webnovel

Nikahi Aku

Santi gadis yang pintar, ia adalah siswa dengan lulusan terbaik di sekolahnya, pasti semua menduga masa depannya akan cerah.  Begitu besar harapan sang ayah pada Santi, diajarkan dengan disiplin tinggi juga aturan-aturan tegas, tak membuat masa depan Santi secerah yang diharapkan. Semua berawal saat ia mulai menjalin hubungan dengan Gilang, si laki-laki brutal dengan penuh banyak tato ditubuhnya. Laki-laki tak bermartabat yang suka mempermainkan wanita. Santi, sekarang gadis itu menjadi incarannya. Bagaimana Gilang menjebak dan menghancurkan hidup Santi?  Apakah semudah ia meniduri 100 mantan kekasihnya di masa lalu?

Deo_Meti · Urbain
Pas assez d’évaluations
7 Chs

Ikutlah Denganku!

Apapun akan kanda hadapi," sahutnya dengan penuh percaya diri.

Membuat Santi hanya terpaku diam, ia sedikit ragu tapi ia senang mendengar kekasihnya yang gentleman.

"Kanda yakin?" tanya Santi untuk memastikan.

Gilang mengangguk cepat, "lagipula mau sampai kapan kita backstreet seperti ini, kanda tak sabar lagi ingin menikahi adik,"

"A…. Apa? Menikah?" Santi tertegun, tentu saja gadis seusianya belum siap menikah, apalagi ia masih ingin melanjutkan ke perguruan tinggi.

Memangnya gampang menikah, setelah menikah tentu gadis itu merasa khawatir, khawatir jika tak mendapatkan kebahagiaan, ia tahu pacarnya itu kere dan malas bekerja, mana mungkin laki-laki itu bisa membiayai kebutuhan sehari-hari, atau kebutuhan lainnya.

Tapi entah mengapa Santi masih belum bisa mengatakannya, mulut itu terasa berat untuk mengatakan ingin mengakhiri hubungannya dengan Gilang.

Lagi-lagi Santi hanya terdiam, gadis itu bengong tatapannya kosong, ia benar-benar tak tahu harus berbuat apa, sedangkan Gilang selalu saja menghampirinya. Dan itu membuatnya belum tega mengakhiri hubungannya secara terang-terangan.

Mendapati sang kekasih yang termenung, membuat Gilang iseng, yah.. laki-laki itu mengejutkan Santi.

"Pegangan ya sayang, jangan sampai adik jatuh," pinta Gilang dengan meraih kedua tangan Santi, agar melingkar di pinggangnya.

Santi tertegun dari lamunannya, ia benar-benar kaget, Gilang berhasil menyadarkannya, "Agh…. Malu ah kanda.." tolak Santi dengan warna pipi yang merona merah.

Tapi Gilang tetap memaksa, membuat Santi hanya pasrah diselimuti rasa deg-degan. Padahal ini sudah bulan ke 4 keduanya menjalin kasih, tapi rasa malu-malu itu masih tampak jelas di wajah gadis sepolos Santi.

Keduanya kini tampak mesra diatas motor, dengan Santi yang memeluk erat pinggang Gilang, wajah gadis itu tampak tak sebahagia biasanya, yah… ia hanya menunduk sepanjang jalan raya.

"Indah sekali yah dunia ini, apalagi jika di dunia ini hanya ada kita berdua," rayuan kesekian yang Gilang lontarkan untuk Santi.

Membuat Santi hanya diam, ia tak termakan lagi oleh rayuan sang kekasih, ucapan sahabatnya Puput menyadarkannya, dan kini Santi hanya berbasa-basi menjalin hubungan dengan Gilang.

Tapi Gilang terus saja mengelus-elus tangan lembut Santi, laki-laki itu tampak benar-benar berharap mendapatkan Santi sepenuhnya. Ditambah lagi ia selalu diejek oleh kedua temannya.

Tentu membuat laki-laki sepertinya tersulut emosi, ia ingin membuktikan pada kedua sahabatnya bahwa ia bisa meniduri Santi tak lama lagi.

"Hei kanda… berhenti!" teriak Santi dengan wajah cemas, gadis itu terus mencubit pinggang Gilang tapi kekasihnya itu tak merespon dan tetap menarik gas motornya.

"Stop! Stop kanda, disini saja!" Pinta Santi dengan menepuk keras bahu kanan Gilang.

Membuat Gilang menoleh, dan menginjak rem nya dengan seketika. "Adik… adik mengagetkan kanda saja," sahut Gilang.

Injakan rem itu sangat mendadak membuat kendaraan Gilang berhenti dengan menukik tajam. Untung saja laki-laki itu memiliki postur tubuh yang tinggi membuatnya cepat menurunkan kaki ke aspal.

