webnovel

Old Love

Hyun Soo pada Kyung Ji "Jika aku bisa bertemu denganmu lagi, aku akan melakukan apapun untuk menebus apa yang telah terjadi padamu waktu itu. Aku akan membuatmu tersenyum seperti saat aku tidak bisa melihat senyummu." Kyung Ji pada Hyun Soo "Aku menyukaimu, aku akan selalu memilihmu. Jika keadaan berjalan sesuai yang kuinginkan, aku tidak akan memilih untuk menguburmu dalam - dalam dari ingatanku."

Tarin_Swan · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
47 Chs

CHAPTER 15 PILIHAN KEDUA

Aku mengemasi barangku santai sambil bersenandung kecil, membuat Seo Rin yang sejak tadi lewat di belakangku, menatapku curiga sambil menggeleng kecil. Aku yang merasakan tatapan curiga Seo Rin menoleh cepat "wae?" tanyaku langsung, Seo Rin menunjuk dirinya bingung mendengar pertanyaanku. Aku mengangguk tegas "wae?" tanyaku sekali lagi, Seo Rin menggeleng kecil menolak untuk menjawab, kembali bergerak mengemasi barang - barangnya. Aku menyadari sikap Seo Rin semakin aneh, sejak kita membuatkan makan siang untuk Hyun Soo dan tim lainnya beberapa hari yang lalu. Aku menghela nafas kecil

"aku dan tuan Hyun Soo hanya teman.." jelasku santai,

Seo Rin langsung menoleh cepat menatapku "jeongmal?" tanyanya cepat memastikan.

Aku tertawa kecil melihat perubahan sikapnya itu sambil menggeleng kecil, Seo Rin duduk di sampingku "apa benar hanya teman? Kalian sangat mencurigakan" sahutnya curiga. Eskpresiku menjadi sangat serius menatapnya lurus, lalu mengangguk yakin "100% teman" jawabku, Seo Rin menaikkan alisnya sambil mengangguk paham lalu kembali mengemasi barangnya. Aku memutar kepalaku pelan sambil menghembuskan nafas lega dari mulutku.

Setelah sampai di Seoul, kami langsung memuju kantor. Selama perjalanan aku menguap kecil beberapa kali, namun aku menahan kantukku tetap fokus pada pekerjaanku. Hyun Soo yang sejak tadi memperhatikanku, akhirnya membuka mulutnya

"kau mengantuk?" tanyanya santai.

Aku menoleh cepat ke arahnya, tersenyum lebar sambil menggeleng cepat membantah. Ia menaikkan sebelah alisnya tidak percaya, lalu membuka mulutnya tanpa mengeluarkan suara "geojismal" tuduhnya tidak percaya. Aku kembali menggeleng cepat dengan senyum polos di wajahku, berusaha meyakinkannya. Kami tidak menyadari Do Hwan -ssi sejak tadi memperhatikan kami dari kaca spion, ia tersenyum kecil melihat tingkah kami yang asik dengan dunia kami sendiri. Hyun Soo mendorong bahuku menyender ke kursi mobil santai lalu mendorong kepalaku, ia tampak tersenyum puas

"tidurlah sejenak" perintahnya lembut.

Senyum kecilku tersungging manis, lalu memejamkan mataku perlahan menuruti keinginan Hyun Soo. Tubuhku mulai terasa lebih nyaman, seiring rasa kantuk yang perlahan melahapku hingga terlelap. Hyun Soo terus menatapku yang terlelap dengan senyum cerah sepanjang perjalanan. Tak lama, aku merasa mobil kami berhenti berjalan dan aku membuka mataku perlahan. Aku merengangkan ototku sejenak, mengusap mataku lembut, lalu menoleh ke sekeliling. Semua orang di dalam mobil tampak tertidur pulas, membuatku menoleh ke arah jendela mendapati rumahku di luar jendela. Mataku melebar kaget "ooh.." gumamku sambil menunjuk rumahku. Aku mengedipkan mataku beberapa kali bingung, berfikir keras 'bagaimana mobil ini bisa sampai di depan rumahku?' tanyaku dalam hati. Aku kembali menoleh menatap Hyun Soo yang sedang tertidur pulas, aku menggeser badanku hati - hati agar tidak membangunkannya dari tidur.

Aku mendekatkan wajahku ke arahnya mengamatinya lekat - lekat, senyum kecil otomatis langsung tersungging di bibirku, semkain lama aku menatapnya, semakin lebar senyum itu. Aku mengulurkan tanganku pelan menyentuh lembut wajahnya, "kulit seorang model ternyata selembut ini" bisiku sambil mengangguk kecil lalu meraba pipiku sediri "kulitku bahkan lebih kasar darinya" bandingku. Aku menurunkan tanganku dari pipiku, kembali menatap Hyun Soo lembut. Aku mengangkat tanganku pelan ke arah matanya "mata Hyun Soo" bisikku, aku kembali menggerakkan tanganku turun ke arah hidungnya "hidung Hyun Soo" bisikku lagi, terakhir aku menggerakkan tanganku melewati hidungnya terdiam.

