webnovel

Odette Under The Rose Tree

Kisah ini bukan tentang si putri yang dikutuk jadi angsa tapi tentang Odette, seorang psikolog yang terbawa ke abad pertengahan. Untuk kembali ia harus membantu Arion–seorang raja yang memiliki kepribadian ganda, sebuah trauma mental yang muncul setelah memenggal kepala istri sendiri. Kekacauan, kekonyolan serta berbagai kegilaan harus dihadapi Odette dalam menghadapi semua kepribadian Rion yang berubah-ubah seperti cuaca ekstrem ditambah lagi Odette juga harus menghadapi pemikiran kolot dari orang-orang yang  menganggap Raja Rion dikutuk oleh Lady Rose–sang ratu yang terpenggal, dirasuki roh jahat dan sedang disihir oleh penyihir. Seiring waktu, satu per satu dari penyebab munculnya kepribadian-kepribadian Rion ditemukan Odette dan jalan bagi Odette untuk pulang ke era modern semakin dekat namun langit membuat sebuah lelucon. Ia terlibat cinta segi tiga demgan Rion dan salah satu kepribadian Rion, lalu ketika cinta semakin tumbuh sebuah kisah dari masa lalu muncul ke permukaan yang membuat Odette tidak tahu harus mencintai atau membenci. – Apakah kamu pernah mengalami hal seperti yang dialami Rion? Kamu mencintai seseorang dengan sangat dalam tapi suatu hari kamu mengira orang itu menghianatimu. Kamu pun sangat marah, darahmu mendidih, hatimu terbakar sampai kamu gelap mata. Kamu meneriakinya, memukulnya bahkan mungkin ... membunuhnya. Setelah kamu melakukan semua itu, kamu tahu bahwa dugaanmu salah, kamu pun sangat menyesal, kamu ingin meminta maaf dan memperbaiki semuanya, tapi sudah terlambat, dia pergi. – "Hukuman terberat bukanlah hukuman mati, tapi rasa bersalah." [Arion Al Dofine] "Aku tahu kata-kata tidak akan bisa membuatmu merasa lebih baik. Aku tahu bahwa setiap ucapan tidak akan bisa menghilangkan sedih yang kamu rasakan. Tak apa jika kamu ingin menangis tapi jangan menangis sendirian, biarkan aku menemanimu, jika kamu malu kamu bisa menganggapku sebagai sebuah pohon. Sebuah pohon yang tidak akan pernah memberitahu pohon lain tentang obrolan mereka yang bersandar dan bernaung di bawahnya. Apa kamu tahu? Kamu adalah orang dengan hati paling kuat yang pernah kutemui, tapi kamu juga orang yang paling suka memaksakan diri yang pernah kutemui.Semua bebanmu, semua masalahmu, semua sedihmu, kamu memilih memendam semuanya sendiri. Kamu lupa bahwa kamu adalah seorang manusia yang butuh manusia lain. Tapi yah, sudahlah Mungkin memang seperti itulah kamu. Atau mungkin juga sebenarnya kamu ingin bercerita tapi kamu tidak tahu bagaimana caranya. Apapun itu aku ingin kamu tahu bahwa aku ada untukmu." [Odette Calestia]

Ogi_457 · Fantaisie
Pas assez d’évaluations
3 Chs

2: Iblis yang Gagal Move On

Suara teriakan dari ribuan orang memecah keheningan malam ketika dua pasukan saling menyerbu.

Ini adalah sebuah perang dimana nyawa manusia berguguran seperti daun kering.

Jumlah pasukan berbaju hitam lebih sedikit namun mereka mampu memukul mundur pasukan berbaju merah. Di tengah kerumunan tersebut, seorang pria berambut abu-abu panjang dari kubu hitam nampak mendominasi. Ia masuk ke kerumunan pasukan merah dan memangkas lawan-lawannya seperti mesin pembabat yang menggila.  Dia adalah Arion Al Dofine, raja dari kerajaan Al Dofine, sang iblis pembunuh.

Waktu terus berjalan dan korban terus berjatuhan dari kedua belah pihak, mayat-mayat dan potongan-potongan tubuh bergelimpangan, bau anyir dari darah yang tumpah menghambur ketika angin bertiup.

