webnovel

chapter 1 ajakan

Desember, 2016

"Mii !, Semii !, Woyyy."

Sebuah panggilan menyeretku keluar dari lamunan. Pelajaran matematika ini begitu sangat membosankan, sehingga aku tak sadar sudah terlarut dalam pikiran memikirkan hal-hal yang menyenangkan.

Panggilan itu datang dari teman dekatku yang bernama Andra, dia sudah menjadi teman sekelasku selama 3 tahun dan menjadi teman sebangkuku selama itu juga.

"Huh ? Apaan sih ?." Jawabku kecut.

"Lu gak lupa bawa ini kan ?." Andra berbicara sambil menyelipkan sebuah pulpen di antara kedua jarinya, membuat gestur layaknya seorang ketika memegang sebatang rokok.

Ya betul, dia memang menanyakan tentang beberapa batang rokok. Kemarin ketika istirahat sedang berlangsung aku akhirnya menyetujui ajakan Andra untuk merokok. Itu pun karena aku sudah muak mendengar ajakan yang keluar dari mulutnya.

Sebenarnya aku sudah mencoba menolaknya beberapa kali, tapi sepertinya kata menyerah tidak ada di dalam kamus si sialan ini.

"Ohh. Bawa gue, 4 batang kan ?" Jawabku sembari acuh tak acuh.

Bukan tanpa alasan aku bersikap seperti itu padanya. Aku bersikap seperti itu karena aku sangat kesal waktu pulang yang kunanti-nantikan kini harus menuruti kemauan anak sialan ini. Terlebih lagi, dia mengajakku untuk merokok. Salah satu hal yang aku benci

Walapun aku terlihat seperti seseorang yang anti rokok, sejujurnya aku juga pernah merokok, meskipun itu hanya sekali dan hanya untuk memenuhi rasa penasaranku, tetapi itu segera berakhir dengan penyesalan. Karena aku mengalami batuk-batuk, pusing serta merasa mual.

Sehingga pada akhirnya aku ketahuan oleh kedua orang tuaku dan mereka memarahiku habis-habisan.

Sejak saat itu aku pun berjanji pada diriku sendiri untuk tidak akan pernah merokok lagi. Tapi sekarang karena paksaan andra, aku akhirnya akan melanggar janji tersebut dan kembali merasakan siksaan mengerikan itu lagi.

"Hanya sekali, hanya kali ini"

Aku mencoba menenangkan diriku. Setelah dia tahu bahwa aku tak bisa merokok, dia pasti akan berhenti mengajakku.

Sebenarnya bukan hanya kami berdua yang akan merokok nanti, tetapi dua orang teman kami yang lain juga akan ikut bergabung. Kedua orang itu juga luluh setelah di bujuk terus-menerus oleh Andra.

Aku sungguh tak mengerti apa motivasi si sialan ini sehingga dia begitu gigih mengajak kami.

"Sipp. Jadi pas ya, Gue, elu, Roby sama gio." Ungkap Andra nyengir sambil memberikanku sebuah jempol.

Menanggapi omongannya aku hanya diam dan memasang wajah datar.

Andra terlihat begitu bersemangat. walaupun baru setahun lalu dia pertama kali merokok, tapi sekarang kegemarannya pada rokok sangat luar biasa.

Kebiasaan merokoknya tersebut memang akibat dari pergaulannya. Dia memang seorang anak yang gaul dan memiliki lingkup pertemanan luas. Mungkin salah satu temanya ada yang merokok dan andra meniru kebiasaan tersebut.

Tapi sialnya, sekarang dia malah mau menularkan kebiasaan merokoknya tersebut ke lingkaran pertemanan kami.

*Teeet teeet*

Suara bel pun terdengar, menandakan pelajaran terakhir yang membosankan ini berakhir. Seluruh wajah murid di kelas langsung berubah cerah, ekspresi kusut itu kini berganti dengan senyum semringah. Tak terkecuali denganku yang sudah dari tadi suntuk setengah mati menunggu datangnya waktu pulang.

"Lesgooo cabutt !" andra berkata sambil menarik lengan atasku.

