Dean melapaskan gelas kosong itu di atas meja lalu berjalan di keramaian para tamu-tamunya.
Setelah menyapa mereka sebentar saja, ia pun langsung berpamitan untuk menemui tamu yang menurutnya sangat spesial itu.
Dengan langkah cepat dan panjang ia melewati halaman luas yang tanahnya ditanami rumput gajah mini lalu masuk ke dalam mension, melewati beberapa ruangan yang luas.
"Oh, begitu? Baiklah, kami akan menunggu," kata Mr. Hans pada Matt. Ia menatap Kensky, "Ayo, kita duduk dulu, Sky."
"Selamat malam, Mr. Hans," sapa Dean begitu memasuki ruangan yang dipenuhi berbagai jenis minuman bermerk.
"Malam, Pak Dean," balas Mr. Hans sambil bediri lalu berjabat tangan. Kensky pun demikian.
"Apa kalian sudah lama menunggu? Ayo, silahkan duduk lagi," kata Dean.
Setelah mereka bertiga duduk kembali Dean menatap Kensky. Wajahnya yang cantik dan lembut membuat lelaki itu terdiam sesaat.
Makeup-nya natural. Dres panjang yang terbuka di bagian atas itu menampakkan leher putih dengan rambut yang disanggul asal, dan itu mampu membuat lelaki mana saja ingin menikmati leher itu termasuk Dean. Lelaki itu terpesona.
"Pak Dean?" panggil Mr. Hans.
Pria itu tersentak. "Oh, iya. Maaf! Aku ...," sikapnya menjadi kikuk, "Maaf, apa yang Anda tanyakan tadi, Mr. Hans?"
Mr. Hans menahan tawa. "Maaf, Pak, tapi aku tidak bertanya apa-apa. Aku hanya menjawab pertanyaan yang Anda lontarkan tadi, bahwa kami belum lama di tiba di sini."
"Oh, maaf. Kalau begitu lupakan saja. Ngomong-ngomong kenapa kalian berdua datang terlambat?" Ia melirik Kensky hingga wajah gadis itu memerah akibat lirikan mautnya.
"Aku tadi ada urusan sebentar, Pak. Tapi aku dan nona Oxley nanti bertemu di meja tamu. Itu saja gerbang hampir ditutup."
Saat itulah Dean benar-benar menatap Kensky. "Bisa dijelaskan kenapa Anda bisa terlambat, Nona?"
Mr. Hans menyadari ketertarikan Dean kepada asistennya itu. Sambil tersenyum ia menatap Matt yang sedang berdiri di belakang Dean sambil menahan tawa. Sikap Dean yang gugup membuat mereka merasa lucu.
Kensky hanya menunduk. Ia hendak menjawab, tapi Dean mengalihkan pemnicaraan dan berkata, "Mr. Hans, apa Anda ingin minum anggur?"
Mr. Hans berubah senang. "Tentu saja, Pak. Aku dengar Anda suka mengoleksi berbagai anggur, ya?"
Dean balas menatapnya. "Tentu saja. Apa Anda ingin mencobanya?"
"Tentu saja, Pak. Tentu saja."
Dean menyuruh Matt untuk mengambilkan salah satu anggur terbaik dan tertua yang ia miliki, "Nona, kau sendiri ingin minum apa?" tanya Dean saat menatap wajah cantik Kensky.
Kensky bersyukur karena ternyata Dean bisa menjaga sikapnya. Ia pikir lelaki itu akan bersikap kurang ajar seperti yang biasanya dia lakukan meski di hadapan Mr. Hans, tapi syukurlah tidak dan itu membuatnya lega meski di satu sisi ia merasa tidak nyaman berada bersama mereka yang tak lain adalah atasannya.
"Aku mau minum___"
"Kau harus mencoba anggurnya, Nona Oxley," sergah Mr. Hans, "Bos kita ini jarang sekali menawarkan minuman kesayangannya pada karyawan. Jadi bersyukurlah kita malam ini mendapatkan kesempatan untuk mencicipi minumannya. Bukan begitu, Pak Dean?" kata Mr. Hans sambil tersenyum lebar.
"Tentu saja, Mr. Hans."
Saat itulah Matt muncul sambil membawa botol anggur. "Ini, Bos."
Dean meraihnya, membuka tutup botol, lalu menuangkan sedikit ke dalam dua gelas kristal kosong yang memang sudah disediakan sebelumnya.
"Cobalah, kalian pasti akan ketagihan."
Mr. Hans-lah yang lebih dulu meneguk isi gelasnya sampai habis.
"Ini benar-benar nikmat, Pak Dean. Kau harus mencobanya, Nona Oxley. Anggur ini sangat enak. Bisa aku tambah lagi, Pak Dean?"
"Tentu saja!"
Dean menuangkan lagi anggur itu ke dalam gelas Mr. Hans. Jika tadi ia menuangkan hanya seperempat dari gelas berukuran sedang itu, kini Dean menuangkan anggur itu hingga memenuhi gelasnya.
"Minumlah sampai puas, Mr. Hans."
