webnovel

Pelayan Genit

"Benar-benar gila! Sudah cantik, menarik, seksi, putih, genit, tapi kenapa jadi pembantu???" Sikap genit dan keinginan untuk mendapatkan uang yang banyak mendorong Helena, siswi tercantik di sekolah nya untuk menjadi seorang model porno. Ternyata kecantikannya dan kemolekan tubuhnya membuat dirinya diburu para lelaki. Bukan hanya teman-teman pria nya, tapi juga gurunya yang jatuh hati pada dirinya. Namun sebuah kecelakaan fatal membuatnya kehilangan ingatan hingga menjadikannya seorang pelayan pada sebuah keluarga kaya. kecantikannya justru mendatangkan masalah baru di keluarga itu!

naramentaya20 · Fantaisie
Pas assez d’évaluations
26 Chs

3. Trik Lolos Dari Cengkeraman Guru Bejat

Helena, sungguh ia telah melakoni sebagai foto model porno, namun ia tak pernah berpikir untuk segera menikah! Apalagi dengan laki-laki itu!

Sungguh terlalu! Memangnya cinta bisa diperjualbelikan?

"Bagaimana? Sepakat?" Guru itu kembali mendesak.

Gadis itu terdiam.

"Helena. Untuk masalah ini aku tidak main-main. Aku sebenarnya sudah lama suka padamu. Aku menyukaimu sudah sejak kau ada di sekolah ini. Jadi masalah pernikahan ini bukan sekedar pemenuhan kesepakatan saja, tapi memang kuinginkan sejak dulu. Ini pernikahan cinta sejati!"

Helena kembali menggeleng. "Enggak, Pak..."

Pak guru kembali menyorotkan tatapannya yang tajam. "Jadi... kau tidak sepakat...? Dengan segala konsekuensi nya...? Oke, sebagai pertimbangan... banyak orang-orang muda sepertimu yang menjadi isteri simpanan. Mereka toh bahagia saja. Apalagi kau kan bintang porno, masak menikah saja alergi? Lagian, aku kan seotang duda..."

"Saya memang model porno, tapi saya tak pernah melakukan..." Helena terhenti sejenak. Agak canggung untuk mengatakan langsung kepada guru nya.

"ML, maksudnya? Ha ha ha... dengan dunia mu seperti ini dalam waktu cepat pun kau pasti terseret untuk melakukannya. Aku ragu kau masih perawan atau tidak!"

Helena wajahnya langsung memerah.

"Tersinggung? Jadi masih perawan? Benar-benar hebat! Aku salut padamu. Justru dengan menikahimu aku ingin menjunjung tinggi kehormatanmu!"

"Terserah bapak mau bilang apa! Yang jelas aku menolak kesepakatan ini!"

"Oh, jadi aku bisa langsung melaporkan hal ini ke kepala sekolah? Biar sekalian orang tuamu dipanggil?" Si guru terus menebarkan ancamannya.

Helena mendengus jengkel.

Ia berdiri dan bergegas hendak keluar dari ruangan itu. Kepala nya mulai agak pusing menghadapi guru bertingkah ganjil itu. Tapi si guru menangkap langsung pergelangan tangannya. Guru itu bahkan dengan sekuat tenaga menarik tubuhnya hingga terjatuh ke pelukan sang guru.

"Bapak mau apa?!" Helena melotot jengkel karena guru itu memeluk tubuhnya erat hingga ia kesulitan bernafas. "Lepaskan! Aku gak bisa bernafas!"

"Helena, tolonglah mengerti! Aku benar-benar gak bisa tidur setelah melihat foto-fotomu! Aku ingin benar-benar memilikimu!"

"Oh, god!" Helena melotot. "Itu bukan salahku! Kenapa bapak menyimpan foto itu?"

Si guru tampaknya semakin gelap mata. Ia memiting tubuh siswa pavorit itu agar tak bisa berontak, lalu menyandarkannya ke dinding ruangan.

"Pak! Lepaskan! Atau aku akan berteriak!" Helena mengancam. Ia terus memberontak berusaha melepaskan diri, tapi tenaganya kalah besar.

Gadis itu merasakan penyesalan kenapa harus mendatangi ruangan Pak guru pengidap kelainan jiwa itu. Semestinya ia tidak meladeni kemauan guru yang dikenal siswa-siswa lain kerap melakukan hal tak senonoh terhadap murid-muridnya. Ternyata apa yang siswa-siswi desas-desuskan itu semuanya benar!

"Kesepakatan dibatalkan, tapi DP harus tetap kuterima!" Guru itu menatap liar Helena yang meringis dalam pelukannya.

Ia dengan penuh gairah mulai mencumbu bibir gadis itu. Helena terlonjak. Matanya melotot marah dan ia sekuat tenaga berusaha melepaskan pelukan lelaki bertubuh kekar itu. "Hmogh...!" Ia hendak berteriak tapi mulutnya disumpal oleh cumbuan guru itu.

Lelaki itu semakin mempererat pelukannya. Nafasnya terdengar mendengus-dengus di telinga Helena.

"Jangan coba-coba melawan wahai bintang porno! Atau aku akan membunuhmu!" Guru itu berbisik pelan di telinganya.