Semangatnya tampak begitu membumbung tinggi, berbanding terbalik denganku yang hanya mendesah lesu.

Sekarang aku hanya bisa berharap bahwa merokok kali ini tak seburuk yang pernah aku alami .

Aku berdoa di dalam hati dengan penuh kesungguhan.

"Gio, Robi, lu berdua pada jadi kan ?" Tanya Andra yang sekarang sudah melesat menuju bangku urutan ke dua.

"emmhh oke." Jawab Robi singkat

"Oke sih kalo gw mah, tapi masa ngerokok doang gak ada minuman sama camilannya anjir ?" ungkap Gio dengan wajah bingung.

Mendengar jawaban Gio aku langsung terperanjat menimpali.

"Iya anjir, Ndra lu kan yang udah ngajak kita bertiga, jadi lu yang harus beli minuman sama camilannya." ungkapku dengan senyuman jahat.

"Setuju tuh." Sahut Robi.

"Iya nih, mana udah laper dan panas lagi." Tambah Gio dengan raut muka sedih.

"Apaan anjir kok jadi tanggung jawab gw ?"

"Lu yang ngajak bangsad, jadi lu yang harus beli." Tambahku, sembari mencekiknya.

"Kagak sialan, elu aja."

Selain keras kepala dan pantang menyerah, Andra juga anak yang cukup pelit. Dengan membuatnya bertanggung jawab membeli makanan, kuharap aku bisa menumpahkan kekesalanku.

Saat kami sedang ribut memaksa Andra untuk membeli makanan, Seorang gadis melewati kami dengan langkah cepat. Gadis itu berambut hitam dengan poni See Through, yang tampak begitu cocok dengan wajahnya yang kecil.

Dia menggunakan sweater hitam bergambar menara Eiffel di bagian punggung dan membawa sebuah Tote Bag kanvas di bahu sebelah kanannya.

Gadis dengan kulit yang begitu putih sehingga tampak begitu kontras dengan sweater hitam yang di pakainya. Gadis yang super cantik itu bernama Azkia, dia merupakan primadona kelas dan sekolah kami.

Andra yang langsung mengenali siapa yang lewat di belakangnya, dengan cepat berbalik dan segera mengajaknya bicara.

"kia, mau main bareng ama gw gak ?" Tanya dia dengan wajah percaya diri sembari menggerakkan kedua alisnya.

"Gak." Jawab Azkia dengan begitu singkat dan langsung berlalu pergi.

"Wahahaha." Sontak jawaban Azkia itu membuat kami bertiga seketika tertawa menertawakan Andra.

Bagaimana tidak, Azkia sudah dikenal di seluruh sekolah bukan hanya karena kecantikannya tapi juga karena kejutekanya juga. Walaupun sudah dua kali ditolak mentah-mentah, tapi si Andra tetap saja tidak menyerah mendekatinya.

Sejauh yang aku tahu, bukan hanya Andra yang pernah mengungkapkan perasaannya, tetapi sudah banyak orang yang melakukannya, namun hingga saat ini belum ada yang berhasil.

Sejujurnya aku hanya sedikit mengenal gadis itu. itu karena selama 2 tahun kami sekelas, kami sangat jarang berbicara, kecuali jika membahas tentang pelajaran. Yah itu cukup wajar karena dia gadis yang cukup tertutup dan hanya akrab dengan beberapa orang saja.

Tak berlangsung lama kami pun berhasil untuk memaksa Andra. Dengan wajah masam, Andra pun segera pergi untuk membeli makanan. Sementara Kami bertiga hanya diam di kelas menunggunya kembali.

Sesaat kemudian, andra pun kembali dengan menjinjing sebuah Kresek hitam di tangannya.

"yu atuh !" Ajak dia sembari berbalik memimpin jalan.

Kami pun segera pergi menuju ke tempat dimana kami berempat akan merokok, yaitu di sebuah bangunan besar yang terbengkalai. Bangunan tersebut merupakan sebuah proyek rumah yang berada tak jauh dari sekolah kami.

Walaupun sebenarnya dari kemarin Andra tidak setuju untuk pergi ke bangunan ini dan lebih menyarankan untuk merokok di tempat tongkrongannya. Karena menurutnya bangunan itu memiliki suasana mistis yang sangat tidak menyenangkan.

