webnovel

BAB 6

"Ada apa Er? Katanya kau mau bicara padaku."

Erich bangkit dari kursinya lalu memandangku. Jujur aku sangat ingin memukulnya ketika ia mengeluarkan ekspresi gembira itu. Hal ini dikarenakan ekspresi itu sangat tidak cocok dengan kepribadiannya yang seperti manusia e situ.

"Apa besok hari pertamamu masuk kuliah Zi?" Tanya Erich padaku.

"Sudah tahu juga masih bertanya." Erich terkekeh mendengar jawabanku yang terdengar ketus

"Aku punya kabar baik tentang hal itu Zi."

"Bisakah kau berbicara to the point Er?" aku mulai jengkel dengan Erich. Memang dari dulu dia sangat menyebalkan.

"Baiklah – baiklah. Aku ditunjuk oleh paman Andrei untuk menjadi rector di universitas tempatmu kuliah. Dan aku memundurkan tanggal masuk kuliah di sana agar kau bisa ikut kami liburan. Bukankah itu hebat" Kata Erich dengan bangga. Aku melongo mendengar apa yang dikatakan Erich. Kenapa dia jadi seenaknya sendiri,mengubah – ubah tanggal masuk kuliah.

Tetapi aku juga senang,karena hal itu aku bisa ikut misi dan melakukan misi pertamaku. Aku langsung memeluk Erich karena senang.

"Terima kasih Er. Kau memang kakak terbaikku."

"Terima kasih kembali atas pujianmu, senorita. Tapi,bisakah kau tidak memelukku terlalu erat. Kau bisa membunuhku Zi." Aku melepaskan pelukanku dan tertawa melihat Erich yang kehabisan nafas karena pelukanku yang terlalu erat.

"Tetapi, apakah kakek sudah tahu dengan rencanamu Er? Apa kakek tidak marah jika tahu kalau kau malah seenaknya sendiri terhadap universitas?" tanyaku pada Erich.

"Tidak Zi. Malah kakek yang memberi saran paman Andrei agar aku dijadikan rector dan mengatur jadwal kuliahmu agar kau bisa ikut dengan kami." Sepenting itukah peranku di dalam organisasi kakek? Apa karena aku satu – satunya cucu perempuan kakek, jadi aku bisa ikut misi itu?

"Apa peranku begitu penting di sana Er. Mungkin saja jika nanti aku malah akan menghambat misi kalian." Erich tersenyum tipis.

"Tentu saja Zi. Kakek sudah tahu jika kau sangat ahli dalam menyamar dan sangat bersih dalam melakukan pekerjaan. Kau juga tidak kenal ampun dan tegas dalam menjalankan tugas. Itulah mengapa kakek mengizinkanmu ikut."

"Dan jika saja kamu nanti menyusahkan, tentu saja kami akan langsung meninggalkanmu." Aku melotot mendengar perkataan Erich. Aku langsung memukul lengannya karena kesal.

"Jahat sekali kau Er. Apa kau tega meninggalkan adik perempuanmu satu – satunya ini." Erich tertawa pelan,lalu ia memelukku.

"Aku tidak akan membiarkan seseorang hidup tenang jika sudah menyakitimu. Kami sangat menyayangimu Zi. Jadi, ketika sudah menjalankan misi nanti,jagalah dirimu baik – baik. Jika tidak ada aku, Edward, Theo, ataupun Yosha. Kau masih punya Felix yang melindungimu. Peranmu sangat berbahaya nanti. Jadi, tetaplah hidup dan jangan sampai terluka. Kau paham?" aku mengangguk. Inilah yang membuatku tidak ingin berpisah dari mereka. Semoga saja hal buruk tidak pernah terjadi pada mereka.

Tidurku terganggu ketika aku merasa ada yang menarik – narik rambutku. Padahal aku masih mengantuk. Aku membalikkan badan dan berusaha untuk menyingkirkan tangan jahil itu. Tetapi tangan itu kembali menarik – narik rambutku. Aku menyingkirkannya lagi. Tangan itu tidak menarik – narik rambutku. Tetapi, aku merasa ada yang meniup – niup wajahku. Aku membuka mataku dan melihat seorang laki – laki sedang meniupi wajahku. Aku langsung menampar wajahnya lalu bangun dari tempat tidur. Sialnya, aku terlalu menepi dari tempat tidur dan akhirnya aku terjungkal. Orang itu menertawakan aku.

