webnovel

BAHAN PERGUNJINGAN

PERGUNJINGAN

Langit masih mendung seperti hari kemarin, suasana damai dan cuaca yang sejuk mendayu membuat banyak orang lebih memilih melanjutkan mimpi dari pada mewujudkan mimpi.

Pagi sekali Pak Budiman sudah rapi, ia memilih berangkat ke kampus sepagi mungkin agar nanti bisa secepatnya menuju rumah Rania, masih bersama Arifin dan Septia. Pak Budiman akan menunggu Pak Leo datang bersama istrinya hari ini sesuai permintaan Rania. Pasti seru bila hal itu benar terjadi. Pak Budiman tersenyum membayangkan wajah Pak Leo yang begitu serius.

Saat ini beliau terjebak oleh pikiran nya sendiri. Keinginan dan ekspetasi yang tinggi membuat ia jadi lupa segalanya. Beruntung hari ini tidak ada kuliah online di mata kuliah Pak Budiman hingga Pak Budiman tidak terlalu terbebani dengan pikiran tentang tugas yang mesti diemban. Ia akan murni jadi pemirsa dalam pertunjukan nanti.

Sesampainya di kampus, beberapa teman dosen sedang duduk di ruang tata usaha, bersama beberapa pegawai ketika Pak Budiman duduk juga bersama mereka.

Seorang ibu-ibu yang usianya setengah baya mendekati Pak Budiman.

"Bagaimana Pak,?" Pak Budiman mengernyitkan dahi.

"Bagaimana apanya, Bu ?" Tanya Pak Budiman lagi.

"Itu kisah Pak Leo." Haduh... batin Pak Budiman, ibu-ibu memang hobi bergunjing tidak perduli apapun profesi yang disandangnya. Tak perduli setinggi apapun gelar yang di milikinya dan sampai disitu Pak Budiman merasa ingin tertawa.

"Kisah Pak Leo kenapa ibu bertanya pada saya ?" tanya Pak Budiman lagi.

"Bapak nih pura-pura tidak tahu, " ucap ibu yang lain menimpali. Hingga Pak Budiman pun berdiri kesal.

"Ibu yang bertanya nya tidak jelas. Coba dijelaskan pertanyaannya." Sela Pak Budiman sambil memandang wajah teman-temannya yang berkerumun.

"Itu lho pak cerita tentang Rania yang mahasiswa baru, yang penulis, yang katanya mantan istri Pak Leo dan, " kalimat itu mendadak terhenti.

"Dan sekarang pacaran dengan saya, begitu kan ?" Pak Budiman melempar tanya kembali. Ibu-ibu yang bergunjing tadi pun tersenyum. Senyum simpul yang di kulum karena malu.

"Iya,," akhirnya mereka serempak menjawab.

"Ditunggu saja kisah selanjutnya, Bu." Jawab Pak Budiman singkat juga cepat.

"Ditunggu saja siapa yang berhasil mendapatkan Rania, saya atau Pak Leo."

Pak Budiman sengaja melempar bola panas dan dia tidak perduli apinya akan mengenai siapa.

"Apa mungkin Rania itu kuliah disini untuk kembali dengan Pak Leo ?"

"Mestinya Rania tahu malu dong kan Pak Leo sudah nikah."

"Saya juga curiga begitu, bu. Untuk apa jauh-jauh kuliah di Banjar sedang dia tinggal di Jawa."

"Jangan-jangan Pak Budiman hanya di manfaatkan oleh Rania, kalau Pak Leo tidak menerima masih untung dia dapat Pak Budiman. Kan sama-sama jadi dosen."

Pak Budiman berdiri, meninggalkan ruangan yang di dalamnya penuh dengan kicauan. Selalu begitu memang, ketika ada wanita ke dua hadir maka para ibu akan serta merta menyalahkan wanita ke dua tanpa mau berfikir tamu bisa masuk ke dalam rumah bila tuan rumah membukakan pintunya.