Mataku berubah serius seiring hatiku yang terasa aneh, aku merasa aku pernah mengalami semua hal ini. Aku terus berusaha mengingat sesuatu, namun kepalaku langsung merasakan sakit yang tak tertahankan. Aku memijat kepalaku dengan satu tangan terus memaksa otakku mengingat sesuatu, namun rasa sakit itu tidak hanya di kepalaku, tetapi juga di hatiku. Aku menarik tanganku pelan dari Hyun Soo, namun gerakanku terhenti. Tangan Hyun Soo sudah menangkap tanganku, sambil membuka matanya perlahan. Melihatku sedang meringis kesakitan, matanya langsung melebar kaget

"Kyung Ji -ah gwaenchanha?" tanyanya cemas.

Do Hwan -ssi langsung membuka matanya kaget, membalikkan badan ke belakang panik mendengar suara cemas Hyun Soo. Aku terus memijat kepalaku, sambil berusaha tersenyum "tidak apa, aku baik - baik saja" sahutku meyakinkan. Hyun Soo menoleh ke arah jendela sejenal lalu kembali menatapku "kau yakin kau baik - baik saja?" tanyanya meragukanku, aku tersenyum sambil mengangguk yakin "tenang saja" timpalku. Hyun Soo kembali menoleh keluar jendela

"istirahatlah, aku juga menyuruh teman - temanmu yang lain untuk pulang" sahutnya.

Aku menoleh keluar jendela sejenak lalu kembali menatap Hyun Soo, aku menyunggingkan senyum lebar "terima kasih" ungkapku tulus. Hyun Soo menoleh keluar jendela

"taman kecil itu menjadi penghubung rumah kita rupanya" sahutnya santai

aku mengangkat alisku bingung "hmm?" gumamku,

Hyun Soo tertawa kecil "lupakan, masuklah dan istirahat, besok kau akan kembali bermain denganku" jawabnya santai.

Aku menahan tawaku lalu mengangguk kecil, aku menoleh ke arah Do Hwan -ssi menunduk kecil "terima kasih sudah mengantarku" sahutku sopan, pria itu tersenyum miring sambil mengedipkan satu matanya genit. Aku tertawa kecil kembali mengarahkan pandanganku pada Hyun Soo

"gomawo.." ungkapku,

Hyun Soo hanya tersenyum lebar tanpa mengatakan apapun, aku membalikkan badanku turun dari mobil ke pintu bagasi mengambil barang - barangku. Hyun Soo ikut turun dari mobil membantuku menurunkan barangku, ia menutup pintu bagasi santai lalu memasukkan kedua tangannya ke saku celana. Aku melambaikan tanganku pada Hyun Soo dengan senyum lebar, senyum Hyun Soo ikut mengembang "istirahatlah" katanya santai.

Tiba - tiba mobil seseorang datang dari belakang berhenti tepat di depan kami, aku menatap mobil itu penasaran, sambil menebak - nebak siapa yang di dalam mobil itu. Pintu mobil itu terbuka menunjukkn kaki seorang pria yang menjulur keluar, mataku melebar kaget melihat wajah pria itu, dan dengan gerak cepat membalikkan badanku hendak melarikan diri dari situasi ini. Langkahku terhenti melihat mata Hyun Soo dan pria itu langsung bertemu. Mereka teridam saling menatap dingin satu sama lain. Hyun Soo mengalihkan pandangannya menatap

"kau mengenalinya?" tanyanya serius.

Aku menutup mataku kesal sambil mengepalkan tanganku kuat 'kenapa dia datang disaat yang tidak tepat?' keluhku dalam hati. Hyun Soo kembali menatap pria itu, sementara pria itu menutup pintu mobilnya pelan, berjalan ke arah kami dengan langkah percaya diri. Ia berhenti di hadapan Hyun Soo dan membuka mulutnya

"lama tak jumpa, Kyung Ji -ah" sapanya datar, lalu menoleh menatapku.

Mata Hyun Soo melebar dan ia menoleh cepat ke arahku. Aku terpaksa membalikkan badanku kaku, langsung mengarahkan pandangan tenangku pada Si Hwan oppa. Aku bisa melihat dari wajahnya bahwa Hyun Soo sangat terganggu dengan kehadiran Si Hwan oppa, karena ia menatap kami bergantian gelisah. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi aku bisa langsung membacanya dari wajah dan sorot matanya. Suasana di sekeliking kami berubah sangat dingin, aku menggigit bibir bawahku kecil terjebak situasi yang kuhadapi saat ini, dan aku tidak bisa melakukan apapun.

Do Hwan -ssi yang tidak mengerti apa yang terjadi saat itu, turun dari mobil santai langsung mengajak Hyun Soo pulang

"hey, Soo-yah, ayo pulang" ajaknya.

Hyun Soo mengabaikan ajakan itu, terus menatap Si Hwan oppa serius, Do Hwan -ssi yang akhirnya merasakan suasana aneh antara kami pun melirikku bingung. Aku melirik Do Hwan -ssi melambaikan tangan kecil, memberi tanda untuk membawa Hyun Soo pergi dari sini secepatnya, ia tampak mengerti tandaku dan langsung bertindak. Pria itu langsung menarik Hyun Soo paksa, namun Hyun Soo langsung menarik tangannya kasar, dan berjalan mendekati Si Hwan oppa. Aku langsung berjalan cepat, berdiri di depan Hyun Soo menghentikannya

"aku akan menjelaskannya nanti.. jadi pulanglah dulu, aku mohon" bisikku putus asa.

