webnovel

OCTAVIA

Kisah Ocha seorang Gadis Belasan tahun yang menyadari bahwa dia jatuh cinta dengan sejenisnya dan berusaha mengingkari cinta itu. Di tempat lain Fadilah Putri gadis tomboy yang di cintai Ocha harus menangis pilu, karena kenyataan tak seindah mimpinya.

Sansan954 · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
1 Chs

Bab 1

Perkenalkan, nama ku Octavia tetapi semua orang memanggilku dengan sebutan Ocha.

Kata ayah, aku adalah bidadari Surga yang dititipkan Tuhan pada ayah dan ibu.

Aku punya abang bernama Doni dan adik bernama Dina.

Sekarang umurku 15 tahun, aku sudah duduk di kelas 10 semester akhir.

Hari ini di kantin sekolah aku duduk sendiri, sudah empat hari begini. Biasanya aku ditemani Pipit dan Vera sahabat ku sejak SMP.

Yah di kelas 10 ini aku belum punya teman lain selain mereka, aku memang tidak mudah akrab dengan banyak orang.

Aku tipe orang yang nyaman hanya dengan orang-orang tertentu saja, maka tak heran teman ku bisa dihitung dengan jari.

Akhir-akhir ini hubunganku dengan Vera kurang baik, Vera suka tiba-tiba memusuhiku seperti saat ini.

Aku bukan tak tau apa alasannya, Pipit memberitahuku kalau Vera sebenarnya cemburu denganku.

Perseteruanku dengan Vera dimulai sebulan yang lalu, awalnya aku kerap memergoki Vera berbisik-bisik dengan Pipit.

Setiap aku hampiri mereka diam, aku mulai bertanya hal apa yang mereka bicarakan hingga aku tak boleh tau sedikitpun.

"Vera lagi naksir sama cowok!" Ucap Pipit sekali waktu saat kami sedang berdua saja.

"Terus?" Tanyaku kalem.

"Dia gak boleh aku cerita ke kamu!".

"Loh kenapa? Sejak kapan kita boleh main rahasia-rahasiaan?" Tanya ku lagi.

"Vera itu naksir nya sama Ardi!". Jelas Pipit.

"Ardi? Ardi siapa?" Aku masih tidak ngeh.

"Ih kamu tu ya Cha, itu loh Ardy teman sekelas kita dulu, pas kita kelas 7".

"Oh yang itu, hahahaha" aku terpingkal.

Bagaimana tidak, bayangan Ardi teman sekelas ku yang gendut dan lucu itu bermain di kepalaku.

Kami hanya sempat setahun sekelas dengan Ardi, setelahnya Ardi pindah sekolah ke SMP Negri, iya dulu aku Pipit dan Vera kami bersekolah di SMP swasta.

"Besok minggu aku mau rayain ultah ku, kalian wajib datang!" Ucap Vera saat kami bertiga sedang bersiap untuk pulang.

"Kamu dateng ya Cha, aku akan kenalin pacarku ke kalian!" Ulang Vera lagi.

"Iya Ver, siapkan aja makanan yang banyak, aku sama Pipit pasti dateng kok!" Jawabku menutup kebawelan Vera.

Hari itu, hari dimana Vera merayakan ulang tahun nya aku dan Pipit datang paling terakhir.

Syukurnya acara belum dimulai, aku dan Pipit memilih duduk pada barisan paling belakang dan sedikit agak kepojok.

Apa lagi alasan kami, selain agar kami bebas ngerumpi berdua.

"Cha, elu lihat deh cowok yang duduk sebelah kanan lu!" Bisik Pipit.

Aku menoleh ke kanan, terpisah dua kursi dari tempat ku memang ada seorang anak lelaki yang duduk menyendiri.

"Siapa?" Tanyaku.

"Elu gak kenal?" Bukan nya menjawab, Pipit malah balik bertanya.

Aku menggelengkan kepala, "itu kan Ardi Cha!" Gumam Pipit sedikit geram.

Aku kembali menoleh ke cowok itu, "Ardi!" Panggil ku.

Cowok itu menoleh dan tersenyum, dari senyumnya aku yakin dia benar Ardi teman sekelas ku dulu.

Cowok itu bangkit, dan berjalan menghampiriku.

"Hai Cha, apa kabar?" Sapanya.

"Sombong lu!" Hardik ku, sambil mataku meneliti tampilan nya dari ujung rambut hingga ujung kaki.

"Bukan gitu Cha, tadi aku udah coba senyum sama lu, tapi elu nya cuek" keluhnya.

"Elu tu dah berubah Di, wajar aja gue lupa. Mana perut buncit lu dulu!" Hardik ku lagi.

"Hahaha..au!" Ardi tergelak dan kemudian menjerit saat cubitan ku mendarat di perutnya.

Setelah itu aku Pipit dan Ardi kami terlibat obrolan dengan diselingi candaan, kami sudah tidak lagi mengikuti prosesi acara ulang tahun Vera.

Tau-tau udah selesai aja itu acaranya.

Itu lah awal perang dinginku dengan Vera, setelah acara ulang tahun itu Vera tiba-tiba mendiami aku.

Pipit bilang, "Vera kesal, kemarin pas ultahnya kita asik sendiri".