Alasan Andra berpikir seperti itu mungkin karena disebabkan oleh rumor yang di sebutkan orang-orang. Rumor itu mengatakan, bahwa seluruh anggota keluarga pemilik rumah ini meninggal ketika proses pembuatan rumah ini masih berlangsung. Dan mereka sampai sekarang masih menghantui rumah ini.

Tetapi Robi menolak saran dari Andra tersebut. Dengan alasan karena kami masih berstatus pelajar SMP dan masih mengenakan seragam sekolah, dia takut akan ketahuan oleh pihak sekolah dan kemudian dilaporkan kepada orang tuanya. Sehingga Robi lebih menyarankan untuk memilih tempat yang sepi agar tidak diketahui orang lain.

Dan menurutnya tempat inilah tempat yang cocok, karena tempat ini begitu besar, kosong dan jarang ada orang yang akan masuk kesini ketika tengah hari.

Sebenarnya aku kurang setuju dengan pendapat Robi, itu karena ibuku telah melarangku agar aku tidak mendekati tempat ini. Tetapi karena aku tidak memiliki saran yang lebih baik jadi aku hanya bisa menyetujui pendapatnya.

Karena jarak yang cukup dekat, tak membutuhkan waktu lama bagi kami untuk sampai di tempat dimana bangunan rumah itu berada.

Terlihat dari luar, bangunan besar bergaya klasik eropa yang memiliki tiga lantai itu begitu mencolok dari bangunan yang ada di sekitarnya. Walaupun itu masih berbentuk konstruksi, tapi kesan mewah yang di tampilkan sudah luar biasa.

Aku merasa sedikit menyesal untuk pemilik bangunan ini, selain bangunannya yang mewah, lokasinya juga cukup strategis. Karena berada di samping jalan raya dan dekat dengan Sekolah serta pusat perbelanjaan di sekitar sini. Jadi sangat disayangkan jika bangunan besar ini hanya menjadi sebuah sampah.

Tanpa berlama-lama kami pun segera masuk, kami memilih melewati jalan yang berada di samping bangunan, itu dilakukan karena kami tak ingin ada siapa pun yang melihat kami ketika masuk ke sini.

Begitu mudah bagi kami untuk memasuki bangunan ini, itu karena bangunan ini tidak memiliki satu orang pun penjaga dan hanya di kelilingi oleh seng yang sudah berkarat sebagai pagarnya.

Setelah kami melewati pagar seng, dengan cepat kami pun segera masuk menuju bangunan kosong itu. Dengan melewati pintu belakang, kami berhasil masuk dengan sangat mudah.

Begitu kami masuk ke dalam bangunan, kami disambut oleh semrawutnya suasana disana. Sampah plastik, koran, puntung rokok hingga celana dalam berserakan dimana mana. Belum lagi bau pesing akibat air kencing menyeruap menusuk ke hidung kami. Suasana yang sangat tidak mengenakan pikirku. Aku yakin bahkan setan pun tidak akan mau tinggal di tempat seperti ini.

"Tempat ini mirip di TKA anjir." Gio berujar sembari mendesah.

"TKA apaan ?" Tanyaku penasaran.

"Itu loh Tempat sampah." Jawabnya polos.

"TPA tolol." kami bertiga meneriaki Gio secara bersamaan.

Sangat wajar bagiku tempat ini menjadi begitu mirip tempat sampah. karena dari tahun 98 begitu terbengkalainya proses pembangunan, tempat ini malah dijadikan anak muda untuk pacaran dan mabuk-mabukan.

"Anjir dimana nih ? Masa kotor begini ?" ungkap Andra sembari menutupi lubang hidungnya.

"Cari tempat ajalah, kali aja ada yang bersih." Robi menyarankan.

Karena tempat ini cukup luas, Andra menyarankan kami untuk berpencar agar bisa menghemat waktu.

Tanpa berlama-lama, kami pun segera menyusuri tempat ini. mencari di setiap ruangan tempat yang cocok untuk kami berdiam diri. Tapi karena sampah di lantai pertama ini begitu bertebaran sulit bagi kami menemukan tempat yang cocok. Kami takut seragam sekolah kami akan terkena kotoran jika kami memilih tempat secara sembarangan.