Hyun Soo menuduk menatapku sejenak, aku menatapnya sambil memaksakan senyum kecilku. Ia mengepalkan tangannya, memalingkan wajah, lalu membalikkan badan masuk kedalam mobil. Do Hwan -ssi hanya menatapnya bingung lalu kembali menatapku menunduk kecil, aku ikut menunduk kecil sejenak, melihat mobil mereka pergi dengan rasa bersalah pada Hyun Soo. Aku menghembuskan nafas berat dari mulutku, membalikkan badan cepat

"ada apa lagi kali ini?" tanyaku langsung

"sejak kapan kau menemui pria itu lagi?" tanya Si Hwan oppa bingung.

Aku mengerutkan keningku mendengar pertanyaan Si Hwan oppa barusan, 'menemui lagi?' tanyaku dalam hati

"apa kau mengenalinya?" tanyaku memancing.

Mata Si Hwan oppa tampak berputar bingung, ia berdeham kecil "tidak, lupakanlah" sahutnya gugup. Sikapnya sangat aneh bagiku, aku menyipitkan mataku curiga sambil terus mengamatinya, ia tampak mengalihkan pandangannya dariku berusaha menghindari tatapanku. Aku terus menatapnya lurus

"kau mengenalnya kan?" tanyaku menekan

"tidak" bantahnya singkat.

Sikap Si Hwan oppa semakin aneh dimataku, aku memutar mataku menahan diri, memutuskan tidak memperpanjang percakapan ini. Aku menunduk kecil "ada apa oppa kemari? Kalau tidak terlalu penting, bisa kita bicara lain waktu? Aku lelah" timpalku sedikit mengusir. Senyum pahit terlihat di wajah Si Hwan oppa, ia menunduk lesu "baiklah, aku akan menemuimu besok" jawabnya pasrah. Aku menarik koperku, berjalan masuk ke dalam rumah tanpa menjawab apapun. Aku menyandarkan diriku di balik pintu sambil menghembuskan nafas lega, aku terus meyakinkan diriku bahwa keputusan yang kuambil ini benar.

Aku menoleh mengintip keluar dari jendela, melihat Si Hwan oppa masih berdiri di tempatnya, menatap ke rumahku dengan tatapn sayu. Aku menarik diriku dari jendela sambil menggigit bibir bawahku, aku mulai merasakan keraguan di hatiku, namun aku memotong perasaan itu sambil menggeleng cepat. Aku menampar diriku sendiri "sadarlah Eun Kyung Ji" omelku, tak lama aku mengusap pipiku lembut kesakitan akibat tamparanku sendiri. Aku melangkah masuk ke dalam rumah, namun eomma tidak terlihat dimanapun, aku menoleh ke sekeliling bingung "eomma.." panggilku. Keningku berkerut tidak mendengar jawaban apapun dari eomma, aku meninggalkan koperku di ruang tamu begitu saja, berlari kecil ke kamar eomma. Aku mengetuk pelan beberapa kali "eomma, apa eomma tidur?" panggilku dari luar, keningku kembali berkerut, dan aku menempelkan telingaku ke pintu berusaha mendengar ke dalam kamar. Kerutan di keningku semakin mendalam, aku membuka pintu kamar perlahan memasukkan kepalaku ke dalam "eomma.." bisikku. Tak kunjung mendengar jawaban, aku membuka pintu lebar dan masuk menyalakan lampu, melihat kamar yang tertata rapi kosong membuatku semakin curiga. Aku mengeluarkan ponselku dari kantong celana, mengetuk pelan sejenak, lalu menempelkan ponselku ke telinga menunggu nada panggil

"oppa.. kau dimana?" tanyaku langsung tanpa basa - basi

"dimana lagi seorang dokter bekerja kalau tidak di rumah sakit, dasar bodoh" jawab Yoo Ki oppa menghinaku dari seberang telfon.

Aku memutar mataku "lalu eomma?" tanyaku lagi,

"eomma? Ah.. eomma dan appa pergi ke Busan"

"Busan? Ahh.. benar.." timpalku merasa bersalah.

Suara nafas besar terdengar singkat dari seberang telfon "aigoo, lupakan itu ursanmu dengan mereka nanti" tepisnya "omong - omong.. apa kau tidak pulang? Apa kau sudah tidak ingin pulang selamanya?" gurau Yoo Ki oppa santai.

Aku tertawa kecil dari seberang telfon, "kenapa? Kau merindukanku?" jawabku bergurau. Aku kembali mematikan lampu kamar eomma, menutup pintunya rapat sambil mendengarkan ceramah Yoo Ki oppa dari seberang telfon. Gerakanku terhenti mendengar pertanyaan Yoo Ki oppa

"apa Si Hwan menghubungimu?" tanyanya canggung

"ya, aku bertemu dengannya tadi di depan rumah" jawabku datar

"kau bertemu denganya? Apa yang dia katakan padamu?" tanya Yoo Ki oppa terdengar panik.

Aku memiringkan kepalaku kecil "lama tak jumpa.." sahutku sambil mengingat - ingat, "lalu, ah oppa.." panggilku teringat sesuatu

"wae? Wae?" sahutnya cepat.

Aku menjilat kecil bibir bawahku ragu untuk bertanya, namun rasa ingin tahuku semakin memenuhi hatiku, aku menghela nafas pendek "apa kau benar - benar tahu semua temanku saat aku kuliah dulu?" tanyaku hati - hati. Yoo Ki oppa terdengar bergumam kecil

"hmm.. kurang lebih" jawabnya terdengar gugup.

