webnovel

My Soully Angel (Jodoh Sang Dewa Api)

Yafizan - Diturunkan ke bumi akibat serangan fatal dari kekuatannya membuat seorang gadis meninggal karena melindungi adik calon suaminya. Dia selalu bersikap arogant dengan emosi yang meluap - luap karena sifat alami apinya. Tinggal di bumi hampir seribu tahun lamanya bersama asisten yang diperintahkan untuk menjaganya selama di bumi. 1000 tahun kemudian dia dipertemukan dengan reikarnasi gadis yang tanpa sengaja diserangnya, dan gadis itu selalu menolongnya sedari kecil - Soully. Kejadian tak terduga membuatnya keduanya terikat dalam pernikahan.

GigiKaka · Fantaisie
Pas assez d’évaluations
100 Chs

Bab 85

Soully memberanikan diri menginjakkan kakinya di gedung perusahaan yang sudah empat hari ini ia tinggalkan. Rasanya begitu canggung dan sungguh memalukan karena ia memang seperti orang yang tak bertanggung jawab akan pekerjaannya. Padahal Mr.Govind sudah sangat baik padanya. Kemelut dalam hatinya akan masalah rumah tangganya benar-benar menyita waktunya hanya untuk sekedar melarikan diri.

"Nona Soully?" Elly menghamburkan pelukan ketika ia melihat Soully memasuki area gedung perusahaannya. "Kenapa kau tiba-tiba datang ke mari sesore ini? Bukankah kau harus istirahat?" tanyanya.

"Ehm...ada sesuatu yang harus aku urus. Aku ada janji bertemu seseorang. Tapi janjinya dimajukan pada jam 07.00 malam nanti. Jadi, daripada aku harus bolak balik kembali ke rumahmu, mungkin sebaiknya aku mampir saja ke sini. Karena jarak dari sini ke rumah sakit cukup dekat," terang Soully.

"Rumah sakit? Apa kau sakit?" cemas Elly.

Soully menggelengkan kepalanya. "Tidak, aku baik-baik saja." ucapnya menenangkan Elly.

"Syukurlah, aku kira kau sakit," hela Elly bernafas lega.

Soully tersenyum, bersyukur ada teman yang peduli padanya. "Dan aku ke mari juga khawatir karena kau tak membalas pesanku, Elly."

"Ah, maaf aku meninggalkan ponselku di loker. Aku buru-buru tadi karena harus memberikan pesanan Tuan Miller," jelas Elly menekuk wajahnya.

"Kenapa wajahmu seperti itu?" tanya Soully.

"Menyebalkan!" Elly mencebikkan bibirnya. "Kau tahu, hampir saja aku mengalami mati muda," cerita Elly.

"Apa maksudmu? Kau berlebihan." Soully terkekeh mendengar penuturan Elly.

"Tuan Miller sungguh mengerikan ketika ia emosi. Aku sampai membeli berbagai merek air mineral agar ia bisa memilih salah satunya. Tapi, ia malah melemparkan botol-botol air yang aku beli dengan marah-marah. Air mineral merek murni apa yang ia maksud? Ini benar-benar konyol," kesal Elly.

"Apa Mr. Miller saat ini masih belum membaik?" tanya salah satu staff kru bernama Susan yang tanpa sengaja melintas dan mendengar pembicaraan Elly.

"Sangat mengerikan." Elly bergidik ngeri. Dan itu menular pada Susan yang bertanya padanya.

"Kurasa sebaiknya kau jangan ke sana, Nona. Apalagi kau sudah empat hari tidak masuk," saran Susan pada Soully setelah ia pamit bersiap-siap untuk pulang.

"Elly, aku akan menemui tuan Miller," kata Soully.

"Nona, sebaiknya Anda jangan dulu menemuinya. Tuan Miller benar-benar mengerikan," tukas Elly menahan Soully.

"Takkan terjadi apa-apa, Elly. Aku akan baik-baik saja." Soully menggenggam tangan Elly. Kemudian berlalu meninggalkan temannya yang masih dilanda kecemasan itu.

Menghadapi orang-orang yang menyebalkan dan menyeramkan itu sudah terbiasa. Bahkan, suaminya Yafizan lebih buruk. Fikirnya.

***

Soully berjalan perlahan menyusuri koridor menuju ruangannya bekerja dengan membawa bungkusan plastik yang sedari tadi ada dalam genggaman tangannya. Ia menghela nafas dalam ketika langkahnya sudah berada tepat di depan pintu ruangan yang masih tertutup rapat itu. Sejenak tangannya terhenti ketika ia hendak menekan handle pintu untuk dibuka. Sayup-sayup ia mendengar suara Bimo yang sudah dilanda kecemasan.

"Jangan, Tuan. Kumohon jangan lakukan itu. Tahan emosi Anda, Tuan."

