webnovel

NITYASA : THE SPECIAL GIFT

When death is a blessing. Bagaimana jika lingkup sosial kita di isi oleh orang-orang menakjubkan? Diantaranya adalah orang yang mempunyai anugerah di luar nalar. Salah satunya seorang bernama Jayendra yang berumur lebih dari 700 tahun dan akan selalu bertambah ratusan bahkan ribuan tahun lagi. Dia memiliki sebuah bakat magis yang disebut Ajian Nityasa. Kemampuan untuk berumur abadi. Mempunyai tingkat kesembuhan kilat ketika kulitnya tergores, tubuh kebal terhadap senjata dan racun, fisik yang tidak dapat merasakan sakit, serta tubuh yang tidak menua. Namun dari balik anugerah umur panjangnya itu, gejolak dari dalam batinnya justru sangat berlawanan dengan kekuatan luarnya. Pengalaman hidup yang dia lewati telah banyak membuatnya menderita. Kehidupan panjang tak bisa menjaminnya untuk bisa menikmati waktunya yang melimpah. Kebahagiaan tak lagi bisa dia rasakan. Dari semua alasan itu, maka baginya kematian adalah hal yang sangat ia damba. Tetapi malaikat pencabut nyawa bahkan tak akan mau mendekatinya yang telah dianugerahi umur abadi. Pusaka yang menjadi kunci satu-satunya untuk menghilangkan Ajian Panjang Umur itu telah lenyap ratusan tahun lalu. Maka jalan tunggal yang harus ditempuh adalah kembali ke masa lalu. Tidak, dia tidak bisa kembali. Orang lain yang akan melakukan itu untuknya. Seorang utusan akan pergi ke masa lalu bukan untuk merubah, tetapi untuk menguji seberapa besar batasan kepuasan manusia. Masa lalu berlatar pada awal abad 13 di Kerajaan Galuh pada masa kepemimpinan Maharaja Prabu Dharmasiksa. Di zaman itulah misi yang semula hanya untuk mengambil sebuah pusaka seolah berubah menjadi misi bunuh diri. Kebutaan manusia akan sejarah membuatnya terjebak pada konflik era kolosal yang rumit. Mampukah mereka melakukannya? Atau akan terjebak selamanya?

Sigit_Irawan · Histoire
Pas assez d’évaluations
240 Chs

74. Pembalasan Sri Lupi

"Kenapa ada larangan, Guru? Kalau memang pada akhirnya aku akan diberi Ilmu itu juga?" tanya Sri Lupi protes kepada Empu Kandang Dewa.

"Belum saatnya, kamu telah lancang mendahului pelajaran guru mu," kata Sang Empu murka.

Kemudian Sri Lupi diusir dari Lembah Kumitir dan diminta untuk tidak menginjakkan kaki lagi di tempat ini.

"Baik jika itu mau mu, Guru," ujar Sri Lupi melangkah pergi membawa buntalan bekal yang berisi beberapa kain pakaiannya.

"Jangan panggil aku guru. Aku bukan guru mu lagi, Sri Lupi." Kata Sang Empu murka. Sri Lupi pun menghentikan langkahnya dan menengok ke belakang.

"Dan kau juga jangan panggil aku Sri Lupi. Namaku kini adalah Nyai Senandung Wulan."

***

Chapitre verrouillé

Soutenez vos auteurs et traducteurs préférés dans webnovel.com