Aku mengerutkan alisku curiga mendengar perubahan suara Yoo Ki oppa yang drastis, aku berupaya membuatnya memberi tahuku apa yang ia tahu "siapa saja yang kau kenal?" tanyaku. Yoo Ki oppa kembali bergumam kecil

"Moon Hyo Ra.. lalu.." sebutnya sambil mengingat

"lalu?" tanyaku

"Moon Hyo Ra.. Moon Hyo Ra.." jawabnya kehabisan akal.

Aku menghembuskan nafas tidak percaya dari seberang telfon "aku curiga, antara kau memang mengetahuinya? Atau kau hanya mengingat Moon Hyo Ra sepanjang hidupmu?" timpalku kesal. Tawa lepas Yoo Ki oppa terdengar dari seberang telfon, ia menghembsukan nafas lega "sejak kapan aku tahu banyak tentang temanmu? Kau tinggal di Busan dan aku tinggal di Seoul, aku datang saat itu hanya untuk kencan buta dengan Hyo Ra yang tidak sengaja adalah temanmu, secara tidak langsung aku kencan buta denganmu juga" jelasnya cepat. Aku menggelengkan kepalaku mendengar penjelasan Yoo Ki oppa barusan sambil tersenyum miring. Kami terdiam sejenak sampai aku memecah keheningan terlebih dulu

"apa oppa pernah bertemu Hyun Soo?" tanyaku ragu

"tentu saja" jawabnya yakin,

"jinjja? Dimana kau pernah bertemu dengannya?" sahutku ingin tahu

"di taman depan awal bulan lalu, dan beberapa hari yang lalu saat jalan malam denganmu" jawabnya santai.

Aku membuka mulutku hampa tercengang, sambil menutup mataku rapat mendengar jawaban Yoo Ki oppa barusan. Aku menghembuskan nafas besar "Yoon Yoo Ki -ssi" panggilku kesal, terdengar suara tawa kecil dari seberang telfon, dan suara tawa itu membuatku semakin kesal. Aku kembali menghembuskan nafas kesal "sejak kapan kau menemui pria itu lagi?" sahutku mengulangi perkataan Si Hwan oppa tadi.

Tawa Yoo Ki oppa terhenti begitu saja "mwo?" tanya Yoo Ki oppa kaget,

aku berdeham kecil "Si Hwan oppa menanyakan itu padaku tadi" jawabku.

Yoo Ki oppa terdiam sejenak, lalu bergumam pelan mengatakan sesuatu yang tidak bisa ku dengar. Aku menyipitkan mataku curiga, diam menunggu Yoo Ki oppa mengatakan sesuatu, aku berdeham kecil memancingnya untuk meresponku

"Kyung Ji -ah, apa kau yakin dia bertanya begitu?" sahutnya memastikan.

Aku mengangguk cepat "aku sangat yakin" jawabku,

"baiklah kalau begitu" timpalnya cepat.

Aku membuka mulutku bertanya lebih, namun Yoo Ki oppa sudah menutup telfonnya. Aku menatap ponselku sambil menghembuskan nafas berat dari mulutku, aku kembali mengetuk ponselku pelan menempelkannya ke telinga.

000

Dering ponsel menganggu perjalanan eomma dan appa, mereka saling menatap bingung sejenak, sampai akhrinya eomma mengetuk ponselnya pelan

"oh.. Kyung Ji -ah" sahut eomma dari seberang telfon

"apa eomma masih di Busan?" tanyaku canggung

"ya, eomma dan appa masih Busan, apa kau sudah pulang?" jawab eomma terdengar santai.

Nada suara eomma tidak terdengar marah padaku, aku menghembuskan nafas kecil lega, dan aku pun menjadi lebih santai. Aku memindahkan ponselku ke telinga sebelah sejenak

"ya, aku di rumah sekarang, eomma tidak ada di rumah lalu aku bertanya pada oppa" jelasku

"kau sudah pulang? Apa kau sudah makan? Eomma tidak meninggalkan makanan di rumah" tanya eomma sedikit cemas.

Aku tersenyum kecil mendengar pertanyaan khas eomma itu "atasanku memberiku makan tadi, aku juga bisa titip sesuatu pada oppa nanti, tenag saja" jawabku santai.

Tawa kecil terdengar singkat dari seberang telfon "baiklah, istirahatlah" timpal eomma, "kunci pintunya dan jangan makan ramyun, makanlah nasi" sahut appa samar menambahi perkataan eomma. Aku tersenyum kecil mendengar perkataan appa, "baiklah paduka raja" sahutku sopan. Setelah tawa singkat dan salam perpisahan aku menutup telfonnya, mulai berfikir apa yang akan aku lakukan untuk menghabiskan waktuku sendirian.

Eomma menutup telfonnya lalu menoleh menatap appa "untung saja dia tidak curiga" sahut eomma lega, appa hanya tersenyum kecil lalu kembali fokus mengemudikan mobil mereka melaju lebih cepat.

Mobil eomma dan appa terparkir sempurna di depan Gereja besar yang terlihat sedikit tua, mereka turun dari mobil bersamaan, terdiam mengamati gedung Gereja itu sejenak. Appa menoleh menatap eomma "apa benar ini alamatnya?" tanya appa ragu, eomma hanya menoleh kecil dan mengangguk pelan membenarkan. Appa kembali menatap Gereja besar di hadapannya itu, dan mulai melangkahkan kakinya masuk ke dalam Gereja, eomma mengikuti langkah appa sambil melihat kesekeliling Gereja penasaran. Langkah mereka terhenti ketika mereka berpapasan dengan seorang biarawati, mereka menunduk sopan sambil tersenyum kecil, begitu pula biarawati itu. Eomma memberanikan diri memulai pembicaraan

"kami mendapat telfon, seseorang yang menelfon kami memberikan alamat Gereja ini, meminta kami menemuinya disini" jelas eomma,

biarawati itu memasang wajah bingung sejenak "ikutlah dengan saya" ajaknya.

