webnovel

Chapter 11

Max hanya terkekeh, dia nampak menyepelehkan ucapan Smith. Hanya pandangan mencemooh yang dia lemparkan pada Smith.

'Pria bodoh yang menganggap dirinya hebat padahal hanya bersembunyi di ketiak kakaknya, huh menggelikan. '

Smith yang merasa diabaikan oleh Max merasa kesal. Tangannya sudah gatal ingin memuntahkan peluru dari Glock dibalik jas Armaninya. Tapi tidak, melihat Max menderita karena melihat gadis itu menjerit kesakitan ditengah santapan anak buahnya jauh lebih menyenangkan.

"Teruslah tersenyum sebelum neraka menjadi tempat tinggalmu. " ucap Smith. "Seret dia."

.

.

.

Patricia menyegarkan diri di kamar mandi. Dia ingin menghapus jejak pelecehan yang tadi dia alami.Dia cukup bersyukur bisa mandi.Meskipun setelah mandi dia harus memakai pakaian yang diberikan Axton kembali, setidaknya kondisi tubuhnya lebih segar.

Rupanya Dimitri memenuhi kebutuhannya. Dia kembali dari luar dan membawa sebuah bungkusan. Patricia merasa terharu, baru kali ini seorang pria--selain Max memperhatikan kebutuhannya.

"Aku sudah membeli pakaian untukmu." Dimitri melemparkan baju dan jeans pada Patricia.

"Sebelum itu, pakai ini juga." Dimitri menyerahkan bingkusan yang membuat Patricia tertegun.

"Pewarna rambut." Gumannya.

"Kau butuh penyamaran, aku tidak yakin jika mereka tidak mengikuti kita. "

"Me-mengapa? " tanya Patricia.

"Smith bisa menggila jika tau tentang transaksi yang kami lakukan, terlebih jika dia tau kau masih gadis. "

Patricia terdiam. Dia mengerti ucapan Dimitri. Pria pecinta vagina wanita bernama Smith itu tidak akan melepaskannya.

Patricia mengambil pewarna rambut itu dan kembali ke kamar mandi. Bayangan markas Blackfire dan penghuninya menakuti otaknya hingga ke tulang. Dia sama sekali tidak menginginkan kembali ke tempat itu. Tidak dalam kehidupan ini.

Sepuluh menit berlalu, Patricia yang masuk ke dalam kamar mandi untuk merubah warna rambutnya kembali dengan penampilan baru. Dia memilih warna pirang madu gelap untuk menutupi warna brunnete kemerahan rambutnya.

Sementara itu Dimitri masih menunggu kedatangan seseorang yang dipesannya melalui Max sebelum menyelamatkan Patricia. Sikapnya yang tenang cukup menimbulkan kekaguman pada hati Patricia.

'Berapa banyak gadis yang patah hati karena pria ini? ' tanya Patricia dalam hati.

Mata hijau daunnya tak henti mengagumi pria dingin yang tampan ini. Baru kali ini dia melihat seorang pria yang tidak tertarik pada gadis seperti dirinya. Padahal para pria yang ia temui di club tak pernah sepi menggodanya dan memberikan rayuan berupa kata-kata manis maupun uang. Bahkan ada yang mencoba melakukan paksaan padanya. Beruntung waktu itu Max selalu menjadi pelindungnya.

Pemindaian Patricia belum berakhir. Diam-diam Patricia mengamati lebih teliti wajah yang dihias rahang tegas, tulang hidung yang tinggi lalu mata jade yang menghanyutkan.

Sesuatu dalam diri Patricia memberontak untuk keluar. Sesuatu yang menyenangkan yang mengalir melalui pembulu nadinya, menciptakan perasaan aneh yang belum pernah ia rasakan.

Sebuah pemikiran erotis yang tidak pernah berpikir olehnya merangsek keluar karena pria di depannya. Patricia membayangkan bagaimana rasanya mata itu menatap tubuhnya ketika sedang menari, bergairah dan menjerit.

Ketika tatapannya jatuh pada tangan Dimitri yang terlihat kekar, Patricia tidak bisa menghapus perasaan bagaimana rasa ketika tangan itu menyentuhnya.

Blush.

