Oh, Davi, Davi, Davi ... maaf aku butuh waktu untuk tenang dulu. Tidak sanggup melihat wajah Eden di rumah, atau makan hasil kreasi tanganmu yang menggamparku dari banyak sisi. Aku pun berangkat ke pengadilan tanpa sarapan. Melakukan tugas jaksa seperti biasa, lalu duduk linglung sendiri di sebuah restoran.
Ketiga piring pesanan tak menarik hati, padahal perutku lapar karena ini sudah pukul 2 siang. Aku pun ingin menangis kala menyendok carbonara. Apalagi holy smokes mahal itu hanya menguras kantongku. Jariku gemetar karena harapan indah yang hancur, padahal saat kami pacaran minim drama yang seperti ini.
"Ha ha ha ha ha ha ...."
Apakah seharusnya dulu aku tak meminta Davi kembali?
Mungkin Davi setega itu karena tahu Eden bukanlah anakku. Dia pun berupaya menyakitiku agar menyerah di akhir. Dengan begitu Eden akan bersama ayah kandungnya, si Chris. Dan Davi bisa mewujudkan impian bersama lelaki itu.
Soutenez vos auteurs et traducteurs préférés dans webnovel.com