Mereka berjalan ke belakang Gereja, menuju ke ruang administrasi. Biarawati itu terlihat membisikkan sesuatu pada biarawati lainnya, sambil sesekali melirik ke arah eomma dan appa. Setelah berbisik sejenak, ia kembali ke hadapan eomma dan appa "saya akan mengantar anda menemui seseorang yang menelfon anda" sahut biarawati itu sopan. Eomma dan appa menunduk kecil, memberi biarawati itu jalan keluar lalu mengikutinya dari belakang. Sambil berjalan eomma dan appa menoleh melihat - lihat, mereka menyunggingkan senyum kecil melihat pohon sakura yang berbaris indah disana. Setelah melewati pintu pembatas kecil, mereka berbelok ke kanan, lalu berhenti di depan pintu kamar yang terletak di ujung lorong.

Biarawati yang menunjukkan jalan bagi mereka membalikkan badannya "ini kamarnya, jika aku boleh tahu apa hubungan kalian dengannya?" tanyanya hati - hati. Appa tersenyum kecil mendengar pertanyaan itu

"aku kakaknya, ini istriku" jawab appa singkat,

biarawati itu tersenyum kecil dan mengangguk paham. Ia mempersilahkan eomma dan appa masuk, lalu pergi meninggalkan mereka. Eomma mengangkat tangannya ragu menoleh ke arah appa sejenak, melihat anggukan kecil dari appa, eomma memberanikan dirinya mengetuk pintu di hadapannya itu beberapa kali.

Terdengar suara wanita dari dalam kamar, membuat eomma mundur selangkah dari pintu, menunggu seseorang membuka pintu dari dalam dengan perasaan tidak tenang. Mata mereka melebar melihat seorang wanita yang duduk di kursi roda, dengan bekas luka bakar yang cukup besar menjalari kakinya, eomma menutup mulutnya tercengang tidak bisa berkata apapun. Wanita itu menatap eomma dan appa bergantian dengan senyum kecil

"lama tak jumpa" sapanya,

"benar, lama tak jumpa.. je-su" timpal appa balas menyapa.

Mereka saling menatap satu sama lain sejenak, sampai appa kembali membuka mulutnya "boleh kami masuk?" tanya appa santai. Wanita itu pun mempersilahkan eomma dan appa masuk, "duduklah" sahutnya singkat. Eomma dan appa duduk bersebelahan di atas tempat tidur canggung. Mereka memutar mata melihat sekeliling ruangan sejenak, lalu mengarahkan pandangan mereka menatap wanita di hadapan mereka lurus

"bagaimana kabarmu je-su?" buka appa tenang

"aku baik hyung-bu, bagaimana kabar kalian? Yoo Ki juga?" jawab eomma balik bertanya.

Appa tampak tersenyum kecil lalu menggengam tangan istrinya menyuruhnya berbicara, eomma melirik appa ragu lalu memaksa dirinya membuka mulut "kami baik, Yoo Ki juga, dia sudah menjadi seorang dokter hebat sekarang" cerita eomma canggung. Appa terus menatap adik iparnya itu dengan perasaan tidak enak

"je-su.. kenapa kau bisa sampai seperti ini" tanya appa iba.

Eomma menunduk melihat keadaan dirinya dan tersenyum pahit "perjuangan keras? Atau kembali dari kematian? Aku tidak tahu bagaimana cara menjelaskannya"

"kenapa kau menghubungi kami setelah 3 tahun lamanya? Kenapa kau tidak langsung menghubungi kami?" tanya eomma menekan.

Appa meraih tangan eomma halus berusaha menahan perasaan eomma yang tidak terima melihat keadaan adik iparnya itu. Appa menoleh menatap wanita di hadapannya, kembali memulai pembicaraan

"apa yang membuatmu menghilang selama tiga tahun tanpa kabar?" tanya appa halus

"aku menenagkan diriku" jawab eomma

"bisa kau ceritakan pada kami apa yang terjadi padamu?" minta appa hati - hati.

Appa menatap adik iparnya itu dengan ekspresi penuh harapan, menunggunya menceritakan apa yang terjadi. Suasana hening menyelimuti ruangan itu sejenak, sampai eomma mengeluarkan suaranya

"Kyung Ji.." bukanya terhenti, "pergi dari rumah saat ia tidak sengaja mendengar ayahnya dan ibu Hyun Soo akan menikah" jelasnya. Eomma menghela nafas dalam "aku menelfon kemana - kemana, sambil terus menyalahkan Ji Yeol -ssi atas apa yang terjadi saat itu" lanjutnya, eomma menggerakkan kursi rodanya ke arah lemari, mengeluarkan sebuah amplop putih besar dengan cap rumah sakit. Ia menyerahkan amplop itu pada appa dengan tatapan kosong

"Ji Yeol -ssi pergi dari rumah untuk mencari Kyung Ji, tak lama aku mendapat telfon bahwa Kyung Ji mengalami kecelakaan"

"lalu kau menelfon Yoo Ki untuk datang melihat Kyung Ji" sambung eomma ragu, "itu juga terakhir kalinya kau menelfon" tambah appa yakin.