Pak Budiman menyingkir dan membiarkan mereka melanjutkan kicaunya. Biar saja, nanti akan tiba masanya mereka akan tahu yang sebenarnya.

"Mau kemana, Pak ?"

"Ke rumah Rania," begitu jawab Pak Budiman sambil melenggang meninggalkan mereka.

Septia dan Arifin dua sejoli yang sedang jatuh cinta itu sudah menunggu di samping mobil Pak Budiman. Mereka telah siap meluncur ke rumah Rania.

"Kira-kira Pak Leo datang nggak ya ?" tanya Septia.

"Nggak akan." Jawab Arifin.

"Kenapa bisa yakin begitu ?"

"Datang, tapi tanpa istrinya." Jawab Pak Budiman. Mereka semua diam melanjutkan perjalanan.

Rumah Rania telah nampak dari kejauhan dan dari jauh juga mobil Pak Leo nampak dari pandangan mereka.

"Pak Leo sudah datang."

"Pak Leo datang." Arifin heboh dari dalam mobil.

Pak Leo melanggar perjanjian. Dia janji datang di atas jam sepuluh dan sekarang masih belum jam sembilan pasti ada yang tidak benar, pasti Pak Leo sedang merencanakan sesuatu. Pasti Pak Leo punya niat buruk. Tapi apa ?

Pikiran Pak Budiman berkelana menuju belantara penuh tanya. Ia geram menyaksikan apa yang terjadi saat ini. Sangat geram.

Mobil pun berhenti di depan rumah, tepat di samping mobil Pak Leo. Pak Budiman turun tanpa mengucapkan salam dan langsung masuk begitu saja. Ada Rania yang sedang menunduk dengan dalam. Juga Pak Leo.

Pak Budiman mendekati Rania, terduduk di depannya.

"Ada apa Ran ?"

Rania diam. Hatinya bergejolak. Ia menangis terisak. Lalu memeluk Pak Budiman.

Pak Budiman bingung, adegan peluk ini jelas diluar rencana drama mereka. Tapi ada apa ini. Rania pasti berada dalam tekanan tapi apa ?

"Pak Leo, ada apa ?"

"Tanya Rania saja." Jawab Pak Leo diplomatis.

"Maksudnya apa ?"

"Bapak tanya Rania saja." Pak Leo tidak memberikan satu keterangan pun.

"Istri bapak mana ?"

"Pak Budiman, saya ingatkan ya, Rania ini jelas masih istri saya kami tidak pernah bercerai, ini buktinya. " Pak Leo menunjukkan bukti surat nikah dari seorang ustadz dan bukti surat persetujuan yang baru saja di tanda tangani Rania bahwa mereka adalah suami istri.

"Ayolah pak, mestinya bapak punya malu mencintai istri orang." Suara Pak Leo penuh kemenangan.

Kenapa Rania mau bertanda tangan pada surat itu ? Untuk apa ? Itu akan makin menyulitkannya.

Rania pasti dalam tekanan tapi kenapa ?

"Dan mulai hari ini Rania sudah berjanji akan berhenti berhubungan dengan Pak Budiman. Dia akan jadi istri yang baik"

Pak Leo terus bicara seperti perempuan, hingga Pak Budiman menjadi tidak sabar juga kesal. Satu kepalan tangan melayang ke pipi mulus Pak Leo. Pak Budiman tahu bahwa apa yang dia lakukan melanggar hukum namun ia sudah mulai tidak perduli. Mungkin Pak Leo sudah tidak bisa diajak bicara sebagaimana para akademisi, dia hanya pantas diajak bicara secara laki-laki. Keras dan berani.

Pak Leo meraba rahangnya yang terasa sakit. Ia hendak mengambil kacamata minusnya yang terjatuh namun sayang kaca mata itu terlanjur terinjak oleh kaki Pak Budiman.

Rania tidak tahan dengan penderitaannya pagi ini. Ia berlari menuju kamar pribadinya, mengunci pintunya rapat lalu menangis.