"Gila...! Aku masih amatiran!" Helena menggeram ketakutan di dalam pelukan sang guru.

Prekkk...! Guru itu membuka paksa bagian atas seragam sekolah Helena. Kancing bajunya terlepas dan berjatuhan ke lantai. Bra dan bagian dadanya yang mulus terlihat.

Guru itu membelalak gembira. "Waaah! Inilah yang nyata! Bukan sekedat foto lagi...!" desisnya.

Dengan cara konvensional gak bakal bisa lolos, aku! Pikir Helena.

Ia memutar otaknya untuk mengatur siasat agar terbebas dari cengkeraman pria dimabuk setan porno itu.

Ia mulai mengendurkan perlawanannya. Lalu pasang senyum munafik. Tangannya mulai merayap meraba-raba dada guru itu kendati dengan perasaan jijik.

"Kamu kok...?" Pak Darham malah terlihat bingung merasakan perubahan sikap gadis itu. Ia mengendurkan pelukannya. Kini Helena yang justru bergantian memeluk tubuh guru yang dibencinya itu, lalu kedua tangannya membelai-belai-belai bagian punggung. "Oooohhhh..." guru itu melenguh sambil memejamkan matanya. "Murid yang berbakti...." desisnya sambil terus meram-melek mata karena keenakan.

"Pingin yang lebih ekstrim atau anarkis, Pak?" Helena mendengus manja. Ia terus melakukan belaian tangannya yang ternyata sangat terbukti kesaktiannya.

"Apa aja deh! Yang penting kamu ikhlas," Pak Darham terus melenguh sambil memejamkan matanya.

"Kita coba yang gaya anarkis aja ya pak. Biar lebih berasa saat dimainkan," bisik Helena lagi sambil memain-mainkan lidahnya. Gaya nya berubah seperti wanita malam yang profesional.

Pak Darham agak bingung sejenak. Namun karena otaknya sudah dipenuhi fantasi liar membuatnya menuruti saja kemauan siswa tercantiknya itu.

"Kok tiba-tiba jadi jinak?" sang guru masih agak bingung, setengah tidak percaya.

"Bapak sih. Main bongkar-bongkar segala. Perempuan tidak bisa dibikin begitu. Bisa kambuh juga nafsunya!" Helena berbicara asal-asalan.

"Oooo," Pak Darham manggut-manggut. Ia menurut saja saat didorong Helena ke arah meja kerjanya.

"Berbaring aja, Pak di situ. Biar aku yang di atas. Gak usah bergerak. Biar aku saja yang goyang," kata Helena lagi sambil tersenyum menggoda.

Bagai kerbau dicocok hidungnya sang guru berbaring di atas meja.

"Celana nya dilepas!" Helena memerintah setelah guru itu berbaring.

"Oh, itu gampang!" Guru itu cepat-cepat melepaskan celana panjangnya hingga tersisa celana dalam dan kemeja. "Celana dalam nya juga...?"

"Nanti...!"

Helena secepat kilat merampas celana panjang itu dan mengikatkannya di kedua kaki sang guru.

Si guru kaget. Ia menatap Helena dengan pandangan heran. "Kenapa kaki ku diikat?"

"Biar sensasinya lebih unik, Pak. Kayak yang di film-film itu. Kan kaki tangannya diikat, seakan-akan dianiaya, tapi malah bikin asik!" Helena tersenyum dan semakin bersemangat mengencangkan ikat di kaki guru itu.

Pak guru tertawa dan membiarkan gadis itu menyelesaikan ikatannya. "Kamu benar-benar menguasai seni bercinta Helena. Tak salah kalau banyak yang tergila-gila padamu..!"

Helena bergegas berlari menuju pintu. Membuka kuncinya dan mencabutnya tergesa-gesa.

Kali ini si guru benar-benar kaget. Ia terbelalak saat melihat Helena membuka pintu, kemudian menoleh ke arahnya sambil tersenyum jahil.

"Hei, kamu...!" Pak Darham merasa kecolongan.

"Aku pergi dulu ya, Pak. Maaf uang sogokannya juga kuambil kembali. Takut bapak tersinggung sih! Tapi udah kutinggalin dua puluh ribu, Pak. Buat bapak makan siang! Semoga orang-orang cepat menemukan bapak!"

Usai berkata begitu Helena cepat-cepat keluar dan menutup pintu, lalu menguncinya dari luar.

Terdengar Pak Darham menggeram marah di dalam.

Helena cepat-cepat berlari menyuri koridor sekolah. Tanpa ia sadari seragam sekolahnya masih terbuka lebar di bagian dada.

Beberapa siswa yang melihatnya berlari tergesa-gesa dari ruang Pak Darham memandangnya terheran-heran.

"Helena? Kamu kenapa?" Riska, salah satu siswa kelas IIC menegurnya.

"Lagi latihan marathon! Bentar lagi ikut kejurda pra-PON!" jawab Helena sekenanya sambil terus berlari.

"Latihan lari kok pakai busana renang?" Riska menyahut bingung. Ia memandang Helena yang terus berlari menyusuri koridor sekolah seperti ketakutan.