webnovel

20 : My Vampire Hubby

Sudah lebih dari 3 bulan Hye Jin merasa sangat bosan hanya berada dirumah suaminya atau dirumah markas Bangtan family. Ia muak. Ia ingin keluar atau lebih tepatnya ke kota. Bukan hanya berkeliling hutan ditemani Jimin yang sangat protective.

Jimin tidak mengizinkannya untuk berkomunikasi dengan siapapun selain keluarganya sendiri. Ji Eun dan Seo Yeon yang paling sering berkunjung. Mereka bertiga semakin dekat layaknya sudah berteman lama.

Jimin juga memberikan Hye Jin handphone hanya beberapa saat saja. Ia tidak ingin Hye Jin semakin ingin keluar karena iri melihat teman-temannya berpergian atau bekerja.

"terus kapan aku bisa keluar? Aku bosan Jim", protes Hye Jin sembari menenggak gelas ke 3 darah yang Jimin suguhkan.

Jimin menghela nafas, ia benar-benar belajar arti kesabaran sejak Hye Jin berada 24/7 dengannya.

"Kau lihat gelasmu sendiri. Apa kau bisa tidak menghabiskannya dan minum minuman milikku?", Tanya Jimin dengan mata membulat sembari memindahkan gelas bekas Hye Jin.

Hye Jin bersandar pada sofa, "tidak mau. Punyamu tidak ada rasanya! lebih baik aku makan daging berkarung-karung".

"iya tapi kau tidak akan kenyang dan bisa mati karena memakan dagingnya bukan darahnya. Paboo ya".

Hye Jin berdiri, "kau ini. jahat sekali".

Jimin menghampiri istrinya dan memeluknya dengan erat.

"sabarlah... kalau kau sudah dapat mengendalikan diri. Aku tidak akan mengurungmu disini".

Hye Jin akhirnya menyerah seperti hari-hari sebelumnya. Siklus dirinya selalu seperti itu. Marah-marah lalu menyerah setiap Jimin bisa mengambil hatinya. Jimin yang selalu bersabar dan membuatnya luluh sangat berbeda dengan Jimin saat dahulu ingin merebut dirinya. Jimin benar-benar menunjukkan tanggung jawabnya sekarang.

"Ku fikir saat kau menjadi suamiku. Kau tidak akan selembut ini dan hidupku akan penuh dengan amarah", tutur Hye Jin sembari menaruh kepalanya pada pundak Jimin yang duduk disampingnya.

Jimin menyalakan lagu klasik untuk menenangkan istrinya. Alunan piano yang dimainkan oleh Suga membuat Hye Jin memejamkan mata. Ia senang bahwa istrinya masih dapat makan, minum, mabuk dan tidur. Jimin bersyukur bahwa wanitanya tidak berubah seperti dirinya.

Jimin merasakan nafas Hye Jin pada lehernya.

"mana mungkin aku bisa memakimu. Aku hanya dapat bersyukur bahwa kau tidak mati pada saat itu".

Hye Jin benci saat Jimin berkata demikian. Hye Jin tahu bahwa bukan kemauannya berubah menjadi Vampire dengan cara keji. Hye Jin juga benci akan hal itu. Tapi jauh sebelum kejadian itu Hye Jin sudah memutuskan sendiri hanya saja Jimin dengan keras menolaknya. Jadi bukan salah suaminya jika sekarang ia menjadi Vampire.

Hye Jin duduk dengan tegak. Ia mencubit badan suaminya yang dingin dan pura-pura kesakitan karena sebenarnya Jimin tidak merasakan apapun.

"bisa tidak kau hentikan rasa bersalah konyolmu itu?", ucap Hye Jin sambil melipat tangannya didada.

Jimin menaikkan alisnya dan menunjukkan smirk, "konyol katamu?", ia berdiri dan pergi begitu saja ke kamar. Menutup pintu dengan keras.

Hye Jin jadi kesal. Ia mengacak rambutnya sendiri. Mereka sangat jarang bertengkar karena suaminya selalu memperlakukannya dengan baik. Ini adalah ekspresi menyebalkan Jimin untuk pertama kalinya. Namun Hye Jin malah bertambah kesal.

