Aura harus menjelaskan pada semua tamu undangan yang heran kenapa ia tinggal pergi oleh tunangan nya diacara mereka yang bahkan belum usai.
Nyonya Lidya dan Oma Diana mulai resah, setelah merapikan diri, Aura baru bisa memberikan penjelasan tentang apa yang tengah terjadi.
"kepada semua keluarga, teman-teman dan tamu undangan saya ucapkan terimakasih untuk kehadiran dan doa restunya,, saya bersama tunangan saya Tristan, mohon maaf sekali jika membuat semua menjadi kurang nyaman dan bertanya-tanya.."
Jeda sejenak,, ia harus kuat untuk melanjutkan ucapannya.
"ada sesuatu yang mendadak sehingga tunangan saya terpaksa pamit lebih dulu,, sekali lagi saya ucapkan terimakasih dan maaf yang sedalam-dalamnya..."
.
Tidak hanya nyonya Lidya yang resah, tuan Wildan pun merasa kan hal yang sama,, Tristan, Zara dan Aldi menghilang disaat bersamaan,, belum lagi pengakuan dari Widya dan Nanda yang sempat melihat Zara menangis lalu Tristan dan Aldi yang mengejar nya hingga mereka tidak kembali lagi sampai sekarang.
Oma Diana menguatkan diri,, suster Anna berusaha menenangkan wanita kesayangan tuannya agar tidak terkena serangan panik disaat begini.
.
Satu persatu tamu undangan berpamitan,, nyonya Lia menemui nyonya Lidya yang tampak murung.
"semoga semua baik-baik ya Bu Derry..."
"ya.. aku juga berharap begitu,, terimakasih sudah datang.."
Nyonya Lia memberikan pelukan nya untuk menenangkan wanita yang juga istri besannya.
Tuan Wildan beberapa kali menghubungi baik Zara maupun Aldi tidak ada yang menyahut, ia berencana untuk menemui mereka berdua nanti.
***
"apa yang kau lakukan???" selidik nyonya Lidya pada Aura di ruang ganti ballroom hotel. "kebodohan apa yang kau lakukan,, jawab mama!!!"
Aura menyeka air matanya, mama nya memang selalu begitu, menyudutkan dirinya.
"jawab mama Aura kenapa Tristan meninggal kan mu seperti ini...??"
"aku tidak tahu ma.. kenapa dan Kemana Tristan pergi..."
"kau pasti melakukan sesuatu... kau masih tidak bisa melupakan Aldi itu!!!"
"kenapa ma.. kenapa aku tidak bisa memperjuangkan cinta aku ma?? seperti mama yang memperjuangkan cinta mama sama om Derry... apa aku salah..."
"astaga kau..." nyonya Lidya merasakan nyeri di dadanya, Aura terbelalak mendapati mamanya terhuyung nyaris terjatuh segera Aura menyambut tubuh yang hampir ambruk itu.
"mama... mama..." Aura coba menepuk pipi mamanya "tooollloonnnngggg..." pekik Aura membuat Derry yang sengaja berdiri didepan segera masuk untuk melihat apa yang terjadi.
"omm mama om..."
.
Maafin Aura ma....- lirihnya dalam hati melihat tubuh pingsan mamanya dibopong oleh Derry sampai ke mobil menuju rumah sakit,
.
Sementara Oma Diana pulang lebih dulu,, ia tidak mengerti drama apa yang tengah terjadi dihari yang seharusnya penuh suka cita. Dia harus kerumah sakit sebelum sesuatu yang buruk terjadi.
***
Lexus hitam milik Tristan berhenti disebuah jembatan panjang,, hari sudah gelap,, mereka pergi tanpa tujuan yang pasti, gaun Zara pun kering dibadan.
"kenapa kita kesini??" tanya Zara heran
"ayo kita turun..." ajak Tristan dipatuhi oleh gadis yang tengah kalut itu.
Mereka berdiri di tepi jembatan,, melihat gelombang air sungai yang tidak terlalu nampak, tapi hanya suara riakan air yang terdengar.
"Zara... aku tidak tahu apa yang terjadi.. tapi.. kau bisa berteriak disini.. kau bisa lepaskan semua beban hati mu..."
Gadis itu tertunduk,, kembali ia rasakan sesuatu meremas jantungnya kini. Air mata nya tumpah di bahu pria yang pergi meninggal kan pesta pertunangan demi dirinya.
"hiks... hiks.. hiks..." suara tangis itu bagai alunan nada luka hati yang tak terbendung lagi. Ingin ia katakan, tapi tidak mampu melukai hati pria yang seharusnya berbahagia.
"hei.. berhenti lah menangis,, atau kau akan berubah jadi gadis buruk rupa.." hibur Tristan mengangkat wajah Zara yang dipenuhi genangan air mata, lalu mengusap perlahan.
"baiklah.. lakukan seperti ini.." Tristan memegang pembatas jembatan lalu berteriak kuat "aaaaa...aaaaa...aaaaaa..." teriaknya sekuat yang ia bisa.
"giliran mu..." titah sang pria maskulin memberikan aba-aba pada gadis patah hati.
Zara mengikuti seperti yang dicontohkan oleh Tristan,, ia menarik nafas dalam-dalam.
"Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa..... Aldiiiiiiii aku membencimu...aku benciiiiiiiiii." teriaknya melepaskan semua yang menyesaki rongga dadanya.
Dia ingin bisa lupa ingatan saja!! dia ingin menghapus semua tentang pernikahan yang menyiksanya selama ini,, dia ingin sembunyi dari luka hatinya.
"bagaimana lega???"
"terimakasih kak..." ujarnya mengulum senyum pahit.
"kalau sedang sedih,, terkadang aku selalu mencari tempat yang nyaman untuk berteriak,, sekedar melepaskan semua nya" tutur Tristan menatap lembut pada gadis yang matanya nampak berkilat malam ini. "kau bisa lakukan hal itu,, setelah lega,, pikiran jalan keluar dari masalahmu..."
Zara termenung mendengar penuturan Tristan, menelaah tiap kata yang diucapkan dengan seksama.