Waktu berlalu cukup cepat ketika kami menyusuri lantai satu itu. Tetapi ketika kami berkumpul kembali, tak satu pun dari kami yang berhasil menemukan ruangan yang cukup bersih.

Akhirnya kami sepakat memutuskan untuk mencari di lantai atas, berharap menemukan tempat yang lebih baik.

Kami pun segera menuju lantai kedua, satu-satunya akses menuju lantai atas adalah sebuah tangga melingkar yang berada di hadapan pintu utama. Tangga ini menjadi penghubung antara lantai pertama dan kedua.

Tak membutuhkan waktu lama kami pun sampai di lantai kedua ini. Kami melihat tidak terlalu banyak sampah berserakan seperti lantai pertama tadi, tetapi terdapat beberapa genangan air yang kotor. Mungkin genangan air tersebut berasal dari air hujan yang masuk melewati jendela bolong, yang tidak memiliki kaca. Kami pun harus ekstra hati-hati dalam melangkah agar air itu tidak menciprat dan mengotori sepatu atau celana sekolah kami.

Selain genangan, di lantai dua ini juga terlihat memiliki lebih banyak ruangan di bandingkan lantai pertama tadi. Dan terdapat satu lagi tangga yang sepertinya menjadi penghubung lantai kedua dan ketiga. Tangga berada di belakang tangga pertama dan ukurannya sedikit lebih kecil.

Tanpa berlama-lama, kami pun segera mencari ruangan yang akan kami gunakan. Tapi berbeda dengan di lantai pertama tadi, kali ini kami mencari secara berbarengan.

"Gini amat cuma mau ngerokok doang." Keluh andra dengan wajah masamnya.

"Elu sialan yang ngajakin kita." Timpalku dengan agak emosi.

"Bukan disini maksud gue tapi di basecamp." Jelas dia dengan nada sedikit lemas. Semangatnya yang tadi begitu tinggi, kini mulai hilang karena keinginannya tak sesuai ekspektasi.

Setelah beberapa lama mencari-cari, kami tak kunjung menemukan Satu pun ruangan yang layak. Aku melihat semangat Andra sudah nyaris sampai ke titik terendahnya. Aku sedikit berharap bahwa dia akan berubah pikiran dan tak jadi untuk merokok.

Tapi harapan itu seketika hancur tatkala suara Robi terdengar.

"Woyy gue nemu tempat yang bersih nih !" Robi melambai sembari berjalan menuju ke arah kami.

Entah kapan dia meninggalkan kami, tapi mungkin aku tak menyadarinya karena sibuk memperhatikan area sekitar.

"Dimana ?" Tanya andra, seketika itu semangatnya memuncak kembali.

"sialan." Gumamku kesal.

"Ikutin gue !" Robi pun berbalik dan memimpin jalan, membimbing kami menuju tempat yang di temuinya tadi.

Dan benar saja ruangan itu benar-benar bersih. tidak ada sedikit pun sampah, malah terdapat banyak kardus yang tergeletak di lantai bertebaran terlihat seperti tikar. Selain itu, ruangan ini juga tertutup dari luar. satu-satunya jalan masuk kesini adalah pintu masuk yang tadi kami lewati, sehingga air hujan tampaknya tak akan bisa masuk kesini.

Ruangan ini juga cukup strategis karena langsung menghadap lurus ke arah tangga sehingga kami tak perlu khawatir jika ada orang yang akan naik ke lantai ini atau pun yang menuju ke lantai atas.

Tanpa berlama-lama kami pun segera memilih tempat untuk duduk, kami duduk melingkar dimana aku duduk membelakangi pintu berhadapan dengan Gio, sementara Robi dan Andra duduk di samping kanan dan kiriku.

"Mi mana rokoknya, cepet bagiin satu-satu!" Andra meminta dengan semangat tergambar jelas di wajahnya.

Aku hanya mengiyakan saja dan mulai membagikan rokok yang kubawa satu persatu.