Belum sempurna Gilang menurunkan kedua kakinya, tapi Santi sudah lebih dulu turun dari motor, gadis itu tak luput mengambil tas gendongnya yang diletakkan di bagian depan motor.

"Adik buru-buru, banyak tugas soalnya, kanda cukup mengantar sampai sini saja yah!" ucap Santi dengan bersegera menyeberangi jalan.

Tak tinggal diam Gilang menahan langkah Santi, ia menarik tangan kekasihnya dengan paksa.

"Adik jangan gitu dong, adik egois banget, adik gak peduli sama kanda," wajah laki-laki itu terlihat cemberut.

Membuat Santi tak tega, lagipula rumah gadis itu masih cukup jauh, ia harus memasuki gang sempit sekitar 50 meter belum lagi ia harus menuruni tangga sebanyak 100 anak tangga.

"Ini masih siang dik, yuk ikut kanda dulu," ajak Gilang dengan wajah memelas dan juga topeng dustanya.

Dengan tangan yang terus memegangi pergelangan tangan Santi, membuat gadis polos itu kembali menoleh pada Gilang, ia melirik jam di tangannya.

Jam menunjukkan pukul 2 siang, ini masih lebih awal dibandingkan hari biasanya, karena kebetulan hari ini Santi tak memiliki kelas tambahan.

"Gak usah banyak mikir dik, mempung kanda lagi ada uang nih," ucap Gilang dengan meyakinkan kekasihnya.

"Memang kita mau kemana kanda?" tanya Santi dengan wajah mupeng, alias 'muka pengen', yah.. gadis itu masih terlalu belia ia masih begitu labil, juga gampang terpengaruh.

Apalagi kekasihnya Gilang memiliki umur 7 tahun diatasnya, membuat Santi gampang termakan bujuk rayu.

"Ikut aja yuks! kanda akan ajak adik makan bakso sama teman-teman kanda, sekalian ngenalin pacar kanda, kanda malu dibilang jomblo terus," ucap Gilang dengan meyakinkan Santi.

Kriukkkkk….

Suara cacing-cacing di perut Santi sudah meminta jatah makan siang, yah.. hari ini ia sengaja tak jajan di kantin, itu semua karena uang sakunya yang terpaksa ia gunakan mencicil buku LKS nya.

'Lagipula jam segini ayah belum pulang dari ladang, gak apa-apa kali yah aku pergi sebentar sama kanda,' gumam Santi yang tampak berfikir sejenak.

"Hei…. Yuks!" tarik Gilang dengan paksa pada kekasih mungilnya itu.

Santi menganggukkan kepalanya, tak percuma Gilang mengiming-imingi semangkuk bakso pada gadis polos itu.

Gilang merogoh koceknya dalam, untung saja masih ada selembar uang di sakunya, yang cukup untuk membeli 2 porsi bakso juga mengisi bensin motornya.

"Hmmm…. Untung saja keberuntungan berpihak padaku," gumam Gilang dengan senyum setengah bibir.

Lagi-lagi Gilang meminta Santi untuk berpegangan di pinggangnya, padahal gadis itu masih sangat malu dan kaku, ia ingin menolaknya tapi entah karena takut atau tak enak hati, membuatnya hanya pasrah dan menurut saja.

"Peluk yang erat dong sayang," lagi-lagi Gilang tampak memaksa.

Padahal aroma tubuhnya saja sangat tak sedap untuk dihirup, bagaimana mungkin Santi ingin memeluknya erat.

Tampak tak menghiraukan permintaan kekasihnya, Santi malah melepaskan pegangannya pada pinggang Gilang.

"Sebenarnya kita mau kemana kanda?" tanya Santi yang mulai gelisah, karena sedari tadi ia dan juga kekasihnya itu hanya memutari beberapa kedai bakso.

"Tenang, kanda tau tempat yang enak buat makan bakso, tempat yang cocok untuk memadu kasih," goda Gilang dengan nada bercanda.

Membuat pipi Santi merona merah, ia malu. Tapi rasa penasarannya itu ikut menyelimutinya.

"Hmm… apa masih jauh kanda?" tanya Santi yang terlihat tak sabar lagi.

Gilang menggelengkan kepalanya pelan, tak lama ia memarkirkan kendaraannya. Yah tepat di bawah pohon mangga besar.

Disana terdapat 3 motor lainnya yang penampilannya tak jauh berbeda dengan motor Gilang. Motor yang sudah tanpa body, alias brutul.

"Ayo sayang….." ajak Gilang dengan lembut pada kekasihnya itu.

Sementara Santi tampak enggan turun dari motor, ia sedikit ragu. Yah.. mendapati tempat yang terlihat begitu sepi dan juga tak terlalu bersih.

"Tempat apa ini kanda?" tanya Santi dengan wajah menelisik sekitar. Alis gadis itu tampak bertaut.