Jleb! Jleb! Jleb!

Arion baru saja menumbangkan tiga prajurit dalam serangan beruntun namun setelah serangan tersebut ia tiba-tiba terdiam mematung, tentu saja peluang tersebut langsung dimanfaatkan oleh musuh.

Seorang pemanah dari kubu lawan membidiknya namun seorang ksatria berambut coklat segera menebas tubuh pemanah tersebut, dia  adalah kesatria Trish, anjing buas milik sang raja. Sesaat setelah membunuh si pemanah, Trish berlari cepat menebas dan memenggal semua prajurit merah yang menyerang rajanya.

Setelah bergeming sekitar tujuh detik, Arion menoleh melihat Trish yang sedang bergelud dengan musuh dan mati-matian untuk melindunginya.

"Huh. Mengesankan," ucapnya.

"YANG MULIA AWAS!" Trish berteriak panik saat pemimpin pasukan merah, Duke Redragon melesat cepat untuk menebas Arion namun Arion dengan santai berbalik dan menahan pedang Redragon.

Trish lega. Dia nyaris ngompol karena berpikir  rajanya akan terpenggal dan kisah berakhir di bab dua.

Pedang Arion dan Redragon berbentuk X, sesaat mereka saling melihat tajam sebelum akhirnya terlibat duel namun duel tersebut tidak berlangsung lama. DukevRedragon jatuh terduduk setelah perutnya ditusuk.

Arion berjongkok, menyanggah dagu Duke Redragon, membuat wajah pria berambut hitam dan bermata merah itu menghadap ke arahnya. "Kematian seperti apa yang kau inginkan?" tanyanya tersenyum jahat.

Alih-alih menjawab pertanyaan Arion, Duke Redragon meludahi wajah pria bermata hazel itu. Seketika senyum Arion menghilang, raut wajahnya mengencang.

Arion berdiri dan mengusap ludah di wajahnya, menatap ludah itu tiga detik lalu tertawa renyah namun sesaat kemudian tawa itu hilang tergantikan dengan wajah dingin yang horror.

"Huh." Ia menendang tubuh Duke Redragon hingga terhempas ke tanah.

Bugh!

"Ahk!"

Darah Arion mendidih, ia menginjak leher Redragon. Redragon yang sulit bernapas menganga dan di saat itu pedang ditancapkan ke mulutnya hingga menembus ke tengkorak belakangnya.

Redragon pun mati seketika  dengan mata terbelalak.

Trish yang baru selesai menumbangkan semua musuh di sekitarnya, memperhatikan yang dilakukan rajanya.

Arion beralih menatap tajam pada pasukan merah yang membatu melihat kematian tragis pemimpin mereka. Setelah lima detik, Arion mengangkat kakinya dari leher Duke Redragon lantas  berbalik namun mendadak ia membeku dan perubahan terjadi pada sorot mata serta raut wajahnya yang dingin.

Trish menghampiri. "Yang Mulia."

Arion mengerjap-ngerjap lantas melihat Trish di sampingnya dengan ekspresi bingung yang tipis. "Trish, kau? Apa yang terjadi?" Ia melihat pasukannya telah menarik diri, mayat-mayat yang bergelimpangan dan ... ia mencari Duke Redragon dan pasukan naga merah yang masih hidup. Ia tidak melihat karena hal yang ia cari berada di belakangnya.

"Perang sudah berakhir, Yang Mulia. Kita berhasil menang."

Arion menatap tak percaya dan menanyakan keberadaan Duke Redragon.

"Di belakang Anda, Yang Mulia."

"Mha!" Mata Arion terbelalak sangat lebar melihat mayat Redragon yang mulutnya  ditancapi pedang. "Trish, siapa yang melakukan hal laknat seperti itu? Apakah kau?" Ia melirik Trish curiga.

"Bu-bukan Yang Mulia."

"Lalu siapa?"

Trish tersenyum kecut, dari situ Arion mengerti siapa pelaku dari pembunuhan laknat nan keji itu.