Perasaan Soully semakin tidak enak. Ada hal apa yang terjadi di dalam sana? Fikirannya berkecamuk. Terkadang ia ingin balik badan dan kembali saja karena perkataan Elly dan Susan yang menyuruhnya agar tak bertemu Miller terlebih dahulu mungkin benar adanya. Tapi, ia benar-benar harus memastikan apa yang sebenarnya terjadi di dalam ruangannya karena suara Bimo terdengar gemetar dan memelas.

Soully benar-benar bertekad melanjutkan langkahnya untuk memasuki ruangan kerjanya karena suara-suara barang yang terlempar dan berjatuhan membuat ia semakin membulatkan niatnya. Tangannya bergerak penuh semangat menekan handle pintu tersebut lalu ia mendorong pintunya dengan kuat untuk masuk ke dalam.

Hal terjadi di luar dugaan. Soully meringis ketika salah satu botol air mineral yang Miller lempar akibat kekuatan anginnya pecah, mengenai dan membasahi kepalanya.

Ini benar-benar tidak beruntung. Kenapa ia harus selalu berurusan dengan masalah yang berada di balik pintu?

Soully menjatuhkan kantong plastik yang ada di tangannya ketika ia dengan cepat mengusap kepalanya yang sakit akibat terkena lemparan botol plastik yang masih penuh dengan air mineral itu walaupun pada akhirnya botolnya pecah dan airnya membasahi dirinya.

Suara pekikkan serta jatuhnya kantong plastik tersebut seketika membuat Bimo dan Miller yang masih dengan sisi gelapnya menoleh kepada sumber suara itu.

"Nona Soully!" seru Bimo.

"Soul-ly..." lirih Miller merasa terkesiap akan perbuatannya yang tak disangka akan menyakiti orang yang selama ini di carinya.

Miller berlari lalu mendekap erat tubuh Soully. Soully segera melepas diri dari dekapan pria yang menjadi atasannya tersebut dengan masih memegang kepalanya yang terasa linu. Miller menatap Soully yang memang selalu menghindarinya akhir-akhir ini. Perasaan cemas langsung melanda dirinya ketika ia melihat Soully yang masih mengusap kepalanya. Disertai wajah dan rambut perempuan itu yang basah akibat air yang membasahi dirinya tadi. "Ma-maaf, sungguh aku tak bermaksud menyakitimu."

"Sudahlah, Tuan. Kau tak perlu meminta maaf. Ini salahku karena aku tetap bertekad menerobos masuk ke dalam sini tanpa mengetuk pintunya," ucap Soully.

"Kau yakin? I-itu tadi..." Miller tergeragap. Entah mengapa menghadapi perempuan yang ada di hadapannya saat ini membuat ia begitu gugup. Jangan lupakan, iris mata merah monsternya perlahan mulai menghilang ketika ia melihat Soully tadi.

"Tak apa, untung saja ini botol plastik." Soully membungkukkan setengah badannya lalu mengambil kantong plastik yang tadi sempat terlepas dari genggaman tangannya.

"Be-benarkah?" tanya Miller kembali, terliaht jelas ia begitu cemas. Kali ini ia membopong tubuh Soully untuk duduk di sofa ketika ia melihat kening Soully memerah. "Duduklah, aku akan mengambil kotak obat untuk mengobati memar di keningmu."

"Biar saya saja, Tuan." Bimo beranjak segera mengambil kotak obatnya.

Miller berdiri lalu mengambil jas kerjanya yang tersampir di kursi kebesarannya. Kemudian ia menyelimuti kepala Soully yang basah.

"Tuan, nanti jas anda basah." Soully hendak menyingkap kembali jas Miller dari kepalanya, namun terhenti karena Miller menahannya.

"Aku tidak menyimpan handuk di sini. Kau bisa masuk angin," tukas Miller mengeratkan tangannya pada jasnya yang ia tahan menutupi kepala Soully.

"Te-terima kasih." Soully melepaskan tangan Miller dengan perlahan. Terasa canggung karena Miller menatapnya dengan sendu.

Bimo menyerahkan kotak obat kepada Miller. Lalu tangannya bergerak perlahan ketika ia sudah mendapati salep pereda nyeri dan hendak mengoleskannya pada kening Soully yang memerah. Tangannya menyingkap poni rambut yang sudah memanjang itu.

"Aku bisa sendiri, Tuan." Soully menghindar ketika tangan Miller hendak mengoleskan salep pada keningnya.

Tanpa mendengarkan ucapan Soully, Miller malah melingkarkan tangannya pada bahu Soully lalu menariknya ke dalam dekapannya. Soully meronta, namun Miller semakin mempererat dekapannya. "Diam atau aku akan menghancurkan kepalamu ini seperti aku menghancurkan botol air minum itu." ancamnya dengan nada dingin dan mengintimidasi. Pada akhirnya Soully terdiam, dia hanya mencebikkan bibirnya merasa kesal.

