webnovel

Looking for a Way Out

CHAPTER 6

"My hobby makes you make me accept me as I am, and whoever I am, even though I am a world criminal who always destroys many guilty souls." - Sean Xavon.

Sean membenarkan letak camera hidded spy pen pada saku tuxedo miliknya. "Erica, this act will be fun entertainment for me. Happy watching, love you."

"Bagaimana kabar mu? Apa target sudah terlihat mendekat ke arah mu atau bagaimana?"

"Theo, kita hanya berjarak beberapa meja dan kau sudah banyak bicara."

Theo melihat Sean yang kini sedang membaca koran dan sesekali menyesap secangkir americano yang asapnya masih mengepul di tepian cangkir. Memakai glasses spy cam juga untuk mendeteksi sekiranya apa yang di bawa oleh targetnya di dalam koper, sesuai dengan perkataan costumer-nya atau tidak.

"Ada benda berharga di dalamnya, dapatkan dengan segera." Sean bergumam, ia mampu berkomunikasi dengan Theo dari jarak sejauh apapun asalkan menggunakkan kacamata yang sama seperti miliknya.

Theo menganggukkan kepala. Ia bersikap profesional seperti apa yang ia haruskan, ia melihat dompet miliknya di atas meja, setelah itu dengan gerakan cepat seolah-olah tidak sengaja menjatuhkan dompet tersebut ke lantai.

"Betapa cerobohnya aku." ucapnya agar tidak banyak pasang mata yang melihat ke arahnya.

Theo mulai membungkukkan tubuh untuk meraih dompetnya yang jatuh ke lantai. Ini hanya toko roti pinggir jalan, bukan bintang lima atau semacamnya.

Sebelum mengambil dompet kosong yang hanya digunakkan sebagai pengalihan, Theo menembakkan alat pelacak identitas ke arah kaki target. Tenang saja, tidak menimbulkan efek keterkejutan atau perasaan apapun yang menyadari kalau kulit terkena alat pelacak tersebut.

Wush

Dan ya, alat pelacak tersebut mulai mengambil informasi melalui syaraf sampai syaraf yang terhubung ke otak.

"Nice."

Theo mulai membuka laptop di hadapannya. Ia sengaja mengambil posisi di pojok ruangan, supaya CCTV tidak bisa menangkap gerakan apa yang ia lakukan.

Mengutak-atik laptop, ia merespon dengan cepat sebelum detik berganti menjadi menit-menit akhir.

"Cepat lakukan tugas mu, Theo."

"Iya aku tau, Oveline sedang menuju target kita, Sean."

Jemari Theo dengan cepat dan cekatan menari-nari di atas keyboard, ia secepat dan sebisa mungkin memindai informani pemindai syarat tubuh untuk mengumpulkan memori.

Teknologi semakin maju dan beberapa penjahat kriminal tingkat atas pun semakin mengembangkannya dan menciptakan alat canggih yang sebelumnya seperti kemustahilan.

Oveline sudah mendapatkan bagian tugasnya, ia berjalan ke arah target untuk memberikan pesanan. Ternyata, target memilih untuk singgah sebentar di toko roti dan memesan minuman dingin.

Mengintai ada beberapa bodyguard, di tangan Oveline sudah memegang nampan yang berisi pesanan. "Permainan di mulai, Tuan Sean, anda dalam posisi."

Sean menganggukkan kepalanya. Ia memang tidak memperhatikan, namun ia tau apa yang akan dilakukan Oveline. Ia percaya waniya itu akan melakukan segalanya dengan benar. Mereka memiliki perjanjian, jika Oveline mengacau, maka ia akan memusnahkan wanita tersebut untuk meninggalkan bumi selamanya.

Oveline berjalan dengan kaki yang gemulai, membuatnya seperti berjalan anggun dengan wajah cantik. "Permisi Tuan tampan," ucapnya yang kini sudah berhenti di hadapan laki-laki yang menjadi targetnya.

"Panggil saja saya dengan nama Albert, tidak perlu dengan panggilan tuan tampan seperti itu." ucap Albert, ia menurunkan kacamata berlapis emas yang bertengger di batang hidungnya dan di masukkan ke dalam saku.