"ah molla!".

***

Jari panjang itu dengan menyeramkannya mengelus seseorang yang sedang sekarat namun tidak dapat mati. Darahnya begitu segar dan manis. Pemilik jari lentik itu tidak dapat membiarkannya mati begitu saja jika ìa masih dapat menghasilkan darah segar untuknya. Hanya butuh memberinya makan, lalu memerahnya seperti sapi.

Han Seung Woo. Dia baru saja kembali dari antah berantah untuk memperkuat kekuatannya. Sekarang ia kembali ke negara tercinta tanpa siapapun dapat mencium jejaknya. Namun Korea adalah tempat yang membuatnya merasa sakit.

Mengingat belahan jiwanya mati tak tersisa. Han Seung Woo masih mengingat kejadian malam itu. Sekarang ia kembali dan bersiap membalas dendam. Namun dia butuh planning. Seung Woo tidak ingin hal ini gagal.

Satu langkahnya sudah berhasil. Ia berharap Vampire yang sok jagoan itu merasakan rasa sakit yang sama. Seung Woolah yang mengoyak jiwa pasangan Vampire itu. Wajah kekanak-kanakkan itu masih ia ingat.

Perempuan itu dengan bodohnya memanggil-manggil nama Jimin. Seung Woo hanya tertawa. Walau ia tahu Jimin bisa bermain dengan fikiran tapi Seung Woo paham betul, Vampire itu memiliki simpati yang konyol sehingga saat tambatan hatinya meminta tolong. Ia tidak datang tepat waktu.

Seung Woo percaya diri bahwa sekarang Jimin sedang merasakan kebencian akan Vampire yang ia tidak tahu siapa. Seung Woo akan membuat Jimin semakin sekarat dan mati ditangannya.

***

Jimin keluar dari kamar dengan setelan jas. Hari ini memakai kacamata. Ia tidak ingin orang-orang mengenali bahwa matanya berubah warna akibat terlalu kesal dengan sang istri.

Perempuan itu tidak memandangnya sama sekali. Jimin menghampiri dan mengecup pucuk kepala Hye Jin.

"Tunggu aku dan jangan kemana-mana. Saat matahari terbenam aku sudah disini".

Hye Jin tidak bergeming. Jimin pun pergi meninggalkannya. Ia harus meeting dengan seseorang yang sangat penting bersama Nam Joon Hyeong juga.

Hye Jin berusaha mencari handphonenya tapi sia-sia. Dimanapun tidak ada. Kalau begini, ia sudah yakin bahwa suaminya membawa barang kesayangannya itu.

"ahhh aku bosan", teriaknya sendirian.

Hye Jin mendengar langkah kaki dari pintu masuk. Ia juga mendapatkan sebuah fikiran. Taehyungkah itu? Hye Jin tidak bisa membaca fikiran tanpa seseorang yang juga bisa.

Maka ia keluar dan benar Taehyung tersenyum kaku. Ini pertama kalinya ia mendatangi rumah ini sendirian.

Hye Jin melompat kegirangan, "oppa!!!".

Taehyung, "lama tidak berjumpa", mereka saling high five seperti saat dulu mereka berteman.

Mereka duduk di sofa ruang tv.

Taehyung mengeluarkan semangkuk tteokpokki dan juga soda, "aku tahu kau senang dengan ini. Jadi aku bawakan".

Hye Jin sangat senang, "gomawo oppa. iya walaupun saat makan aku rindu dengan rasa kenyang tapi setidaknya aku masih bisa makan".

Taehyung tersenyum melihat tingkah Hye Jin masih sama.

"Dimana Jimin?".

"Jimin sedang keluar. Mau meeting sepertinya. Haha walaupun dia tidak bilang, aku bisa tahu".

"baguslah jadi dia tidak bisa berselingkuh darimu".

"oppa!! jangan bilang yang macam-macam", Hye Jin melotot namun dengan mulut belepotan saus.

Taehyung memberinya tissue, "yang kau makan itu saus ttokpokki bukannya darah jadi berlakulah seperti orang normal".

Hye Jin mengelap mulutnya, "haha mian. Apa kau ingin minum?".