Kenapa bosnya ini sama menyebalkannya dengan suaminya yang sedang amnesia itu?

Ada senyuman tipis yang tersungging di bibirnya saat Miller melihat perempuan yang sedang didekapnya ini berekspresi menggemaskan.

"Sudah, biar aku saja, Tuan." Soully berusaha melepas diri ketika dirasa sudah cukup bosnya mengoleskan salep pereda sakit yang terasa dingin di keningnya. Namun, rontaannya malah semakin membuat Miller merekatkan dekapannya seolah tak ingin terlepas.

Padahal tak butuh waktu lama untuk sekedar mengoleskan salep itu. Miller hanya mengulur waktu agar bisa lebih lama berdekatan dengan Soully, perempuan yang sudah membuatnya empat hari ini menggila.

Soully menatap lekat wajah Miller yang terlihat sendu dan berantakan. Ada rasa kerinduan sekaligus kesedihan yang terpendam lama dalam wajah tenangnya itu. Entah mengapa hati Soully selalu menghangat ketika Miller berada di sisinya. Dan tak bisa dipungkiri, ia pun merasa nyaman. Ada rasa yang membuncah jauh di dalam sudut hatinya. Entah itu apa...

"Jangan menatapku seperti itu, Sayang. Kau bisa jatuh cinta padaku." Miller berucap tanpa memandang wajah Soully. Soully bergeming, ia masih menatap wajah Miller dengan lekat, membuat Miller merasa salah tingkah.

Hening...

"Tuan, apa benar aku ini tunanganmu?" tangan Miller terhenti saat hendak mengoleskan salep ketika tiba-tiba Soully menanyakan hal itu padanya. Ingin rasanya ia berteriak saat itu juga bahwa, Ya, aku tunanganmu, calon suamimu!

Mata Miller berbinar saat kemudian ia menatap wajah Soully. Kedua mata mereka bertemu. Hatinya merasa senang. Apa Soully mengingatnya sekarang?

"Tapi, mengapa kau mengabaikanku?" ucapan Soully membuat Miller menegang. Ekspresinya menjadi muram seakan pertanyaan itu menohok dadanya. "Dalam mimpiku," tegas Soully. Namun, terdengar ragu untuk melanjutkan ucapannya. "Dalam mimpiku kau...kau terlihat mengabaikanku. Bahkan menyakiti hatiku," lanjutnya lirih.

Miller mematung. Perlahan ia melonggarkan dekapannya. Lidahnya terasa kelu. Kenapa Soully tiba-tiba bertanya seperti itu padanya? Apa Soully mengingatnya? Apa benar dia jelmaan Malika dalam wujud manusia setelah hampir seribu tahun lamanya?

Tangan Miller yang melonggar membuat Soully terlepas dari dekapannya. Soully menatap bingung ke arah Miller. Ia pun tak mengerti kenapa mulutnya bisa mengeluarkan kata-kata untuk menanyakan hal itu pada bosnya.

Sekilas bayangan mimpinya menyelinap hadir ketika Miller mendekap erat tubuhnya. Saat Soully memandang wajah Miller, bayangan itu hadir mengingatkan ia akan mimpinya yang terlihat samar.

Tangan Miller bergetar, ia tak mampu berkata-kata. Soully menangkap kesedihan yang teramat dalam raut muka Miller. Apa dirinya telah salah bicara?

"Tuan, maaf. Aku tak bermaksud menyinggung dan membuatmu bersedih. A-aku hanya ingin bertanya saja. Entah kenapa aku..." ucap Soully tergeragap hingga Miller memotong perkataannya.

"Maafkan aku..." tukas Miller lirih. "Maafkan aku karena tak bisa menjagamu dan mengabaikanmu," sambungnya.

"Tu-tuan, sungguh aku tak mengerti. Aku benar-benar tak bisa mengingat jika kita..."

"Tak apa, Sayang. Aku akan membuatmu mengingat dan mencintaiku kembali," Miller menangkup kedua pipi Soully. Mengelusnya lembut. Menatap ke kedalaman mata bening itu. Perlahan ia mendekatkan wajahnya.

Soully terpatung. Senyuman Miller serasa menghipnotis dirinya. TIDAK! Ini tidak boleh terjadi. Yafizan suaminya! Tak ada pria lain yang akan memasuki hati dan kehidupannya.

Soully memejamkan matanya, kemudian menghela nafasnya lalu ia membuka kedua matanya hingga tangan mungilnya menutup bibirnya yang hampir saja benda kenyal itu mendarat pada bibirnya yang lembut.

Miller tersenyum getir saat mengetahui bibirnya malah mendarat pada punggung tangan Soully.