Oveline menganggukkan kepala, ia mulai membungkukkan tubuh untuk mendekatkan diri dengan Albert sebelum berbicara. "Yakin bodyguard mu tidak akan marah dengan ku? Atau mungkin membunuh ku?" tanyanya.

Albert menurunkan pandangan dan yang ia lihat hanyalah kecantikan dan keindahan yang dimiliki oleh Oveline. Sebagai seorang laki-laki yang memiliki kedudukan besar, ia bisa saja menyewa banyak wanita termasuk wanita yang kini ada di hadapannya. "Tidak akan, percayalah."

Mencari celah untuk menumpahkan minuman ke baju Albert, Oveline kini menegakkan tubuhnya kembali dengan satu hentakan membuat gelas plastik berisi kopi pesanan laki-laki tersebut limbung dan berguling di atas nampan yang ia pegang, dan isinya tumpah membasahi meja hingga tertumpah ke kemeja Albert.

"HOLY SHIT!" seru Albert, tentu saja membuat banyak orang menatap ke arahnya.

Dan ini adalah kesempatan bagi Sean untuk bergerak, ia beranjak dari duduknya dan langsung pergi ke arah toilet, ia yakin jika Albert akan ke lokasi yang sama dengannya. Dan juga, jika laki-laki tersebut ke toilet, sudah pasti para bodyguard hanya akan menunggu di depan pintu.

Oveline mengubah raut wajahnya seolah-olah tercenggang dan meminta maaf berkali-kali.

Bodyguard Albert salah satunya langsung saja mengambil alih nampan di tangan Oveline dan meletakkan ke meja, lalu kedua tangan wanita tersebut di tahan ke belakang.

Oveline menarik senyumnya, ia sama sekali tidak merasa takut dengan gertakan bodyguard yang kini menahan tangannya. Namun seperti naskah tak tertulis, ia berakting meringis dan kesakitan.

Suara terkejut yang keluar dari mulut orang-orang pun mendominasi sekitar. "I have to go to the toilet."

Sekitar dua orang bodyguard mengikuti Adalard dari belakang, setelah itu memutuskan untuk menunggu di depan pintu toilet ketika majikan mereka sudah memasuki toilet.

"Finished." Theo menampilkan smirk. Setelah memindai informasi tersebut ke flashdisk dan mencabutnya dari laptop lalu di kemas dalam saku, ia segera menyudahi segalanya dan menonaktifkan pelacak yang berada di tubuh Albert.

Sedangkan disisi lain, Sean sudah bersiap di balik bilik toilet lainnya. Ia sudah mengatur strategi seolah-olah pintu yang lain tidak bisa di tempati dan hanya bilik toilet di sampingnya saja yang bisa di pakai.

"Merepotkan, kenapa juga pelayan itu harus menumpahkan minuman ke jas ku? Ini sangat membuang-buang waktu."

Sean mendengar keluhan serta suara baju yang terbuka, kemungkinan Albert membuka bajunya yang basah. Ia sudah berdiri di atas toilet. Ia juga telah membuat lubang kecil yang pas sekali berhadapan dengan leher Albert.

"The game begins, goodbye.."

Sean menembakkan sebuah sistem perusak syaraf, tepat ke arah leher Albert.

Bruk

Sean melihat ke lantai, terlihat tangan Albert yang tergeletak di lantai, sudah pasti laki-laki tersebut langsung tiada dan tubuhnya sudah tergeletak.

Melihat kepuasan membunuh ini, Sean tertawa kecil. "Dasar sampah masyarakat." gumamnya, ia membenarkan letak kacamata yang bertengger di pangkal hidungnya, setelah itu menghembuskan napas dengan perlahan.

"Target telah musnah. Theo cepat pergi dari lokasi karena siapapun bisa jadi tersangka, tapi diusahakan Oveline tetap disana karena sudah pasti dia aman." ucapnya yang berbicara dari mikropon penghubung antara dirinya dengan Theo dan juga Oveline.

"Baik, Tuan."

Sekarang, giliran waktunya Sean yang mencari jalan keluar dari toilet ini. Ia menatap langit-langit kamar mandi, setelah itu melihat kaca buram tepat di atas kepalanya. "Ini tidak akan muat dengan tubuh ku, sialan. Bagaimana aku keluar dari sini?"

Next chapter