Taehyung menggeleng, "tidak. aku sudah kenyang".

"aku hanya ingin mengetahui keadaanmu".

"Apa kau sudah tidak membenciku?", tanya Hye Jin.

Taehyung menghela nafasnya, "saat kutahu kau sudah menjadi sepertiku. aku sangat membencimu. Saat mengetahui keahlianmu, aku takjub. Dan sekarang, aku sudah baik-baik saja".

"kenapa bisa?".

"karena Jimin meyakinkanku".

"maksudmu?", Hye Jin menghentikan suapannya lalu menatap Taehyung.

"Dia berkali-kali meyakinkanku bahwa akan menjagamu. Dia merasa bersalah karena dia lengah saat itu tapi sebenarnya dia bersyukur walaupun dia tahu dia akan semakin salah jika bersyukur namun apa boleh buat. Setidaknya dia tidak perlu merasa membunuhmu dengan tangannya sendiri".

Hye Jin seketika merasa bersalah pada suaminya karena tidak menggubrisnya saat tadi ia menciumnya.

"apa sesulit itu menularkan racunmu walau kau mencintai seseorang itu?", Hye Jin memainkan buku jarinya.

"sangat. Maka dari itu aku memilih sendiri hingga sekarang".

"awalnya aku takut dan membenci Jimin", Hye Jin ingat bagaimana sikapnya dahulu, "tapi sama seperti yang ia lakukan padamu. Ia juga meyakinkanku. Aku tahu bahwa ia hanya ingin mencintaiku hingga aku mati. Tapi rasa egoisku saat aku jatuh cinta padanya. Aku tidak ingin mati Oppa. Aku ingin bersamanya selamanya".

"kurasa itulah yang membuatmu berhasil berubah".

Hye Jin berhenti lagi, "maksudmu? tentu aku akan berubah jika vampire menggigitku bukan?".

Taehyung menggeleng, "belum tentu karena niat vampire yang membunuhmu itu memang untuk membuatmu mati tapi ia sepertinya tidak tahu bahwa racun Jimin sudah mengikat jantungmu terlebih dahulu sehingga kau tidak mati dan berubah seperti kita. Jimin dan Nam Joon sedang meneliti ini semua", Taehyung berdeham, "tapi jangan kau beritahunya. Nanti aku bisa dipenggal"

Hye Jin kembali menyuap, "huh aku kesal padanya tapi. Selalu menutupi. Akukan berhak tahu".

Taehyung mengusap kepala Hye Jin seperti seorang kakak, "Turutilah suamimu. Dia orang yang sangat hebat".

"baiklah".

Mereka pun menghabiskan waktu untuk membincangkan banyak hal. Hye Jin dan Taehyung sangat rindu akan satu sama lain. Walau bagi Taehyung dahulu Hye Jin adalah seorang perempuan dimatanya namun sekarang Hye Jin seperti adik perempuan yang tidak akan ia biarkan siapapun menyakitinya. Taehyung percaya bahwa Jimin dapat melindunginya jauh lebih baik dari dirinya.

Hye Jin sangat senang Taehyung benar-benar kembali menjadi temannya bahkan jauh lebih hangat. Ia adalah kakak ipar yang baik untuknya. Hye Jin tidak pernah merasa sebersyukur ini sebelum ia bertemu dengan semua vampire menyeramkan ini. Walau dahulu Hye Jin sudah berteman dengan Taehyung namun ada jarak yang lelaki itu berikan. Sekarang jarak itu tidak ada dan Taehyung menyayanginya seperti adik perempuan. Siapa yang tidak bersyukur diposisi ini.

-

-

-

"lebih baik sekarang aku pergi. Jimin sudah tahu aku disini, dan dia berkata sudah ingin sampai jadi ia memintaku pulang", ujar Taehyung sembari tersenyum.

"mengapa tidak bertemu dahulu sih?".

"hahaha Jimin tetap membenciku. Ada hal darinya yang tidak dapat ia jelaskan. Jadi aku dan semuanya hanya bisa mengerti saja".

Hye Jin mengernyit. Memang suaminya sangat menyebalkan.

"Baiklah. hati-hati dijalan".

