"Tolong bilang kalau ini semua bohong, Fi? Kamu bohong sama aku ya? Kalian semua bohong?"
"Fian, kamu dengar aku atau engga?"
Selama diperjalanan Fian hanya diam membisu. Hembusan angin dan juga ocehan Reva membuatnya semakin merinding. Tadi setelah Reva sadar, Fian memang langsung mengajaknya untuk pulang. Mereka harus buru-buru sebelum semuanya terlambat lalu membuat Reva kembali menyesal.
"Fian!"
"Tenang, Re, tenang. Pegangan yang kencang ya? Kita harus segera sampai rumah."
Teriris sekali hati Reva mendengar jawaban Fian. Itu bukan jawaban penenang, tetapi semakin membuat hatinya tidak karuan. Otak Reva kalut, dia sudah tidak bisa berfikir apapun saat ini. Yang ada di dalam otaknya hanya sang ayah.
Tidak ada harapan lain, Reva berharap kalau ayahnya pulang dalam keadaan sehat. Mana tahu ini kejutan, 'kan? Selama ini ayahnya penuh dengan kejutan, maka dari itu Reva tidak ingin berburuk sangka dengan keadaan.
Soutenez vos auteurs et traducteurs préférés dans webnovel.com