.
***
"Non, makan dulu," ucap Sinta.
Sudah setengah hari Haruna duduk di sana tanpa bicara. Jangankan makan dan minum, bergerak saja Haruna tidak mau. Sinta tidak tega melihatnya, ia pun duduk di samping Haruna.
"Tuan muda Tristan, anak yang sangat nakal saat kecil, tapi dia selalu membantu orang lain tanpa menunjukan wajah. Dia akan menyuruh orang lain melakukan hal itu untuknya. Sikapnya berubah sejak Non Stevi menolak lamarannya. Ia jadi suka main wanita setelah mendapati Non Stevi tidur dengan pria bule saat kuliah di luar negeri. Awalnya Tuan Tristan pikir, Non Stevi menolak lamarannya karena benar-benar ingin belajar di luar negeri. Ternyata pikiran Tuan Tristan salah sejak awal. Non Stevi dengan terang-terangan mengatakan bahwa ia masih ingin bebas bermain dan berkencan dengan siapa pun yang dia mau. Jika harus segera menikah, maka kebebasan Non Stevi akan hilang." Sinta menceritakan kisah masa lalu Tristan dan Stevi.
"Tidak ada urusannya dengan saya. Kenapa Ibu menceritakan itu pada saya?" Haruna bertanya dengan suara sanagat pelan, lebih mirip gumaman.
"Ibu bukannya ingin membela Tuan Tristan, tapi yang Ibu lihat, Tuan Tris sepertinya mencintai Non," ucap Sinta.
"Mencintai dengan cara menyakiti sama saja seperti orang gila," cibir Haruna.
"Non, kalau boleh Ibu ingin memberi saran. Bersikap baiklah di depan Tuan Tris, supaya dia tidak menyiksa Non seperti ini terus. Percaya sama Ibu! Tuan Tris akan baik jika Non bersikap baik dan tidak membuatnya marah," ucap Sinta. Saat ini hanya itu yang bisa Sinta sarankan.
"Apa Ibu yakin? Jika aku bersikap baik padanya, akankah dia melepaskan saya?" tanya Haruna.
"Itu … kenapa tidak Non coba saja dulu," jawab Sinta.
"Saya sangat merindukan Kia. Asalkan dia mengizinkan saya menemui Kia, aku akan menurut padanya," ujar Haruna dengan penuh harap.
"Coba saja!" Sinta memberi semangat pada Haruna.
Meskipun ia jijik memikirkannya, tetapi Haruna akan mencobanya. Ia harap ide dari Sinta benar-benar bisa berhasil. Perlahan-lahan Haruna akan merayu Tristan agar mau melepaskan Haruna dan keluarganya. Setelah ia terbebas dari rumah itu, Haruna akan membawa serta semua keluarganya pergi sejauh mungkin dari Tristan.
***
"Vivi, kenapa sudah pulang? Apa kamu dipecat?"
Anggi menghampiri Vivi yang baru saja pulang bekerja. Baru jam dua belas siang, tapi Vivi sudah pulang. Tentu saja Anggi khawatir, karena Vivi sangat ingin bekerja dan mengumpulkan uang untuk menebus kakaknya.
"Tidak, Ma. Vivi kan belum resmi jadi pelayan di cafe Jef, masa iya sudah dipecat," jawab Vivi sambil tersenyum.
"Lalu?" Anggi bingung mengartikan ucapan Vivi.
"Hari ini, Vivi cuma membantu Jef membereskan cafe, menata meja dan juga hiasan dinding. Besok adalah hari pembukaan cafe. Jef memberikan harga perkenalan pada pelanggan dengan potongan harga 50%. Mama sama Kia, besok datang ya," pinta Vivi.
"Iya, Mama bawa Kia kesana besok. Sudah makan siang belum?"
Vivi hanya mengangguk pelan.
"Ya, sudah kalau gitu kamu istirahat saja. Mama mau menyuapi Kia," ucap Anggi. Ia lalu mencari Kia di halaman belakang.
Kia sedang bermain boneka sambil duduk di ayunan. Kia berbicara dengan bonekanya kalau ia sangat merindukan Haruna. Anggi meneteskan air mata mendengar ucapan Kia. Anak itu telah melupakan Mila dan menganggap Haruna seperti ibu kandungnya, tapi Kia harus berpisah juga dengan Haruna karena Tristan membawa Haruna pergi dari rumah Anggi.