webnovel

Pain in Life

“Mata itu, mata yang dulu selalu menatapku penuh dengan binar bahagia yang indah, yang dulu selalu penuh dengan cinta dan kasih sayang, kini meredup. Aku tidak lagi melihat binar itu, tidak lagi melihat cinta dan kasih sayang nya.”

2NISA · Général
Pas assez d’évaluations
12 Chs

Jangan-Jangan?

Waktu terus berputar. Detik berganti menit, menit berganti jam hingga bulan berganti tidak ada perubahan apapun dalam keluarga itu. Pagi ini, keluarga itu tengah menonton bersama di ruang keluarga. Entahlah.

Pasangan itu memang aneh. Tidak harmonis tapi bersikap seolah saling membahagiakan.

Seperti saat ini. Mereka sedang bersama-sama menonton kartun. Catat. KARTUN. Bayangkan saja! Anak dan orang tua berkumpul menonton kartun. Mereka memang pecinta kartun. Menurut Fero, dari pada menonton hal tidak jelas yang akan merusak otak keluarganya lebih baik menonton kartun yang lucu bahkan ada juga kartun yang mendidik. Seperti Doraemon misalnya.

Sebenarnya dibalik sifat dinginnya itu, Fero menyayangi keluarganya. Sangat sayang. Tapi sayangnya, Fero hanya mampu menunjukan hal tersebut kepada anak-anaknya. Sementara kepada istrinya, tidak. Dia tidak bisa menunjukannya. Ada sesuatu yang menghalanginya melakukan hal itu. Masih ada sesuatu yang janggal di hatinya.

Pernah waktu itu, saat Anna ingin sekali membeli sesuatu-

"Ann" panggil lelaki itu dengan dingin sambil setengah mengintip sesuatu yang sejak tadi ditatap dengan aneh oleh istrinya.

Sementara yang dipanggil langsung kaget dan langsung membalik layar handphone nya.

"Ehh ke..kenapa?

"Gajadi"

"Hah?"

Langsung saja lelaki itu pergi keluar rumah. Raut wajahnya tetap sama. Dingin dan datar. Tak tersentuh.

"Hhhhh"

Tentu saja Anna hanya bisa menghela napas, apalagi memangnya yang bisa ia lakukan? Ia sungguh bingung dengan sikap suaminya yang selalu aneh. Entahlah. Suaminya begitu tidak tertebak. Selalu saja membuatnya kewalahan.

"Di pikir-pikir, dari pada gue mikirin hal gak jelas gini, mending gue masak. Udah mau malem juga" ucapnya seorang diri.

Is if this is my last night with you

Hold me like I more than just a friend

Give me a memory I can use

Karena dia bosan, akhirnya ia bernyanyi. Yaa hitung-hitung mengalihkan rasa takutnya. Jujur saja. Menurutnya, rumahnya itu terlalu besar. Sementara yang tinggal disana hanya mereka saja tentu saja ia takut. Rumahnya cukup besar dan sunyi seperti tidak ada kehidupan di dalamnya. Padahal jelas-jelas saat ini, dia sedang memasak kan? Memang aneh.

Take me by-

"Ya ampun Fer.. untung gue gak jantungan" ucap Anna begitu histeris sambil memegang dadanya. Bagaimana tidak? Saat membalik badan tiba-tiba ada Fero yang hanya berjarak 1 meter darinya.

Sementara Fero? Tetap menampilkan raut wajah sama. Datar dan dingin. Selalu seperti itu.

"Lo! Lo ngapain ngagetin gue? Gatau gue lagi sendirian? Anak-anak juga kemana sih belom pada pulang jam segini. Bikin gue takut di rumah aja" gerutu Anna sebal sambil membereskan peralatan masak yang selesai ia gunakan.

Sementara Fero hanya diam. Masih tetap sama. Begitu tenang. Wajahnya terlihat seakan-akan ia tidak melakukan kesalahan apapun.

Anna yang masih sebal dengan Fero masih tetap menggerutu. Entahlah sepertinyaa dia sebal sekali dengan Fero. Bagaimana tidak sebal coba? Ck. Yang benar saja.

Saat sedang asik-askinya menggerutu tiba-tiba saja tangannya tidak sengaja menjatuhkan sebuah paper bag.

"Aduhh duhh"

"Lahh? Apaan nih? Jangan-jangan punya Fero ketinggalan. Aduhh mampus gue kalo isinya penting terus rusak. Pake segala jatoh lagi, ck"

Setelah benar-benar menyelesaikan pekerjaannya, Anna akhirnya pergi ke kamar Fero berniat untuk mengembalikan paper bag itu.

tok tok tok

"Ferooo"

Tok tok tok

"Feroo barang lo ketinggalan ini"

tok tok tok

Masih tetap tidak ada jawaban.

"Apa gue masuk aja kali ya? Tapi ntar kalo dia ngamuk gimana? Mati gue. Ah bodo amat"

Memutuskan untuk berbalik dan mengabaikan paper bag itu akhirnya Anna pergi ke kamarnya dan segera membersihkan diri. Sementara paper bag itu ia simpan. Takut-takut Fero nanti akan mencarinya.

Makan malam tiba dan keluarga kecil itu berkumpul mengelilingi meja makan.

"Gimana sekolah kalian?" Tanya sang Mama

"Baik, Maa" jawab kakak-beradik itu.

Sementara sang Papa hanya memandangi betapa terlihat harmonisnya keluarga ini.

Sudah sejak beberapa tahun lalu. Akhirnya sekarang setidaknya kebencian yang ia punya sudah berkurang. Tiba-tiba saja suara lembut seorang perempuan masuk ke indra pendengarannya.

"Fero"

Sementara ia hanya memilih sedikit menoleh sebagai respon.

"Emm itu tadi.. paper bag nya.. ketinggalan" ucap wanita itu dan segera memberikan sebuah tas berukuran kecil kepada lelaki yang di bilang suaminya itu.

Dengan takut-takut, Anna memcoba memberikan paper bag itu dengan mengulurkan tangannya yang menenteng paper bag nya.

"Ambil aja buat lo"

Suara itu mengejutkannya. Tangannya yang sempat ia ulurkan hampir hilang keseimbangan. Tapi akhirnya ia berhasil menyelamatkan paper bag itu.

"Emm... Fero tadi lo bilang apa? Maaf tadi gue kurang jelas dengernya" ucap Anna sembari membenarkan kembali letak paper bag di tangannya.

Sementara Fero memilih mengabaikan pertanyaan itu dan pergi ke kamarnya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Tidak lupa dengan senyum tipis yang menghiasi wajahnya.

Sementara Anna? Tentu saja dia bingung. Apa Fero tidak dengar yang ia katakan? Dann tadi.. Fero bilang apa? Dia tidak dengar. Yang hanya ia dengar hanya kata 'buat lo' hanya itu. Apa barang ini untuknya? Bebarkah? Ia tidak percaya ini! Sungguh? Fero? memberinya hadiah?

Buru-buru Anna masuk ke kamar dan membuka barang pemberian Fero itu.

Oh God. Isinya adalah sebuah kalung yang sejak lama ia incar. Kalung yang tadi pagi ia lihat di handphonenya.

Jangan-jangan?