webnovel

PENDEKAR TAPAK DEWA

Kebiadaban yang dilakukan oleh gerombolan La Kala (Kelompok Merah-Merah) di bawah pimpinan La Afi Sangia makin merajalela. Terakhir mereka membantai penduduk Desa Tanaru beserta galara (kepala desa) dan keluarganya sebelum desa mereka dibumihanguskan. Mayat-mayat bergelimpangan di mana-mana yang sebagian besarnya hangus bersama rumah-rumah mereka. Darah Jenderal Hongli alias Dato Hongli mendidih menyaksikan bekas aksi kebiadaban yang di luar batas kemanusiaan itu. Darah kependekarannya menangis dan jiwanya menjerit. Tetapi ada sebuah keajaiban. Di antara mayat-mayat bergelimpangan ada sesosok bayi mungil yang kondisinya masih utuh. Tubuhnya sama sekali tak bergerak. Sang bayi malang seolah-olah tak tersentuh api walau pakaiannya telah menjadi abu. “Oh...ternyata bayi ini masih hidup,” desah sang mantan jenderal perang kekaisaran Dinasti Ming. Diangkatnya bayi itu seraya lanjut berucap, “Akan kubesarkan bayi ini. Dia adalah sang titisan para dewa. Akan kugembleng ia agar kelak menjadi seorang pendekar besar. Kelak, biarlah dia sendiri yang akan datang untuk menuntut balas atas kematian keluarganya serta seluruh penduduk desanya. Akan kuberi bayi ini dengan nama La Mudu. Ya, La Mudu, Si Yang Terbakar...!” Lalu sang pendekar besar yang bergelar Wu Ying Jianke (Pendekar Tanpa Bayangan) itu mengangkat tubuh bayi itu tinggi-tinggi dengan kedua tangannya. Ia berseru dengan suaranya yang bergetar membahana: “Dengarlah, wahai Sang Hyang Dewata Agung....! Aku bersumpah untuk menggembleng dia menjadi seorang pendekar besar yang akan menumpas segala bentuk kejahatan di atas bumi ini..!! Wahai Dewata Agung, kabulkanlah keinginanku ini...!! Kabulkan, kabulkan, kabulkan, wahai Dewata Agung...!” Sang Hyang Dewata Agung mendengar permohonannya. Alam pun seolah mengamininya. Cahaya petir langsung menghiasi angkasa raya yang disusul dengan guruh gemuruh yang bersahut-sahutan. Tak lama kemudian hujan deras bagai tercurah mengguyur bumi yan

M Dahlan Yakub Al Barry · Fantaisie
Pas assez d’évaluations
89 Chs

Bab 03. Sosok Misterius

Pada saat manusia misterius mendorong kedua tapak tangannya ke depan yang disertai lengkingan tinggi, gulungan angin yang sangat panas menderu dengan dahsyat ke arahnya, La Mudu yang telah siaga dengan serangan yang sangat mematikan itu, segera menyentakkan kaki kanannya ke bumi dan menyingkir di tempat itu sembari melepaskan serangan balasan berupa cahaya biru, yang kekuatannya setingkat dengan kekuatan serangan lawan.

Bumm...!!

Puncak Sorowua bergetar laksana dilanda gempa. Akibat gelombang angin dari ledakan itu, menjadikan pepohonan di sekitar itu seketika berguguran daunnya, dan ada beberapa pohon yang sampai bertumbangan.

Saat keadaan kembali tenang, suasana senyap. Manusia misterius yang berlindung dari balik cahaya putih ciptaannya, terlihat celingukan. Dan dengan penuh kewaspadaan tinggi ia mengamati dengan seksama keadaan di sekelilingnya.

"Ke mana si bocah nakal itu? " gumamnya. "Dia benar-benar telah menyerap dengan baik semua ilmu yang aku ajarkan. Bocah yang benar-benar luar biasa...! Tak percuma aku membesarkan dan mengangkatnya sebagai murid. Kau akan menjadi seorang pendekar besar, Mudu. Kau akan menggantikan diriku. Dan dengan tanganmu sendiri, kau akan menghacurkan riwayat para manusia iblis yang telah membunuh keluargamu yang biadab itu!"

