webnovel

Ch. 120

"Daddy." Haowen merengek dengan lengan yang tak henti-hentinya memeluk leher Sehun. Membuat yang tua mengerjapkan matanya saat merasa udara panas pada lehernya dan lembab-lembab dari air.

"Haowen." Panggil Sehun. Melepas pelukannya dan menatap putra kecilnya yang penuh peluh. Sehun yakin bahwa pendingin ruangan ia nyalakan sepanjang malam. "Ada apa hmm?" Sehun bertanya dan membawa Haowen masuk dalam gendongannya. Mengecek suhu tubuh putra kecilnya dan yang ia dapati adalah rasa panas menyengat pada telapak tangannya.

"Daddy panath." Adu Haowen.

"Ok ok, daddy tau. Kita kerumah sakit sekarang." Ujar Sehun. Meraih kunci mobil serta menjangkau jaket Haowen yang tergeletak di lantai kamar.

Ceklek.

"Dad, ada apa dengan Haowen?" Putra Sehun yang lain bertanya dengan rambut acak-acakan. Jelas sekali bahwa ia baru bangun tidur.

"Demam. Katakan pada hyungmu daddy kerumah sakit. Kalian bisa berangkat sendiri-sendiri hari ini? Atau kalian bisa membawa mobil." Ujar Sehun. Mengusak surai madu anak nomor duanya dan berlalu menuju tangga.

"Dad." Panggilan dengan suara bariton yang tak jauh beda dengan milik Sehun membuat gerakannya terhenti untuk menoleh ke belakang.

"Jesper, kau bisa berangkat sendiri?" Tanya Sehun menatap mata elang anak pertamanya.

Jesper mengeryit heran menatap Haowen dalam gendongan ayahnya. "Aku bisa. Ada apa dengan Haowen?" Tanya Jesper.

"Demam. Bisa antar Jinyoung kesekolah?" Tanya Sehun.

"Tentu. Aku akan menyusul kerumah sakit nanti." Jesper mengangkat tangannya dan mengusak sayang kepala Haowen.

**

Sehun duduk diam memandangi Haowen yang terbaring di ranjang rumah sakit.

Semenjak tiga tahun lalu, saat kematian Suzy. Sehun sudah tidak mau lagi datang kerumah sakit. Bilang saja ia trauma. Kenapa? Kematian Suzy dan kematian mamanya berada Di Rumah sakit yang sama. Ditambah Haowen yang saat ini terbaring disana.

Ceklek.

"Dad?"

"Kau tidak kuliah Jesper?" Tanya Sehun saat melihat anaknya masuk kedalam kamar Haowen dengan beberapa kantong.

"Tidak dad, dosenku tidak datang hari ini." Jesper memberikan kantong yang ia bawa pada Sehun. "Ini untuk pakaian dan ini untuk makananmu dad."

"Terima kasih son."

"Okey dad."

Hening menguasai ruangan untuk beberapa saat. Tidak, mereka tidak canggung. Hanya terlalu terbuai dengan pikiran mereka masing-masing.

"Dad, kapan kita akan mengunjungi mom?" Tanya Jesper menatap mata Sehun.

"Segera setelah Haowen sembuh." Sehun menjawab. Jujur ia juga merindukan Suzy, hanya saja ia juga masih terlalu khawatir bahwa ia akan menangis saat tiba disana nanti. Kenapa? Tentu saja karena hatinya masih tidak terima.

"Bagaimana kuliahmu?" Tanya Sehun. Memutar tubuh menghadap Jesper yang sedang duduk di sofa tak jauh dari ranjang Haowen.

"Datar seperti biasa dad. Tak ada yang spesial." Ujar Jesper. Tentu saja datar, ia tak tertarik pada wanita sedikit pun. Bukan berarti dia gay, dia hanya tidak tertarik dengan tipe wanita di kampusnya. Murahan!

"Belum ada perempuan yang mencuri hatimu?" Sehun kembali bertanya, meski ia tau jawaban anaknya pasti 'tidak' tapi Sehun yakin, anaknya sudah banyak melakukan tindakan kriminal karena sudah banyak mencuri hati para gadis di kampusnya.

"Tidak."

"Kenapa?"

"Murahan."

Sehun menahan tawa, ia tau apa yang dimaksud dengan murahan. Jesper sudah lumayan banyak bercerita tentang kampusnya. Termasuk tentang wanita yang setiap detik datang untuk menempelinya.

"Tertawa sepuasmu dad, tertawa!" 

"Hahahahahahahahahahaha."

**

"Wu Yi Fan!"

"Apa, dad?"

"Rumah sakit rumah sakit! Haowen dirawat! Cepat! Cepat! Park Jiyeon! Masak!" Siwon berteriak histeris. Mendobrak masuk dan mendapati Kris tengah bersantai di dapur dengan tangan memegang cangkir kopi.

"Haowen?" Ulang Kris. Seingatnya kemarin Haowen masih sempat berdebat dengannya.

"Iya. Mana Jiyeon?" Tanya Siwon. Menantunya itu belum terlihat deri tadi.

"Di kamar dad, masih tidur."

"Tidur? Tidak melayani pagimu?"

"Jangan berlebihan dad, dia kelelahan."

Siwon mengangguk santai. "Kalau begitu masak!"

Bruuush.

"So iiuuewh, kau sungguh menjijikan Wu Yifan!" Siwon berteriak histeris. Melempari Kris dengan sepatu mahalnya yang mengkilat.