Ia membuang napas kasar, mencabut pedang dari mulut Redragon lalu berjongkok di samping mayat pria malang itu. "Maafkan aku, beristirahatlah dengan tenang." Ia menyapu kedua mata Duke Redragon hingga tertutup, ia juga menutup mulut Duke Redragon yang masih menganga setelah itu ia berdiri, menunjuk beberapa prajurit merah yang masih terlihat syok untuk membawa mayat pimpinan mereka kembali ke  Redragon, ia juga meminta agar prajurit-prajurit Redragon membawa mayat rekan-rekan mereka yang telah mati terbunuh, tidak lupa ia menyuruh prajurit tersebut untuk menyampaikan pesannya kepada Kaisar Archadia  bahwa jika Kaisar Archadia berani mengusik wilayahnya sekali lagi, Kaisar Archadia akan mengalami kematian yang lebih buruk dari Duke Redragon.

Setelah pasukan Redragon pergi, Arion beralih pada pasukannya yang secara mandiri telah mengumpulkan rekan-rekan mereka yang gugur untuk dimakamkan.

"Trish, kembalilah ke istana lebih dulu bersama yang lain."

"Anda mau ke mana Yang Mulia?"

"Mengunjungi Rose," singkat Arion berjalan meninggalkan  tempat itu.

"Arlo!" Trish memanggil tangan kanannya, seorang pria berambut hitam dan bermata biru. Ia meminta Arlo untuk memimpin pasukan kembali ke istana sementara ia sendiri akan mengawal raja ke Green Castle untuk mengunjungi makam sang ratu.

"Yang Mulia!"

Arion yang baru saja naik ke kuda hitam miliknya sedikit terkejut dengan Trish yang datang  sambil menunggangi kuda coklat yang entah milik siapa.

"Trish, bukankan aku  menyuruhmu untuk ke istana bersama yang lain?"

"Aku sudah menyuruh Arlo untuk memimpin pasukan. Aku akan mengawal Anda."

"Walaupun gelarmu anjing buas milik raja, aku harap kau tidak benar-benar menganggap dirimu sebagai seekor anjing."

"Sepertinya aku sudah melakukannya." Trish tertawa sambil menggaruk tengkuknya.

*

Awan merah dari timur perlahan menggusur kegelapan, pertanda hari yang baru telah tiba.

Arion dan Trish yang telah memacu kudanya sejak semalam, memutuskan untuk beristirahat di tepi sungai.

"Trish, aku akan membersihkan diri."

"Baik, Yang Mulia."

Arion berhenti dan melirik Trish yang mengekorinya. "Trish, aku mulai takut padamu, kau tidak mencintaiku 'kan?"

"Yang Mulia, apa maksud Anda? aku masih normal. Aku hanya ingin memastikan Anda aman."

"Aku ingin mandi dengan tenang. Sebaiknya kau mandi juga."

Trish ingin mengekor lagi, berencana untuk mandi bersama tapi ia berhenti saat Arion meliriknya sangat tajam.

Horror!

Trish takut.

"Ba-baik, a-aku akan mandi di sebelah sana, tapi aku mohon Anda berhati-hati."

Akhirnya si pengganggu itu pergi.

Setelah berjalan beberapa saat,  Arion berhenti di balik sebuah bongkahan batu besar. Ia berdiri di sana dan menatap nanap sungai yang mengalir tenang.

"Sungainya sangat indah, yah." Suara lembut dari wanita yang sangat ia rindukan terdengar.

Dengan perasaan terkejut, ia menoleh dan melihat seorang wanita bergaun merah sedang berdiri di sebelahnya. "Ro-Rose?" Suaranya gemetar.

Wanita itu tersenyum begitu hangat.

"Ro-Rose." Ia mengangkat tangannya gemetar untuk menyentuh pipi wanita itu dan menangis ketika ia merasakan sentuhannya nyata. Tanpa bisa ia tahan, tanpa bisa ia bendung, ia segera memeluk wanita itu dengan rasa haru yang membludak tapi sayang semesta mempermainkannya, ia hanya memeluk angin.

Kekecewaan besar pun melanda dan kepedihan di dalam hatinya semakin bertambah.

Ia terduduk dan menangis penuh penderitaan. 'Rose, satu kali saja aku ingin memelukmu, aku merindukanmu setiap hari, aku menyesali perbuatanku setiap saat. Rose sekali saja, aku mohon." Ia memegang dada kirinya, di sana sangat sakit.