"Cissshh...!"

Manusia misterius, yang sesungguhnya adalah Dato Hongli alias Jenderal Hongli alias Wu Ying Jianke (Pendekar Tanpa Bayanga), tiba-tiba merasakan kepala dan punggungnya basah oleh siraman air yang hangat. Saat kepalanya diusap lalu menciumnya, maka merahlah wajahnya.

Serta merta ia mendongak ke atas. Di atas sebuah cabang pohon, tampak La Muda baru saja memasukkan kembali ‘burung’-nya ke balik celananya sambil cekikikan.

"Bocah kurang ajar! Orang tua dikencingi...!" geram sekali Dato Hongli. Dan tanpa membuang-buang waktu, satu larik cahaya biru yang disertai angin yang sangat panas ia kiblatkan ke atas.

Prakkkk...!!

Batang pohon bagian atas, tepat di mana La Mudu tadi bertengger, patah dan hancur. Namun sebelum cahaya barusan mencapai sasaran, La Mudu telah lebih dulu bergerak menghindar, dan tiba-tiba telah bertengger di cabang pohon yang berada di belakang Dato Hongli, dan kembali mengeluarkan cekikikan yang mengejek.

Saat Dato Hongli menoleh, dan langsung mengirimkan pukulan kembali. Tetapi baru saja pukulan berupa gumpalan cahaya panas sebesar kepala manusia itu dikiblatkan ke atas, La Mudu telah lebih dahulu mengirimkan serangannya berupa gumpalan cahaya panas yg sama.

Duarrrr...!!

Satu ledakan yang cukup dahsyat pun terjadi di depan Dato Hongli. Tak ayal, tubuh orang tua yang masih terus menyelimuti dirinya dengan cahay putih kemilau itu pun terpental ke belakang dan jatuh membanting pantatnya di atas reranting kering yang menumpuk.

Laki-laki yang berusia di atas lima puluh tahun itu merasakan sakit di bagian pinggangnya, sehingga mau tak mau harus meringis juga. Ia hendak mencoba mengatur kembali nafasnya dengan menyalurkan tenaga murni ke seluruh jaringan tubuhnya. Namun belum lagi ia melakukannya, tiba-tiba telinganya menangkap suara decakan seperti suara cecak. Ketika ia mendongakkan wajahnya, ternyata La Mudu sedang merogoh kembali "burung"-nya sambil cekikikan, dan siap menembakkan lagi air seninya kepadanya.

"Hei! Bocah kurang ajar!" damprat Dato Hongli, sambil serta-merta bergerak bangkit, bersamaan dengan mengiblatkan satu pukulan angin panas ke arah atas.

"Eit! Tak kena..!" ejek si bocah, sembari dengan cepat ia melesatkan tubuh tubuhnya ke cabang pohon yang lain.

Saat Dato Hongli kembali mengirimkan segumpal cahaya berwarna biru kemilau, tubuh si bocah meluncur ke bawah sembari mengirimkan pukulan balasan berupa satu larik cahaya merah membara.

Dengan gerakan yang sangat gesit, Dato Hongli bergerak menghindar sembari mengirimkan satu pukulan yang melahirkan selarik cakaya putih kemilau.

Bluarr...!!

Ledakan cukup keras terjadi.

“Hmm...?”

Dato Hongli dengan sikap waspada mengawasi daerah sekeliling. Tubuh murid kecilnya telah raib di tempatnya. “Dia benar-benar pantas menjadi calon pendekar agung!” gumamnya bangga.

Namun di luar dugaannya, si murid kecilnya, tiba-tiba melesat kencang dari arah sampingnya sembari mengiblatkan satu tendangan keras ke arah lengannya. Dengan cepat Dato Hongli menggeser tubuhnya ke depan sembari menarik salah satu kakinya. Saat tubuh murid kecilnya lewat di sampingnya, dengan cepat ia mendaratkan satu tendangan balasan dengan kekuatan sedang, dan...

Buggkh...!

Tendangan itu mendarat tepat di lengan kanan La Mudu, dan membuat tubuhnya tersuruk beberapa meter ke belakang.