"Siapa suruh menyuruhku memasak! Salahmu!" Kris tak mau kalah. Membersihkan pinggiran mulutnya dengan tatapan tajam menyengit pada Siwon.

"Ken-"

"Dad?" Jiyeon muncul dengan tampilan yang sudah rapi dan wajah yang sudah cerah.

"Kau sudah bangun?"

Cup.

Kris mendekat dan mengecup dahi Jiyeon. Kegiatan rutin pagi hari.

"Berhenti tebar kemesraan!" Siwon bersungut-sungut, duduk manis di meja, dan meminta Jiyeon untuk membuatkannya kopi.

"Kau akan kemana?" Kris bertanya heran. Tumben pagi sekali sudah rapi. Keajaiban dunia!

"Rumah sakit. Haowen sakit bukan?" Jiyeon balik bertanya, apa tadi ia salah dengar? Tapi telinganya masih berfungsi baik.

"Benar! Karena menantuku sudah selesai, mari kita pergi." Ajak Siwon. Menarik lengan Jiyeon dan meninggalkan Kris yang mematung di depan meja makan.

"Dad! Berhenti menggandeng istriku!"

**

"Haoweeeeen." Jinyoung berteriak saat memasuki kamar rawat adiknya. Tak lupa dengan tangan yang terangkat tinggi membawa kantong belanjaan.

"Baejin. Suaramu." Sehun memperingati anak keduanya. Suara Jinyoung memang sering lose control.

"Sorry, dad." Jinyoung cengengesan. Mendekati adiknya dan membawa belanjaannya tepat di samping Haowen. "Ini untuk kesayangan hyung."

"Thank you hyung."

"Tak masalah sayang."

Sehun terdiam. Memandang bagaimana interaksi ketiga anaknya. Selama ini Sehun bersyukur tak pernah mendapati anak-anaknya yang bertengkar. Bertengkar serius maksudnya.

"Haoweeeeeen." Satu teriakan lagi.

"Suaramu Nyonya Wu." Jengah Sehun. Anaknya sensitif soal suara tinggi.

"Sorry."

Sehun menghela nafas pasrah. Terserah sajalah. Tak ada gunanya bertengkar dengan Jiyeon sialan ini.

"Aunty Yeon." Suara Haowen serak parah. Bukannya prihatin, Jiyeon malah tertawa puas. Jarang-jarang bisa membully Haowen pemirsa.

"Kenapa uncle Kith ke thini?" Sungut Haowen. Bocah kecil itu masih ingat jelas bagaimana Kris mengerjainya beberapa hari lalu.

"Uncle ingin melihat anak uncle tentu saja."

"Cih, anak. Kemarin lalu uncle manjahilinya." Jinyoung memasang temeng untuk memihak adiknya. Apa pun untuk belahan jiwanya.

"Oh Baejin sayang. Kau juga ikut ambil bagian." Jesper kali ini, membuat Jinyoung mendengus dan melempari kakaknya itu dengan jas almamater sekolahnya. "Bekerjasamalah hyung."

"Bagaimana kabar Haowen? Sudah lebih baik?" Tanya Jiyeon seraya mengusap sayang kepala Haowen.

"Thudah. Tadi Jethpel hyung berjanji membelikan coklat jika Haowen thudah thembuh." Bocah kecil itu bercerita panjang lebar dengan telunjuk yang mengarah pada Jesper, membuat anak sulung Sehun itu tersenyum kecil dengan buku ditangannya.

"Jinyoung hyung bagaimana?" Jiyeon kembali bertanya seraya menunjuk Jinyoung yang tengah mengangguk singkat saat Jesper menjelaskan pelajaran yang ia kurang paham.

"Jinyoung hyung membelikan gelang ini tadi, obat themua penyakit."

"Benarkah?"

"Ya."

Sehun tersenyum saat melihat Siwon berjalan kearahnya. Pria yang tak lagi muda itu tetap terlihat tampan meski dengan umur yang akan masuk kepala empat.

"Kabarmu baik son?" Tanya Siwon.

"Bukan aku yang sakit dad, Haowen." Sehun memutar bola matanya malas. Ia baik.

"Aku hanya ingin basa-basi."

"Tak usah malu-malu. Aku tau kau masih menyayangiku."

"Cih, tidak."

Tak ada yang berubah semenjak kematian Suzy. Selain status, tentu saja hatinya juga kosong melompong, tergembok dengan ikatan mati hingga mati. Hanya Suzy yang melekat sempurna di hatinya.

"Dad, Jiyeon sudah hamil?" Tanya Sehun penasaran. Ini sudah tiga tahun dan Sehun belum melihat tanda-tanda bahwa perut Jiyeon akan meledak karena membuncit membawa bayi.

"Tanyakan itu pada Kris. Bukan padaku!"

"Mana tau kau tau."

"Aku tidak tau!"

Hening.

Lagi.

"Sehun." Siwon memanggil anak bungsunya itu.

"Apa?"

"Tidak ingin mencari ganti?"

Tatapan Sehun berubah sendu, namun detik berikutnya terlihat lebih tajam dari biasanya. Siwon tau itu pertanyaan keramat yang tak boleh diajukan pada Sehun. Hanya saja, ia ingin Sehun ada yang mengurusi.

"Kau tau jawabanku dad. Sekali tidak tetap tidak."

"Ada perempuan yang masih menantimu."

Tak ada jawaban. Siwon tau Sehun sedang menahan marah sekarang. Terbukti dari rahang yang mengeras dan juga tangan yang terkepal erat.

Siwon tau.

"Bae Irene."

Sret.

TBC

THANK U

DNDYP