*Cekres cekres*

Suara korek api terdengar memenuhi ruangan ini. Andra lah yang pertama kali menyalakan rokok miliknya, dia terlihat begitu menikmati isapan demi isapan asap putih yang keluar dari batang rokok tersebut.

"Woyy, kalian ngapain diem aja, cobain dong, enak nih, sambil ngemil dan minum minuman dingin."

"Apaan anjir ini uma Power T sama kuaci dua bungkus." Komplain Gio dengan wajah masam.

"Gimana lagi anjing gw cuma punya goceng, itu juga sisa istirahat." Jelas Andra.

Segera temanku yang lain juga mulai menyalakan rokoknya. Gio memulai lebih dulu dan Robi mengikutinya. Walaupun mereka bukan perokok aktif tapi mereka tampak sangat menikmati isapan asap tersebut. Tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan mereka berdua yang mengalami pusing ataupun mual seperti yang dulu kualami.

"Woyy, semm buruan, lu masih takut ya ?, hahaha." Andra yang tahu hanya aku yang masih belum menyalakan rokok milikku mencoba memanas-manasi.

"Anak ngentd" Dengusku kesal.

Walaupun masih sedikit agak ragu, akhirnya aku pun memutuskan untuk menyalakan rokok miliku juga. Tapi sebelum itu aku meminum dulu seteguk minuman dingin yang Andra bawa.

*Cekres*

Rokok filter itu langsung terbakar ketika terkena api, asap putih mengepul keluar dari ujungnya yang sekarang menjadi bara. Aku pun mencoba menghisap asap rokok pertamaku itu, dan isapan pertama ternyata lebih baik dari yang pernah aku terakhir kali aku coba. Rasa asapnya begitu manis dan lembut. Aku sedikit terkejut dibuatnya karena itu sangat berbeda dengan apa yang selama ini aku ingat.

Tapi itu tak bertahan lama. Ketika isapan untuk yang kedua kali, rasa asapnya langsung berubah pahit dan aromanya begitu menyengat hidung, hingga langsung terasa pening di keningku.

"Uhuk uhuk uhuk"

Seketika Aku terbatuk karena tenggorokanku langsung terasa aneh.

"Hahaha itu si semi."

"Ahh kalem woyy."

"Ngoahahah."

Para teman bangsat itu malah asyik menertawakan penderitaanku dengan keras.

Dengan cepat aku kembali mengambil minuman gelas Power T tersebut, buru-buru meminumnya agar batuk dan peningku hilang.

Dengan kesal, aku kemudian membuang rokok di tanganku jauh-jauh, berharap agar Andra tidak memaksaku mencobanya kembali.

Tetapi tiba-tiba Gio melotot kearah pintu. Dia memasang muka yang begitu kaget. Dan dengan cepat membuang rokok yang berada di tangannya, sebelum akhirnya menginjak rokok tersebut dan kemudian dengan panik mencoba bersembunyi di balik punggung Robi.

Tingkah Gio yang mendadak membuat kami juga merasa kaget.

"Ngapain sih tolol ?"

Robi yang risi bertanya penasaran.

Sembari masih menyembunyikan muka di balik punggung Robi, Gio menjawab dengan suara pelan.

"Itu Ada orang di tangga, cepet matiin rokok lu!"

Mendengar ucapan angga kami pun langsung dengan cepat berbalik. Dan benar saja, seorang lelaki dan perempuan sedang berjalan menaiki tangga.

Dengan cepat kami pun berusaha mematikan rokok kami, dan kemudian bersembunyi di balik dinding.

Jarak antara tangga dan ruangan kami sekarang memang terpaut cukup jauh, tapi meskipun begitu kami tetap merasa takut jika kedua orang tersebut masih bisa menemukan kami.

Suara langkah kaki mereka terdengar seakan mendekat, kemungkinan sekarang pasangan tersebut telah sampai di lantai ini.

Seketika aku teringat dengan kata-kata temanku yang berbicara bahwa pihak keamanan sekolah memang kerap kali memeriksa tempat ini, karena di khawatirkan ada siswanya yang mabuk ataupun berbuat asusila.

