webnovel

OHM 8

Tak terasa libur Nasional sudah selesai. Semua orang kembali sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing.

Pagi ini Raydan sudah sampai di ruangannya. Dia menghela napas panjang. Bekerja, bekerja, dan bekerja. Itulah yang akan Raydan lakukan sekarang. Dia akan memulai awal tahun dengan lembaran baru. Rasa sakitnya masih melekat, wajar saja. Belum lama hatinya dipatahkan oleh rasa kecewa atas pengkhianatan wanita yang dia cintai. Raydan takan mengenal cinta lagi untuk saat ini, entahlah jika memang takdir membawanya menuju jalan lain dan mempertemukannya dengan wanita yang benar-benar tepat untuknya.

Raydan duduk di kursi kebesarannya. Tertumpuk beberapa berkas pekerjaan yang telah menyambutnya di hari pertamanya kembali bekerja.

Awal tahun, Perusahaan telah membuka kebijakan baru yang juga dipacu oleh keadaan yang mengharuskan perusahaan mengikuti aturan yang keluar dari pemerintah. Di hari pertamanya kembali bekerja, Raydan akan memulai dengan meeting bersama petinggi-petinggi di perusahaan tersebut.

Raydan menghubungi sang sekretaris, menanyakan persiapan untuk meeting yang akan dimulai pukul sembilan nanti. Masih ada waktu satu jam hingga meeting dimulai.

Raydan kembali memeriksa berkas-berkas di mejanya.

***

Di sisi lain.

Ralisya sampai di Rumah Sakit tempatnya bekerja, yang tak lain adalah Rumah Sakit miliknya. Rumah Sakit swasta itu tak terlalu besar, tetapi Ralisya bangga memiliki Rumah Sakit sendiri dan senang dapat membantu orang-orang yang membutuhkan perawatan di sana. Dia sangat mencintai pekerjaannya.

Ralisya turun dari mobilnya, dia menyapa beberapa suster yang ada di sana dan tersenyum. Ralisya begitu ramah, senyuman tak terlepas tersungging di bibirnya sekalipun dia bertemu dengan pekerjanya. Dia tak pernah marah, bahkan ketika pekerjanya membuat kesalahan dia hanya menegurnya. Menegur dengan bahasa yang baik, yang tak sampai menyakiti orang lain. Dan beruntunglah, selama ini tak pernah ada yang membuat kesalahan fatal di Rumah Sakit miliknya. Semuanya tampak aman terkendali.

Ralisya sampai di ruangannya. Dia meletakan tasnya di atas meja. Setelah itu, dia memakai jas kerjanya. Pagi ini dia akan memeriksa beberapa pasien yang dirawat di Rumah Sakitnya. Biasanya, ada Dokter jaga yang mengecek para pasien itu, dan pagi itu adalah jadwal Ralisya.

Ralisya sudah bersiap, dia tak lupa membawa alat stetoskop yang dia simpan di saku jas putihnya. Dia pergi ke salah satu ruangan. Di mana di sana ada seorang lansia yang dirawat di sana karena tekanan darah tinggi. Ya, penyakit yang di derita lansia memang takan jauh dari hal itu. Itu sebabnya, amat penting menjalani pola hidup sehat di usia muda. Bukan berarti manusia harus membatasi apa yang akan dia makan, apa yang akan dia lakukan, melainkan tetap diimbangi dengan olah raga yang teratur, megonsumsi makanan sehat dan menjaga pola tidur. Ini juga amat penting.

Ralisya tersenyum pada lansia itu.

"Dokter Ralisya!" sapa lansia yang bernama Dias tersebut. Ralisya sempat membuka data tentang lansia itu.

"Iya, selamat pagi Nyonya, bagaimana kabar Anda?" ucap Ralisya tersenyum.

"Selamat pagi, Dokter. Ya, sudah lebih baik. Maukah Dokter menjadi menantu Saya?" tanya lansia bernama Dias itu tiba-tiba.

Ralisya hanya tersenyum. Ada-ada saja pasien itu. Dia hanya menanggapi ucapan pasien itu dengan tersenyum.

"Saya mempunyai anak laki-laki yang hingga sekarang masih belum mau menikah. Terkadang, Saya cemas," ucap Dias.

Sambil memeriksa keadaan lansia itu, Ralisya mencoba meladeni ucapan lansia itu.

"Tak usah cemas, semua akan indah pada waktunya," ucap Ralisya tersenyum.

Lansia itu mengangguk. Dia memegang tangan Ralisya yang tengah memeriksanya.

"Beruntungnya pria yang menikahi Dokter," ucap Dias.

Ralisya terkekeh. Dia bukannya senang, melainkan merasa lucu mendengar ucapan lansia itu. Lansia itu seolah tahu betul siapa dirinya.

"Semuanya baik-baik saja. Keadaan Nyonya sudah semakin membaik. Kemungkinan, besok sudah bisa pulang. Tapi, sebelum itu Saya akan melihat hasil pemeriksaan besok pagi terlebih dahulu," ucap Ralisya.

Lansia itu mengangguk. Dia tersenyum. Pikirannya membuatnya tersenyum sendiri. Dia tak sabar menantikan hari esok.

Selesai memeriksa, Ralisya keluar dari ruangan itu. Membiarkan lansia itu istirahat.

Ralisya pergi ke kamar lainnya, memeriksa para pasien di sana. Setelah selesai melakukan semua pemeriksaan terhadap satu persatu pasien yang masuk ke dalam bagian pemeriksaannya, Ralisya kembali ke ruangannya. Dia melihat ponselnya yang dia tinggal di dalam tasnya. Ketika memeriksa pasien tadi dia tak membawa ponselnya. Dia memang tak suka melakukan hal itu, karena itu dia tak pernah membawa ponselnya ketika bekerja.