Taehyung dan Hye Jin berhigh five dan Taehyung pergi. Ia melarang Hye Jin mengantarnya keluar.

Tidak lama kemudian, Jimin pulang namun tetap diam. Hye Jin tahu bahwa suaminya masih marah padanya. Hye Jin tidak tahu apa yang harus ia lakukan dan sekarang ia merasa lapar setelah melihat suaminya.

Jimin selalu mengundang dirinya untuk makan atau minum. Hye Jin membuka kulkas. Isinya sangat lengkap. Jimin rajin berbelanja saat ia keluar rumah. Walau hari ini ia tidak membawakan apa-apa.

Dari kamar Jimin mendengar suara berisik didapur. Ia langsung tahu pasti istrinya berusaha untuk mandiri demi memuaskan perutnya.

Saat ia melongok dapur. Matanya melotot melihat kekacauan yang ada.

"Apa yang kau lakukan sih?", tanya Jimin. Ia melangkah namun ia jatuh karena tersandung sesuatu yang sekarang ia duduki.

Hye Jin tertawa melihat hal itu. Suaminya mengambil tomat yang sudah hancur karena ia duduki.

"Jadi kau tertawa melihatku jatuh? kau ini benar-benar ya", Jimin menghampiri Hye Jin. Mematikan kompor lalu menggendong Hye Jin layaknya ia membawa karung beras.

"Jiminaahhh lepaskan", protes Hye Jin karena skarang suaminya menggelitiknya hingga ia tertawa kencang, Jimin berputar dan sangat hebat menggoda Hye Jin yang tertawa hingga batuk. Lalu ia melepaskan istrinya ditempat duduk.

"Kau ini ... apa yang kau lakukan pada dapurku?", tanya Jimin sembari melap wajah Hye Jin dengan tissue karena wajah itu penuh dengan keringat dan juga kotoran yang tidak jelas.

"mianhae, kau masih marah tapi melihatmu membuat aku jadi lapar", Hye Jin memberengut menatap kakinya sendiri.

Jimin tersenyum, "kau bisa meminta padaku untuk memasakkanmu".

Hye Jin menarik tangan Jimin saat ia ingin masuk ke dapur lagi. Hye Jin memeluknya.

"Jiminah... maafkan aku. aku sangat egois dan tidak menurutimu selama ini padahal kau melakukan yang terbaik untukku. merubah temperamenmu, selalu bersabar, dan masih banyak lagi", Hye Jin memeluk Jimin dengan erat. Wangi khas Jimin yang manis membelai indera penciumannya.

Jimin mengusap kepala Hye Jin, dan mencium pipi Hye Jin dengan lembut, "Maafkan aku juga yang tadi marah padamu".

"tidak apa kau marah jika aku memang salah tapi jangan pergi lagi saat kau marah. jujurlah padaku agar aku tidak merasa sedih. Aku benci melihat punggungmu pergi dengan rasa marah seperti tadi".

Jimin mengusap pipi Hye Jin dengan jemarinya, "baiklah. Aku tidak akan mengulanginya".

"mulai sekarang... maafkanlah dirimu sendiri Jimin".

"apa maksudmu?".

"Aku tahu bahwa kau merasa bersalah karena aku berubah bukan karenamu tapi tolonglah percaya. Aku sama sekali tidak menyalahkanmu. Aku hanya meminta imbalan, bahwa kau akan menjadi suami yang baik untukku selamanya. Tidak berselingkuh, tidak menjahatiku".

Jimin merasa tersentuh, matanya berkaca-kaca, "Aku akan belajar menuruti permintaanmu itu. Kau juga harus berjanji untuk menjadi istri yang baik dan patuh akan suaminya dan juga tidak pergi dari sisiku. Bagaimana?".

"call!! dengan syarat".

Jimin menaikkan alisnya, "apa lagi?".

"buatkan aku pasta bolognese yang enak", Hye Jin beargyeo (melakukan wajah imut).

Jimin tertawa dan memeluk istrinya. Ia mencium wajah Hye Jin berkali-kali. Ia tidak menyangka Hye Jin bisa melakukan hal itu.

"cepattt".

"iya nyonya Park".

***