Seketika itu juga jantungku terasa seakan copot dari tempatnya. harus bagaimana aku menjelaskan pada orang tuaku jika aku ketahuan berada disini. Mungkin mereka akan melakukan hukuman cambuk padaku.

Tapi untungnya, tak berselang lama suara langkah kaki mereka terdengar menjauh dan terdengar sedang menaiki tangga kedua.

Akhirnya aku bisa bernafas lega, syukurlah mereka sepertinya mereka tidak memperhatikan keberadaan kami.

"Woyy, Siapa itu barusan ?" Tanya andra dengan wajah penasaran.

"Gak tahu." Jawab Robi.

"Ngapain ya mereka kesini cuma berduaan ?" Tanyaku juga penuh penasaran.

"skandal ini mah skandal, anjir " Ungkap Robi dengan semangat.

Sontak kami semua terkaget dengan kata-kata Robi, Menyadari dua sejoli berada di tempat sepi ini.

"Intip cok, intip!" Tambahnya.

Kami pun saling memandang satu sama lain sebelum akhirnya berlari-lari kecil dan pergi menuju lantai ketiga dengan senyum di wajah kami.

Kami pun segera naik ke lantai ketiga, melewati tangga kedua dengan pelan-pelan. berusaha menghasilkan suara sekecil mungkin agar pasangan tersebut tidak menyadari keberadaan kami.

Begitu sampai di ujung tangga Andra yang memimpin jalan dengan mendadak menyuruh kami segera berjongkok. Dia membuat tanda supaya kami tidak bersuara dan menunjuk ke suatu arah.

Kami pun mengikuti arah jarinya yang menunjuk, dan seketika itu kami melihat pasangan itu di depan suatu ruangan yang gelap. Mereka sedang duduk bersimpuh di lantai yang kotor dengan kedua tangan tepat di dahi mereka tampak seperti orang yang sedang berdoa, kami sedikit terkejut sekaligus aneh dengan tingkah laku pasangan itu.

"Lah ngapain mereka anjir" Tanya Robi.

"Maen musically kali" Celetuk ku dengan bercanda.

"Anjir gw kira lagi mesum" Ungkap Andra sembari mendesah lesu.

"Mungkin mereka lagi nyugih" Ungkap angga dengan wajahnya yang polos.

Seketika itu kami langsung melemparkan pandangan kami ke arah Gio.

"Lu kalo ngomong sompral ye." Andra tampak begitu kesal mendengar ucapan Gio.

"Tadi gw liat yang cowo bawa nampan isi sesajen dra." Jelas Gio.

"Wah yang bener lu ?" Tanyaku memastikan.

Memang tadi ketika pasangan itu berjalan di tangga, aku tidak sempat memperhatikan karena terlalu fokus bersembunyi. Sehingga mungkin ucapan Gio ada benarnya.

"Asli mii." Jawab Gio dengan membuat gestur bersumpah.

"Ah udah gak beres nih, mending kita cabut aja yu." Ajak Andra yang menjadi resah setelah memperayai ucapan Gio.

"Ah mungkin si Gio salah liat, kalem aja" Ucapan Robi mencoba menenangkan andra.

Kami semua tahu bahwa Andra memang adalah seorang anak yang sangat penakut akan hal-hal gaib, berbeda dengan Robi yang sangat menolak adanya takhayul.

"Eh lu gk percaya karena gak liat sih, gw liat sendiri." Tegas Gio menekankan.

"Udah diem, nanti si Andra makin takut lagi" ujar Robi.

"Sumpah gk bohong gw."

"Udahlah mending balik aja." Ajak Andra yang semakin resah.

Saat mereka sedang asyik ribut. aku malah sibuk memperhatikan lantai tiga ini. Di lantai ini keadaannya sangat berbeda dengan lantai satu ataupun kedua. Dimana disini terdapat ruangan kosong yang begitu luas berada di tengah-tengah dan terdapat banyak ruangan kecil di sisi kiri dan kanannya. Selain itu lantai tiga ini memiliki balkon yang sangat luas sampai-sampai mengambil seperempat ukuran dari lantai tersebut.