Terlihat satu panggilan tak terjawab dari Demian. Ralisya menghubungi Demian.

'Sayang, maafkan aku. Tadi aku memenuhi jadwalku memeriksa pasien,' ucap Ralisya.

'Sudah kuduga, karena itu aku tak menghubungi mu lagi,' ucap Demian.

'Ya, kamu di mana? Apa sudah sampai di Rumah Sakit?' tanya Ralisya.

'Sudah, aku di ruanganku. Aku hanya ingin mengajakmu makan malam, malam nanti. Kebetulan kamu masuk pagi, kan? Dan aku juga akan pulang cepat,' ucap Demian.

'Ya, baiklah. Jemput aku di apartemen saja. Semoga tak banyak pasien masuk hari ini,' ucap Ralisya.

'Ya, semoga saja. Sampai bertemu nanti,' ucap Demian.

Ralisya mematikan telepon itu. Dia kembali bekerja.

***

Sore hari.

Raydan masih duduk di kursi kebesarannya. Dia malas sekali kembali ke apartemennya. Gairah seakan berkurang semenjak patah hati karena pengkhianatan Clarie.

Raydan mengambil ponselnya, dia membuka instagramnya dan entah mengapa dipikirannya terlintas nama Ralisya.

Raydan mencari akun Ralisya di pencarian, nama Ralisya yang dia cari ada di paling atas di antara nama Ralisya lainnya. Raydan mengklik akun itu, akun itu private. Tangan Raydan menekan follow, dia memfollow akun Ralisya. Ya, Ralisya mantan kekasihnya yang sudah tak lagi berteman di instagram semenjak hubungan keduanya berakhir. Cukup lama, 6 tahun mereka tak saling melihat media sosial masing-masing.

Jantung Raydan berdegup kencang, dia kepikiran. Mungkinkah Ralisya mau menerima permintaan follownya? Pasalnya, dulu dia sendiri yang meunfollow akun Ralisya ketika hubungan keduanya berakhir. Kecuali kontak di whatsapp dan yang lainnya, Ralisya lah yang menutup akses komunikasi dan memblokir kontak Raydan.

Selesai membuka media sosialnya, Raydan iseng menghubungi Gerry. Temannya saat Sekolah dulu. Saat di acara tahun baru sekaligus reuni Sekolah di malam tahun baru, Raydan dan Gerry saling bertukar nomor ponsel.

Raydan menanyakan keberadaan Gerry, ketika itu Gerry sudah selesai bekerja dan Raydan mengajak Gerry bertemu. Raydan membutuhkan hiburan. Dia tak ingin cepat-cepat kembali ke apartemennya.

Raydan bersiap, dia pergi dari ruangannya begitu Gerry mengatakan memiliki waktu untuk bertemu dengannya. Mereka akan bertemu di tempat waktu itu, tempat ketika mereka merayakan malam pergantian tahun.

*****

Waktu berlalu.

Ralisya sudah selesai bekerja, sayangnya hari itu banyak sekali pasien hingga dia terlambat bertemu Demian. Ralisya juga tak sempat memberi kabar sebelumnya pada Demian, hingga Ralisya berpikir Demian sudah sampai di apartemennya.

Ralisya keluar dari Rumah Sakit pukul tujuh malam, dia sudah amat terlambat untuk makan malam.

Diperjalanan, Ralisya menghubungi Demian, benar saja Demian sudah berada di depan pintu apartemen Ralisya. Ralisya meminta Demian menunggunya.

***

Sesampainya di apartemen.

"Sayang, maafkan aku. Aku terlambat. Banyak sekali pasien," ucap Ralisya.

Demian tersenyum. Tak masalah baginya jika harus menunggu kekasih pujaannya itu bekerja. Dia amat mengerti pekerjaan seorang Dokter karena dia pun seorang Dokter.

"Aku tahu, karena itu aku membawakan makanan ini ke sini. Tak apa, ya, kita makan di sini saja? Kamu pasti lelah," ucap Demian.

Ralisya tersenyum mengangguk. Demian memang pria yang pengertian dan Ralisya menyayangi Demian.

Ralisya membuka pintu apartemen, dia mengajak Demian masuk. Mereka masuk ke apartemen dan langsung menuju meja makan. Ralisya memindahkan makanan yang Demian bawa ke piring, dan menatanya di meja. Mereka makan malam bersama.

Di tengah makan malam, Demian tiba-tiba saja mengambil sebuah kotak kecil bludru berwarna merah. Dia meletakannya di meja tepat di dekat Ralisya.

Ralisya mengerutkan dahinya melihat kotak bludru merah itu.

"Apa ini?" tanya Ralisya.

"Bukalah," ucap Demian tersenyum.

Ralisya mengambil kotak bludru merah itu dan membukanya. Ralisya terperangah melihat isi dari kotak itu.

"Cincin?" ucap Ralisya.

Ya, isi dari kotak adalah sebuah cincin emas putih bermatakan berlian putih yang tak terlalu besar. Kemungkinan itu kurang dari dua karat. Demian menggenggam tangan Ralisya. Dia menatap Ralisya dengan serius.

"Maukah kamu menjadi pendamping hidupku? Maukah menikah denganku? Hidup bersama denganku, dan menjadi Ibu dari anak-anakku?" ucap Demian.

Jantung Ralisya berdegup kencang. Demian melamarnya di malam yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya. Bahkan Demian tak pernah membicarakan perihal pernikahan sebelumnya.