Mata Mr. Hans menjadi cemerlang saat menatap gelasnya yang penuh itu. "Terima kasih banyak, Pak Dean."
Kensky tampak ragu-ragu. Tapi demi menghargai pemberian sang atasan ia terpaksa menyesap sedikit isi dari gelas itu.
"Bagaimana rasanya?" tanya Dean.
Wajah Kensky terlihat kusut dan Dean ingin tertawa. Tapi demi menghargai Kensky, ia memasang wajah datar padahal dalam hati ia tarhaha-hihi.
"Enak. Ini pertama kalinya aku minum anggur."
Merasa minuman itu aman karena manis, ia menenggak isi gelasnya sampai habis.
Dean menyeringai. "Mau lagi?"
Kensky mengangguk dan lelaki itu langsung mengisi kembali gelasnya lebih banyak dari sebelumnya.
"Sudah, cukup. Nanti kau mabuk kalau terlalu banyak," kata Dean.
"Terima kasih," kata Kensky sambil tersenyum manis.
Senyuman itu mampu membuat hati Dean berbunga-bunga.
Mr. Hans dan Dean pun kini membahas soal anggur. Setelah pembahasan mengenai anggur itu selesai, mereka mengangkat topik lain dan membahas tentang omset perusahan.
Kensky yang merupakan karyawan baru dan belum tahu segalanya hanya bisa menatap Dean dan Mr. Hans yang sedang berbincang-bincang sambil menikmati anggur. Dilihatnya wajah tampan Dean yang sedang duduk di depannya.
Dalam hati ia bertanya-tanya, "Apa benar lelaki tampan ini adalah calon suamiku? Ya, Tuhan. Betapa senangnya diriku jika demikian," katanya dalam hati. Ia kemudian menunduk karena malu, sementara Mr. Hans yang duduk di sampingnya tak bisa menangkap ekspresi gadis itu.
Tapi tidak dengan Dean, dia justru bisa menangkap ekspresi itu di wajah Kensky. Meski sedang fokus mendengarkan penjelasan Mr. Hans, matanya sesekali melirik gadis itu. Dan ia yakin kalau rona merah di wajah wanita itu pasti karena terpesona padanya.
Dilihatnya gelas Mr. Hans sudah kosong. "Apa Anda ingin anggur lagi, Mr. Hans?" tanya Dean begitu topik mereka selesai. Ia kemudian menatap Kensky dengan alis berkerut, "Ada apa, Nona?"
"Maaf, Pak. Bisa aku pinjam toilet sebentar?"
Dean memanggil Matt. "Tolong antarkan nona Oxley ke toilet."
"Baik, Bos."
"Gunakan toilet di kamarku saja, Matt."
"Siap, Bos. Mari, Nona. Ikut saya."
"Tidak usah, Pak. Terima kasih. Tapi aku mau toilet yang lain saja," Ia segera berdiri, "Lagi pula aku hanya ...."
Rasa mual tiba-tiba menyerang Kensky. Dengan cepat ia menutup mulutnya dengan tangan. Anggur yang dituangkan Dean untuk kedua kalinya ternyata membuat dirinya mabuk.
Dean segera berdiri dan memegang tangannya. "Apa kau mual?"
Kensky nyaris saja menumpahkan semua isi perutnya, tapi ia menelannya kembali karena malu jika isi perutnya itu tumpah di hadapan kedua atasannya.
"Sepertinya anggur itu membuatku mabuk."
"Matt, tolong antarkan dia ke kamarku saja. Nona, setelah dari toilet sebaiknya kau istirahat di kamarku saja dulu."
Kensky menggeleng. "A-aku ... aku tidak apa-apa, Pak," Ia cekukkan, "Aku hanya___"
"Sebaiknya kau jangan banyak bicara dulu. Matt, ayo antar sebelum dia mengeluarkan semua isi perutnya di sini."
Kensky akhirnya menurut lalu berjalan meninggalkan Mr. Hans dan Dean. Karena efek anggur itu cukup membuatnya pusing, ia sedikit terhuyung dan nyaris jatuh. Untung saja ada Matt yang segera menahannya.
"Aku tidak apa-apa."
Mr. Hans menatapnya. "Apa Anda menyukainya?" tanyanya jujur.
Dean mengerutkan alis tanpa menatap Mr. Hans. "Maksud, Anda?
Mr. Hans terkekeh. "Aku sangat mengenal Anda, Pak. Ini pertama kali bagiku melihat Anda gugup begitu melihat nona Oxley tadi."
Dean menunduk sesaat. "Dari mana Anda bisa berasumsi seperti itu, Mr. Hans?"
Dean menuangkan sedikit anggur ke dalam gelas kristalnya kemudian menuangkan lebih banyak lagi ke dalam gelas Mr. Hans.
"Aku juga pernah jatuh cinta, Pak. Meski sudah tua dan belum menikah, tapi saya tahu bagaimana ciri-ciri orang yang sedang jatuh cinta."
Dean berdecak lidah. "Ternyata Anda sangat pintar menganalisis, ya? Memang tidak salah aku memeberikan Anda jabatan sebagai kepala divisi keuangan," ledeknya.
Bersambung___