"Hei Zi. Apa yang kau lakukan dibawah sana." Orang itu masih tertawa keras melihatku jatuh dari ranjang.

"Bisakah kau membangunkanku dengan lebih bermartabat lagi Yos? Tega sekali kau menertawakanku saat terjatuh." Yosha berhenti tertawa dan langsung membantuku bangun. Karena masih mengantuk,aku menarik selimut dan memejamkan mata lagi.

"Astaga Zi. Kau malah tidur lagi. Bangunlah pemalas. Apa kau tidak ingin ikut ke Kuba? Jika kau tidak bangun maka aku akan meninggalkanmu. Kita bertiga harus berangkat lebih awal." Aku langsung bangun dari ranjang dan berlari menuju kamar mandi. Yosha yang melihat hal itu pun menggeleng – gelengkan kepala.

"Dasar putri tidur. Jangan lama lama mandinya Zi. Kita berangkat 2 jam lagi." Aku pun mempercepat mandiku. Selesai mandi,aku memakai pakaianku sekalian mengemasinya dalam koper. Aku hanya berdandan senatural mungkin karena tidak ingin telat.

Setelah itu,aku memanggil Felix dan menyuruhnya untuk membawakan koperku ke bawah. Disana Yosha dan Edward sudah menunggu.

"Lama sekali kau Zi. Apa kau mandi di kutub selatan?" ejek Edward

"Diamlah kau Ed. Suasana hatiku sedang senang dan aku tak mau kau merusak hal itu. Apa kita tidak sarapan dulu Yos?

"Kita sarapan di pesawat Zi. Kalau sudah selesai mari kita berangkat. Oh iya, kau akan semobil dengan Edward, Zi. Jadi, jaga suasana hatimu dengan baik." Aku ingin melontarkan protes pada Yosha, tetapi tidak jadi karena Edward menarikku.

Aku hanya menurut dan masuk ke mobil. Sepanjang perjalanan, Edward berusaha untuk mengajakku bicara. Tetapi aku mengabaikannya. Aku masih marah dengannya sejak insiden es krim itu. Tentang kejadian itu,aku jadi teringat dengan pria dengan wajah misterius di seberang kedai es krim. Siapa dia?

"Apa kau masih marah padaku Zi? Baiklah,aku minta maaf. Jangan marah lagi oke? Kalau kau masih marah lagi,aku akan meretas ponselmu lalu mencari nomor teman – temanmu dan meneror mereka." Aku menoleh pada Edward yang sedang mengancamku. Dia itu bodoh atau bagaimana? Dia mengancamku tetapi memberitahukan ancamannya padaku.

"Are you stupid? Or mad? Kamu mengancamku tetapi malah memberitahukan ancamanmu. Sudahlah Ed. Aku akan memaafkanmu. Tetapi kau harus janji kalau tidak akan membentakku lagi."

"Baiklah. Aku berjanji."

"Oh iya, Ed. Kemarin waktu di kedai es krim ada orang yang mengikutiku. Penampilannya sangat aneh dan aku merasa tidak pernah bertemu orang itu." Edward mengerutkan dahinya.

"Mungkin saja itu Felix. Dia kan pengawal pribadimu." Aku menggelengkan kepala. Walau dia baru bertemu Felix,tetapi dia sangat hafal dengan sikap dan gerak – geriknya.

"Tidak Ed. Dia sangat mencurigakan dan Felix tidak seperti itu." Aku berusaha meyakinkan kecurigaanku. "Mungkin itu hanya seseorang yang lewat Zi, sudahlah jangan berprasangka buruk. Sebentar lagi kita sampai di bandara pribadi milik kakek." Aku hanya memalingkan kepala ke jendela mobil.

Ketika melewati sebuah gereja, aku melihat pria itu lagi. Aku langsung memanggil Edward sambil memukul tangannya. "Ed, lihat. Pria didepan gereja itu. Dia sama seperti yang kulihat di kedai es krim." Edward yang mendengar hal itu langsung mengikuti arah pandangku. Kulihat air muka Edward berubah. Ia tampak terkejut,tetapi ia langsung mendatarkan muka kembali.

"Mungkin saja bajunya sama Zi. Sudahlah,kubilang jangan memikirkannya lagi. Pikirkan saja tentang misimu nanti." Aku hanya menurut pada Edwar tetapi masih memandang orang di depan gereja itu. Siapa dia sebenarnya?