Mereka saling menatap bingung "kenapa kau tidak muncul setelah itu? Yoo Ki mencarimu kemana - mana" tanya eomma curiga pada adik iparnya,

"aku berusaha datang, tetapi saat itu api besar sudah melahap rumahku, dan aku tidak tahu dari mana asalnya" jelas eomma, "saat aku kembali membuka mataku, aku sudah tidak bisa berjalan, dan amplop itu tergeletak begitu saja di meja dekat tempat tidurku" sambungnya.

Appa membuka amplop itu cepat melihat tumpukan kertas di dalamnya, appa mengeluarkan isinya lalu mulai membaca satu - persatu lembaran itu dengan teliti. Semakin cepat appa membalik lembaran dokumen itu, semakin dalam kerutan dikening appa, keheningan menyelimuti sejenak sampai appa selesai membaca isi amplop itu. Appa mengangkat kepalanya pelan kaget bercampur tidak percaya, ekspresi itu membuat eomma penasaran "yeobo, katakan padaku apa isinya!" minta eomma tegas. Appa menoleh kecil dengan eskrpersi yang tidak berubah, matanya tampak berputar bingung

"dokumen ini mengatakan, Kyung Ji sudah mati" timpal appa tidak percaya.

000

Aku berjalan santai sambil mengayunkan tas berisi tumpukan makanan ringan di tanganku, aku memasukan tanganku yang bebas ke dalam saku, sambil menoleh menatap ke sekeliling ceria. Langkahku terhenti saat mataku tertuju pada taman bermain tempatku bertemu dengan Hyun Soo untuk pertama kalinya, aku tersenyum kecil, kembali teringat akan kejadian itu. Aku memutar kakiku berjalan ke arah taman itu, memutuskan untuk duduk sejenak di ayunan, aku mengayunkan tubuhku pelan sambil mendongak menatap ke langit. Aku memejamkan mataku sejenak, menghirup udara malam yang dingin dari hidungku, lalu melepaskannya lega. Aku perlahan membuka mataku, dan mataku langsung melebar kaget melihat sosok pria beridiri santai sambil menunduk mengarahkan wajahnya tepat di atas wajahku. Kami saling menatap sejenak sampai aku memutar mataku

"bisakah kau menjauhkan wajahmu?" mintaku canggung.

Pria itu tersenyum miring dan menarik wajahnya tegak "apa yang kau lakukan disini?" tanyanya santai. Aku menoleh ke arahnya "aku bosan.." jawabku datar, pria itu duduk di ayunan sebelahku

"kenapa kau tidak menghubungiku?" tanyanya sidkit kesal

"Bae Hyun Soo -ssi, kita sudah bertemu 4 hari berturut - turut, apa kau tidak bosan bertemu denganku terus?" tanyaku.

Hyun Soo menaikan sebelah alisnya ccuriga "kau bosan bertemu denganku?" timpalnya curiga

"ya, aku bosan" jawabku langsung tanpa rasa bersalah.

Hyun Soo menatapku datar sambil menghembuskan nafas tidak percaya mendengar jawabanku barusan, tawa kecilku pecah melihat ekspresinya itu, aku menggeleng kecil lalu mengayunkan kakiku kecil. Senyum Hyun Soo mengembang kecil menatapku dan ia menghembuskan nafas kecil dari mulutnya. Aku pun teringat sesuatu dan langsung menoleh cepat kearahnya

"hey, aku mendengar Do Hwan -ssi memanggilmu sedikit berbeda tadi" sahutku tiba - tiba.

Hyun Soo terlihat menoleh dengan alis berkerut "berbeda seperti apa?" tanyanya bingung

"Soo -yah" jawabku menirukan suara Do Hwan -ssi.

Hyun Soo tersenyum kecil lalu mengalihkan pandangannya dariku "ya, begitulah, sayangnya yang memanggilku semanis itu bukan wanita" guraunya santai, aku tertawa kecil mendengar gurauannya barusan, membuat sesuatu tiba - tiba terlintas kembali di otakku . Aku mengigit bibir bawahku sejenak sambil meliriknya "kalau aku memangilmu seperti itu.. apa kau mau?" tanyaku jahil. Mata Hyun Soo melebar kaget dan ia menoleh canggung ke arahku

"kau serius?" tanyanya

"kau mau?" tanyaku tercengang,

"kau hanya bercanda rupanya" tepisnya remeh

"aku serius" timpalku cepat

"aku tahu kau ha-..""Soo -yah" panggilku langsung.

Matanya melebar kaget mendengar panggilanku, senyumku perlahan melebar melihat ekspresinya, dan aku menutup mulutku malu dengan tidakanku itu. Senyum kecil mulai mengembang di bibir Hyun Soo dan sorot matanya tampak berbeda dari sebelumnya. Kami terus saling memandang satu sama lain dengan senyuman manis, sampai dering ponsel terdengar keras, membuat kami mengalihkan pandangan mengeluarkan ponsel kami bersamaan. Kami melihat satu sama lain dengan tawa geli sejenak, lalu kembali mengarahkan pandangan ke ponsel masing - masing, Hyun Soo menaikkan alisnya kecil melihat bahwa dering keras itu bukan dari ponselnya, sementara aku mematung di tempat menatap layar ponselku. Kening Hyun Soo berkerut bingung melihat perubahan sikapku, membuatnya ia mengintip kecil nama yang tertera di layar. Setelah mengetahui siapa yang menelfonku, ia mengulurkan tangannya menutupi layar ponselku cepat, aku mengangkat kepalaku menatapnya lurus, membuat Hyun Soo menyunggingkan senyum kecil. Ia menggengam ponselku, membalikkannya cepat sambil menatapku lurus

"terkadang kau perlu berpura - pura tidak tahu, jika kau melihat, mendengar, atau mengingat hal yang membuatmu sedih" sahutnya tenang.