Wajah Patricia memerah dengan pemikiran erotis itu. Dia merutuki dirinya karena otaknya yang mendadak mesum di saat seperti ini.

Dan tak lama kemudian ketukan terdengar di balik pintu. Seorang wanita berpenampilan mirip Patricia muncul dari balik pintu. Tracy datang dengan wajah menggoda.

Sebelum mendatangi markas Blackfire, Dimitri menyuruh Max mengirim wanita berambut serupa dengan Patricia ke hotel yang ia pesan. Itu bertujuan untuk sedikit mengelabui dan mengulur waktu.

"Bisa kita mulai tuan." Tracy melepaskan pakaian yang membalutnya menyisakan lingerie cantik berwarna merah darah. Dengan jalan yang menggoda, Tracy mendekati Dimitri yang duduk di tepi ranjang.

Hanya saja, wajah datar Dimitri yang ia dapatkan. Tracy menjadi bimbang, jelas dari wajah pria ini jika dirinya tidak memesan jasanya untuk melampiaskan hasratnya. Tapi untuk apa dia dipesan jika tidak untuk memuaskan pelanggannya. Tatapannya jatuh pada wanita yang berdiri di sudut kamar.

'Apa kami akan threesome? ' batin Tracy bertanya-tanya.

"Ini upahmu, kau hanya perlu duduk diam sampai besok."

"..."

Mata Tracy melebar melihat segebok uang yang diberikan oleh Dimitri.

"Rupanya anda pria yang dermawan." Ucap Tracy sedikit menyindir sekaligus senang.

Drrt drrt

Suara telepon mengalihkan perhatian mereka. Dengan cepat Dimitri mengangkat telepon. Di saat itu pula Patricia tempatnya bersembunyi. Dia keluar dari balik kamar mandi dengan warna rambut pirang madu.

Rahang Dimitri terlihat mengeras, sesaat kemudian dia meraih pergelangan tangan Patricia. Sudah jelas jika telepon tadi berisi kabar yang tidak menyenangkan.

"Kita harus segera pergi."

Patricia merasakan firasat buruk. Dan tanpa bertanya apapun, dia menuruti perintah Dimitri.

Tuan Smith sedang memburu gadis itu, tuan Max tengah berada dalam cengkeramannya.

Dimitri menarik Patricia keluar dan memasukkannya ke dalam mobil yang telah ia tukar dengan Ferrari. Dia harus segera meninggalkan Kenned untuk sampai ke Nevada.

Di sana, kekuasaan dan kekejaman Smith tidak perlu ditakutkan. Beda halnya jika dia masih Kenned. Smith bisa saja membunuhnya dengan berbagai alasan agar tidak diserang oleh Godfather lainnya. Terlebih Axton saat ini menjadi pelindungnya.

Beruntun Axton juga terikat dengan perjanjian itu. Sebuah kesepakatan bersama, Axton yang menjadi kepala bertugas memastikan tidak adanya hal yang dilanggar. Maka dari itu harus menghormati perjanjian itu.

'Aku harus segera berada di wilayah perbatasan bersama gadis ini, ' batin Dimitri.

"Apa ada hal buruk yang terjadi?"

"Menurutmu?"

Patricia langsung terdiam. Mendadak bayangan Max terlintas di matanya.

"Max... Bagaimana dengan Max?! Apa yang terjadi pada Max? "

"Dia baik-baik saja, jangan khawatir, " bohong Dimitri. Dia tidak mungkin memberitahu jika Max sudah ditangkap Smith.

Patricia menghela nafas lega. Saat ini ia hanya pasrah mempercayakan hidupnya pada orang asing.

"Sial."

Dimitri tau jika keadaan lebih buruk dari yang ia kira. Jika Max berbicara tentang chip itu maka Smith pasti memburunya tanpa henti.

"F*ck."

Dimitri merutuki sikapnya yang bodoh. Seharusnya dia bisa saja melemparkan gadis ini ke kamar Smith, tapi dia bukanlah pria yang mengingkari janjinya.

"Kau berhutang banyak padaku Max..." gerutu Dimitri.

Mobil itu membelah jalanan dengan kecepatan tinggi. Itu harus dilakukan agar lepas dari anak buah Smith yang memburu gadis ini---dan dirinya.

Tbc