Tak lupa juga aku memperhatikan pasangan tersebut yang masih khusyuk dan belum bergerak dari tempat duduknya. Aku sedikit terpikir jika benar mereka memang sedang melakukan pesugihan lantas dimana sesajen yang di katakan Gio tadi.

Karena rasa penasaranku. Aku pun mulai memperhatikan seluruh ruangan yang ada di lantai ini mencoba mencari letak keberadaan sesajen tersebut.

Tapi setelah aku mengamati hampir semua ruangan, aku belum menemukan keberadaan sesajen itu. Aku curiga jika sesajen itu ditempatkan di ruangan gelap yang berada di depan pasangan itu. Ruangan itu sangat berbeda dengan ruangan yang lain di lantai ini. itu karena ruangan itu begitu gelap hingga nyaris tak masuk sedikitpun cahaya.

Setelah beberapa saat aku memperhatikan lantai tiga itu, keributan ketiga temanku masih saja belum berhenti dan kini malah menjadi semakin ribut.

"Lu pada berisik banget sih, gimana kalo kita ketauan." Tegurku dengan kesal.

"Ini nih lagian si Andra penakut banget, udah 2016 masih aja percaya begituan."

"Anjing, lu mau di jadiin tumbal ama mereka?"

"Halah mana ada hal begituan."

"Ada kata orang tua gw pesugihan emang ada."

"Diem Gio, gak nanya gw sumpah." Ungkap robi.

"Udah tolol udah, berisik banget lu bertiga." Aku menegur mereka kembali.

"Lu juga, sama berisik."

"Lah elu bertiga yang berisik duluan"

Ketika kami sedang ribut, tiba-tiba Gio memberitahu kami.

"Woyy mereka berdiri woyy."

Seketika itu juga kami bertiga langsung berbalik dan melihat kembali ke arah pasangan tadi. Terlihat pasangan itu segera berdiri dari tempat duduknya dan kemudian berjalan bersebelahan menuju ke ruangan gelap yang ada di depannya.

"Njirr ngapain mereka kedalem ?" Tanyaku penasaran.

"Udah jelas mesum ini mah" Ungkap Robi penuh dengan kecurigaan.

"Lah terus ngapain mereka tadi ngedo'a kaya gitu ?" Tambah andra.

Pertanyaan Andra memang sedikit masuk akal menurutku, jika mereka hanya ingin berbuat mesum seharusnya mereka tidak perlu bersimpu layaknya orang yang berdoa.

"Kan gw bilang juga lagi nyugih." Timpal Gio.

"Halah biaasa tatakrama itu mah." Robi menjawab dengan gestur meremehkan.

"Iya gitu ? Terus kita harus gimana, gak keliatan soalnya dari sini ajg?" ungkap Andra.

"Mending kita keruangan sebelahnya, tapi jangan berisik biar gk ketauan." Saran robi dengan ekspresi penuh keyakinan.

"Anjing extrim banget?" Keluh andra, menanggapi ide gila Robi.

Sebenarnya aku setuju dengan Andra, menuju keruangan di sebelah merupakan sebuah bunuh diri. Karena aku yakin kita pasti akan ketahuan.

"Lah terus gimana?, kan dari sini gak keliatan."

Dan meraka sekali lagi memulai keributan.

Aku hanya bisa menghela nafas mendengarnya.

Aku yang dari tadi belum berhasil menemukan tempat sesajen itu berada kini malah menjadi semakin penasaran. Dan mulai memperhatikan kembali kedalam ruangan gelap itu, berharap dapat menemukan apa yang aku cari. Ada sedikit harapan dalam hatiku saat pasangan itu masuk kembali kedalam ruangan itu, Mungkin masuknya mereka kedalam adalah untuk mengambil sesajen yang tadi mereka simpan. Tapi tiba-tiba bertapa terkejutnya aku saat melihat pasangan itu keluar dan berjalan menuju ke arah dimana kami berada. Dengan cepat aku pun berbalik dan berlari turun kebawah.

Teman-temanku yang sedari tadi ribut kini terkaget begitu aku melesat turun kebawah. Mereka secara spontan juga ikut berlari mengikuti di belakangku saat mereka tahu bahwa pasangan itu sedang berjalan menuju ke arah mereka.