Aku berusaha mengikuti perkataannya barusan, membuat senyum kecil tersungging begitu saja di bibirku. Ponselku yang berhenti berdering membuat perasaanku semakin lega, Hyun Soo menarik tangannya pelan lalu menghembuskan nafas besar

"aku juga pernah patah hati" akunya

"apa wanita itu meninggalkanmu dengan pria lain juga?" tanyaku penasaran.

Hyun Soo menoleh menatapku sambil tersenyum miring, ia menggeleng kecil "dia meninggalkanku kesana" jawabnya sambil menunjuk ke arah langit. Aku mengikuti arah jarinya mendongak menatap langit, mataku melebar kembali menatap Hyun Soo, ia hanya terus menatap langit dengan senyum tulus di ujung bibirnya

"hey, anak perempuan, jangan cemburu padanya, bagiku dia bukan wanita" teriaknya bergurau.

Aku memukul lengannya kesal mendengar teriakannya barusan, Hyun Soo melepaskan tertawanya menatapku jahil sambil mengusap lengannya yang terkena pukulanku. Kami tertawa kecil sejenak, lalu aku kembali membuka mulutku "kenapa kau memanggilnya anak perempuan?" tanyaku ingin tahu. Hyun Soo menghembuskan nafas besar dari mulutnya, berfikir sejenak "entahlah, aku melakukannya untuk melindunginya dari keluargaku" jawabnya santai. Tawaku pecah mendengar alasannya barusan, ia menatapku tidak mengerti lalu mendorongku kecil

"aku serius.." sahutnya kesal.

Tawaku semakin lepas melihatnya kesal padaku, aku melambaikan tangan kecil "tidak.. maksudku.." sahutku di sela tawaku

"mwo?" tanyanya curiga

"apa dia tidak kesal kau memanggilnya seperti itu? Itu panggilan yang sangat aneh" jelasku sambil tertawa kecil.

Hyun Soo tampak berfikir kecil, senyum geli tersungging di bibirnya, lalu ia menunduk sambil menatapku "dia kesal, tapi aku tahu dia juga senang mendengarku memanggilnya seperti itu" jelasnya santai. Aku tersenyum kecil mendengar jawaban itu, aku pun menyadari sisi penyayang yang Hyun Soo miliki dalam dirinya. Satu hal yang terlintas di pikiranku saat itu 'wanita ini beruntung sekali' simpulku iri. Menyadari tatapanku Hyun Soo menyunggingkan senyum liciknya

"apa kau terpesona dengan ketampananku?" godanya,

Aku menggembuskan nafas geli lalu mengusap kedua lenganku sendiri "aigoo.. aigoo.." gumamku.

Tatapan Hyun Soo berubah melihat reaksiku, sementara aku menahan tawaku melihat ekspresi anehnya itu, Hyun Soo melingkarkan lengannya ke leherku dan mengunci leherku kuat. Aku berteriak kesakitaan, mengangkat lenganku menyikut perutnya keras, membuatnya melepaskanku kesakitan

"kau mau mati?!" ancamku.

Aku langsung melingkarkan lenganku kelehernya kuat "minta maaf! Minta maaflah padaku!" ancamku sambil mengunci lehernya kuat. Ia menggelitik pinggangku membuatku melepaskan lenganku darinya, aku tertawa sambil memegangi pinggangku menatap Hyun Soo dengan nafas terengah. Ia melambaikan tangannya sambil berusaha mengatur nafasnya "hentikan, aku tidak tahu harus menyerang atau tertawa" sahutnya sambil melambaikan tangan kecil. Aku tertawa lepas mendengar perkataannya itu sambil menepuk tanganku keras, Hyun Soo mengatur nafasnya lalu menarik beberapa helai rambut dari jari - jarinya. Ia menyodorkan rambut - rambut itu ke arahku

"hey" panggilnya,

mataku melebar melihat beberapa helai rambutku di tangannya "mwoya..." jeritku kaget.

Hyun Soo berusaha menahan tawa gelinya "sumbangkan ini ke salon untuk membuat rambut palsu" guraunya.