Aku mencoba untuk berbaikan dengan Vera, aku terlebih dahulu menyapanya dan meminta maaf padanya.

Setelah aku minta maaf Vera memang kembali menyapaku, tapi aku tetap merasa Vera tidak senyaman Vera yang aku kenal dulu.

"Eh kalian lihat festival kembang api gak, besok malam minggu?" Tanya Vera mukanya menghadap ke Pipit seolah dia malas melihatku.

"Gue mana boleh keluar malam, sama bokap!" Jawab Pipit.

"Elu gimana Cha?" Tanya Pipit padaku.

"Sama aja kayak lu, mana boleh gue pergi malam-malam".

"Ya udah deh, kalau kalian gak pergi!" Tutup Vera.

"Emang elu bisa pergi, Ver?" Pipit penasaran.

"Iya dong gue kan udah janjian sama Ardi, doi mau jemput gue malam minggu besok" terdengar suara Vera seolah memanasi aku.

Aku hanya tersenyum, apa lagi saat melihat matanya melirik ketus padaku.

*****

"Cha, ada yang nyariin elu tu!" Dina memberi tau ku.

Dengan malas aku bangkit dari sofa depan tv dan berjalan menuju teras rumah.

"Hai Cha!" Ardi remaja lelaki itu masih berdiri di dekat pagar rumahku.

"Ngapain lu, sini duduk!" Ajak ku.

Cowok itu berjalan menghampiriku dan ikut duduk di kursi teras tepat di sebelahku.

"Elu gak lihat festival kembang api Cha?" Tanya nya.

"Enggak, mana boleh sama ayah!" Jawab ku.

"Oh ya, elu ngapain kesini?" Tanya ku.

"Eg.. anu Cha, anu.. aku.. aku nyari alamat teman aku, katanya dekat sini rumahnya" jawab Ardi gelagapan.

"Siapa namanya?" Tanyaku.

"Hmm,, A.. anu,, Agus, iya Agus namanya. Tapi aku udah muter, enggak nemu Cha, mungkin aku salah alamat" jawabnya lagi.

Aku tak mau memperpanjang pertanyaan soal kenapa Ardi bisa nyasar kerumahku, karena selanjutnya kami sudah hanyut dengan berbagi topik pembicaraan lain nya.

Senin pagi, saat aku memasuki kelas, kulihat Pipit sudah asik ngobrol dengan Vera, aku ikut nimbrung.

"Eh Ver, elu jadi lihat Festival kembang api kemarin?" Tiba-tiba Pipit bertanya soal festival itu.

"Enggak, Ardi gak bisa!". Jawab Vera sedikit gundah.

"Loh kenapa?" Pipit penasaran, aku juga tapi aku memilih diam.

"Ardi harus berangkat ke Palembang, oom nya sakit" jelas Vera.

Aku sedikit mengerutkan Dahi, "kapan Ardi berangkat ke Palembang Ver?" Tanya ku.

"Sabtu sore, dia berangkat mendadak aja!" Jawab Vera.

Aku menatap Pipit, entah kenapa aku merinding.

"Kalau Ardi berangkatnya sabtu sore, terus yang malam minggu kerumah gue itu siapa doang?. Enggak ada berita kecelakaan kan?, Ardi enggak kenapa-napa kan?" Tanyaku sedikit merinding.

Brak!.... "Au!" Bantingan buku di meja disusul jerit ku saat cubitan Pipit mendarat di pahaku, memupuskan rasa takut yang tadi singgah.

Vera pergi setelah membanting buku dengan kasarnya ke meja dihadapan ku, "elu tu polos apa bego sih Cha?" Pipit melotot menatapku.

"Tapi benaran Pit, Ardi kerumah gue malam minggu itu. Itu benaran Ardi apa bukan sich?" Tanya ku bingung.

"Lalu kalau bukan, elu pikir itu hantunya?. Dasar bego lu!" Pipit kembali mencubitku.

"Salah gue apa sich?, Terus Vera kenapa marah lagi?"

"Cha, dengarin gue ya!. Vera itu suka sama Ardi, dia udah bangga banget kemarin diajak ke festival kembang api sama Ardi. Tapi kemudian batal, biar gak malu sama kita dia bikin alasan Ardi berangkat ke Palembang.

Elu dengan polosnya bilang Ardi kerumah elu, gimana dia gak marah coba?".

Aku terdiam menyadari keteledoran ku, "harusnya elu gak usah ngomong soal kedatangan Ardi kerumah elu, kalau mau cerita entar tunggu Vera pergi kan bisa!" Pipit melanjutkan omelannya.

Sejak itu Vera lagi-lagi tak mau menyapaku, aku pasrah biar lah toh memang aku yang salah.

Perjuangan Vera untuk menaklukkan Ardi tidak berhenti, dia semakin mengangapku sebagai saingannya meski jujur aku sama sekali tidak pernah punya perasaan lebih kepada Ardi.

Kabar terakhir yang aku dengar dari Pipit Vera nekat mengirim surat cinta untuk Ardi.

"Gue lihat Ardi buang surat Vera ke selokan Cha" cerita Pipit.

"Kasihan Vera ya Pit, ya udah lah mulai sekarang gue bakal jauhin Ardi!" Putus ku.