Tetapi La Mudu masih mampu menahan tubuhnya agar tidah sampai jatuh terduduk. Namun, sakit akibat tendangan itu terasa hingga ke otaknya.

"Hmm, tendanganmu lumayanlah, orang tua aneh," ucap La Mudu sembari mengusap lengannya satu kali, menyembunyikan rasa sakit yang cukup luar biasa. "Tapi belum cukup untuk menghilangkan gatal di tubuhku!"

"Huaa ha ha ha ha...! Kau memang bocah yang bermental baja, Mudu, tapi sekaligus tengil! " ucap Dato Hongli. "Kalau begitu, aku harus segera melenyapkan gatal di tubuhmu untuk selama-lamanya...!”

Manusia misterius, atau Dato Hongli, rupanya sudah tidak sabar untuk melakukan serangan, yang sejatinya untuk menguji ilmu muridnya itu. Dengan didahului sebuah pekikan tinggi yang disertai pengerahan tenaga dalam, tubuh yang masih terselimuti oleh cahaya putih itu pun melayang secepat kilat ke arah La Mudu.

La Mudu segera menyambut serangan itu. Pertarungan dahsyat pun terjadi. Puncak Sorowua terasa bergetar. Daun-daun berguguran akibat dihempas oleh angin kencang bagai puyuh dari hasil olah kedigdayaan dan tenaga dalam kedua manusia murid berguru yang sangat sakti itu. Karena dalam pertarungan fisik jarak dekat ini, keduanya memperagakan berbagai jurus tingkat tinggi. Rangkaian pukulan dengan kombinasi gerakan pukulan yang cepat dan mematikan berusaha saling mencari sasaran para tubuh lawannya masing-masing. Namun hingga pada jurus keseratus pun, keduanya masih imbang. Tak ada satu pun tendangan maupun pukulan yang membentur dengan keras dan berarti pada tubuh keduanya.

La Mudu, yang memang telah digembleng sejak balita, telah memiliki tingkat ilmu yang sangat tinggi. Kesaktian dan kedigdayaannya hanya mampu dikur oleh sang gurunya saja, yaitu Dato Hongli. Sehingga serangannya masing-masing dapat dengan mudah dipatahkan, namun sama sekali tak bisa saling menciderai.

Walhasil, kedua manusia yang sama-sama berilmu sangat tinggi itu pun terlibat dalam satu pertarungan yang dahsyat dengan efek yang sangat mengerikan bagi alam di sekelilingnya. Ini adalah sebuah pertarungan uji coba yang paling serius yang dilakukan sang mantan jenderal perang terhadap murid yang telah dianggapnya sebagai anaknya sendri itu.

"Heaatt..!"

"Heaahh..!"

Bweet...!!

Bweett..!!

Sampai pada jurus yang kedua ratus pun, kedua guru bermurid petarung itu belum mampu menyarangkan pukulan maupun tendangan yang berarti ke tubuh lawan masing-masing.

Akan tetapi, ada satu hal yang jelas yang dirasakan oleh La Mudu saat itu, adalah bahwa lawannya sudah mulai ngos-ngosan nafasnya. Ia pun berteriak dan mengejek:

"Dasar orang tua yang tak mau mawas diri! Tenaga tinggal sisa, masih saja mau melawan anak muda..!"

La Mudu tiba-tiba kemudian melakukan serangan mematikan dengan menggerakkan kedua belah tangannya. Ia sedang memperagakan sebuah jurus yang bernama Kitir Dewa Pemusnah Naga. Jurus itu sangat berbahaya bagi lawannya. Dan Dato Hongli tau itu.

Akibat jurus itu membuat puncaj Sorowua bagai dilanda puting beliung yang dahsyat. Bukan hanya dedaunan yang berguguran, tetapi batang-batangepohon kecil sebesar batang pisang bertumbangan dan terhempas di berbagai arah.

Tiba-tiba La Mudu menghentikan serangannya, karena manusia misterius yang terbungkus cahaya putih kemilau itu sudah tak ada di sekitarnya.

La Mudu tersenyum penuh kemenangan. “Manusia itu pasti sudah lari tunggang-langgang ketakutan,” gumamnya dengan nada pongah.