Aku tertawa lepas mendengar gurauannya itu, lalu menepis tangannya menjatuhkan rambutku ke tanah. Ia menatap ke tanah lurus "mulai detik ini, kau hantu penunggu taman ini" sahutnya polos. Tawaku semakin pecah mendengar pernyataan polosnya itu, Hyun Soo menatapku ikut tertawa lepas medengar tawaku. Aku memegang perutku kesakitan sambil mengendalikan tawaku, sambil melambaikan tangan lemas "hentikan, aku tidak bisa tertawa lagi" sahutku kehabisan tenaga. Hyun Soo tertawa kecil menatapku sambil menggeleng heran, ia menghembuskan nafas kecil lalu menoleh ke sekeliling taman. Senyumnya meredup dan pandangannya berubah seketika. Aku yang masih tertawa kecil, menoleh menatap Hyun Soo, perlahan tawaku juga terhenti. Aku menatapnya bingung, lalu menyikut tubuhnya kecil "Soo -yah" panggilku berusaha mendapat perhatiannya, namun Hyun Soo terus menatap ke arah lain serius. Aku memutar mataku mengikuti pandangan Hyun Soo. Dengan gerakan cepat, ia mencengkram kedua bahuku, menarikku berdiri di hadapannya. Aku menggerakan kepalaku hendak menoleh ke belakang, sekali lagi Hyun Soo menggerakkan tangannya menangkap pipiku lembut membalikkan wajakhku kembali ke arahnya. Aku terus menatapnya lurus dengan kening berkerut bingung, sementara Hyun Soo terus menatap lurus ke arah yang sama, lalu menatapku sejenak. Ia membuka mulutnya namun suara seorang pria menghentikan suaranya

"kau berjanji untuk berbiacara denganku hari ini" sahut pria itu menagih.

Aku melirik kecil ke belakang, lalu kembali memutar mataku menatap Hyun Soo yang menatapku dengan mata melebar kaget. Aku menggigit bibir bawahku sejenak "aku akan berbicara dengannya di hadapannu" tawarku. Hyun Soo tampak ragu lalu menggeleng kecil, aku tersenyum yakin agar ia mau melepaskanku. Ia menatapku dan Si Hwan oppa bergantian ragu sejenak, dalam hitungan detik tangannya melemas perlahan menjauh dari pipiku. Setelah tangannya terlepas, aku pun membalikkan badanku, berusaha terlihat tenang. Si Hwan oppa tampak berjalan cepat, langsung meraih lenganku

"kita bicara di tempat lain, ikut aku" sahutnya cepat sambil menarik lenganku.

Hyun Soo ikut meraih lenganku menahan gerakan kami, namun matanya menatap Si Hwan oppa tajam, sementara aku menoleh menatap Hyun Soo dan Si Hwan oppa bergantian. Aku merasakan suasana aneh menyelimuti kami, membuatku tidak tahu apa yang harus aku lakukan paling tidak untuk menyelamatkan diriku sendiri saat ini. Hyun Soo menatapku yang sedang berfikir keras, lalu menarik lenganku kuat, membuatku sudah berada di pelukannya dalam hitungan detik. Mataku melebar kaget, sementara Hyun Soo memelukku erat terus menatap lurus ke arah Si Hwan oppa, tatapannya itu terlihat semakin tajam. Si Hwan oppa juga menatap Hyun Soo tajam, sambil mengepalkan tangannya

"dia sudah menjadi pacarku sekarang, apa kau tidak melihat berita?" sahut Hyun Soo menantang.

Mataku melebar kaget mendengar perkataannya itu, aku pun mengangkat tanganku cepat memukul punggungnya pelan "hey, apa maksudmu?" bisikku kesal. Hyun Soo mendekatkan bibirnya ke telingaku "diamlah, ikuti saja alurnya" bisiknya licik, aku memukul kecil punggungnya lagi "lepaskan aku" bisikku. Mendengar perkataanku, Hyun Soo bukannya melepaskanku, ia justru semakin erat memelukku. Si Hwan oppa terlihat berusaha tetap tenang mendengar perkataan Hyun Soo, meskipun terlihat ia sangat terganggu dengan perkataannya

"aku tidak yakin Kyung Ji menyukai hubungan sepihak ini" timpal Si Hwan oppa yakin.

Hyun Soo menyunggingkan senyum mirinya "ini bukan hubungan sepihak, dari mana anda bisa menganggap ini hubungan sepihak?" tanya Hyun Soo menekan

"lihat saja, dia bahkan berusaha melepaskan dirinya darimu" tepis Si Hwan oppa santai.

Aku melirik kecil ke arah Hyun Soo, disaat yang sama Hyun Soo juga melirik canggung ke arahku, ia berdeham kecil, menggerakkan tangannya perlahan melepaskanku dari pelukannya. Aku mengigit bibir bawahku sambil menutup mataku rapat 'aku tidak peduli' putusku dalam hati, aku menarik jaket Hyun Soo, meneluknya erat sambil membenamkan wajahku di pundaknya. Mata Hyun Soo melebar kaget dan tubuhnya menjadi sangat kaku. Ia mendekatkan bibirnya ke telingaku lagi

"hey, kau menyuruhku melepaskanmu tadi" bisiknya gugup.

Aku menggeleng kuat, sambil terus memeluknya semakin erat. Si Hwan oppa menatap kami lurus - lurus, lalu membuka mulutnya "jika memang kau memilihnya katakan langsung saat ini di hadapanku" tantangnya tegas. Entah kenapa mendengar perkataan itu membuatku sedikit gemetar, aku meremas jaket Hyun Soo kuat sambil terus memeluknya erat. Hyun Soo yang menyadari perasaanku, menepuk kecil punggungku "baikah, kita pergi.. kita pergi.." sahutnya menenagkan. Hyun Soo melepaskan pelukanku, merangkulku berjalan ke arah berlawanan dari rumahku meninggalkan taman itu. Si Hwan oppa yang melihat punggungku menjauh darinya menahan langkahku

"apa benar dia pilihanmu?" tanyanya.

Aku menghembuskan nafas kecil dari mulutku dan menoleh kecil "meskipun bukan, tetapi bagiku dia lebih baik darimu" jawabku dingin lalu kembali melanjutkan langkahku.

***