webnovel

33. Bertemu Kayla

Sesampainya di kantor Raka. Pas sekali karena aku datang secara mendadak jadi tidak ada kesempatan untuknya melarikan diri menghindariku.

"Saya ingin bertemu dengan Raka."

"Maaf, pak. Apa bapak ada janji terlebih dulu?" kata sekretaris Raka.

"Raka!" teriakku di depan ruangannya.

Tidak lama kemudian, Raka keluar. Dia sedikit terkejut saat melihatku. Raka menyuruhku masuk untuk berbicara di dalam. Aku dan Bayu pun masuk ke ruang kerjanya. Aku langsung menggenggam kerah bajunya.

"Di mana kau sembunyikan Kayla?" bentakku.

"Untuk apa kau tahu?" tanya Raka.

"Aku suaminya! Aku berhak tahu di mana dia!"

"Jika kau suaminya, mana mungkin istrinya pergi ke mana tidak tahu."

"Aku tahu ini semua ulahmu! Kamu dalang dari perginya istriku!"

Raka mendorongku dengan keras.

"Kau tidak pantas untuk jadi suaminya! Berpura-pura mencintai Kayla lalu ditinggalkan setelah mendapatkan hartanya. Iya? Untuk apa mencari dia? Aku tidak akan memberitahu kepadamu ke mana dia pergi karena aku tidak mau melihat Kayla terluka."

"Kayla tidak pergi ke rumah kakaknya! Ke mana kau sembunyikan dia?"

"Apa?" mata Raka terbelalak saat mendengar ucapanku.

"Jangan berpura-pura tidak tahu! Katakan di mana dia?"

"Kamu jangan aneh-aneh kalau ngomong, jelas-jelas dia sendiri yang mengatakan bahwa dia akan pergi ke rumah kakaknya."

Mendengar Raka yang marah, aku mendudukkan diri di atas sofa. Sepertinya Raka memang tidak tahu ke mana perginya istriku. Aku tidak ingin bercerai dengannya. Aku harus bisa segera menemuinya. Fikram menghubungiku.

"Kayla menuju sebuah desa bersama seorang pria yang masih belum tahu dia siapanya Kayla. Anak buahku sedang mengikutinya sekarang. Aku akan segera mengirimkan alamatnya," ujar Fikram.

Fikram menutup teleponnya lalu mengirimkan alamatnya. Aku dan Bayu langsung bergegas menuju tempat itu meskipun jaraknya agak jauh dari sini. Aku tidak menghiraukan Raka yang bertanya keberadaan Kayla. Aku langsung pergi begitu saja meninggalkannya. Bayu membawa mobil dengan kecepatan tinggi.

Anak buah Fikram menghampiriku begitu sampai. Dia memberitahu bahwa Kayla bersama Yudha pengusaha sukses di negara lain. Aku memang pernah bertemu dengannya dulu saat perayaan cabangnya di negara ini.

***

POV Kayla

"Wah, pemandangannya sangat luar biasa. Aku sangat senang bisa datang ke sini," kataku.

"Nikmatilah selagi bisa. Mari kita masuk, biarkan Surya yang membawakan tasmu itu," kata Yudha.

Aku mengangguk lalu mengiringi langkah kakinya. Mataku berbinar melihat kemewahan vila yang Yudha miliki. Yang aku khayalkan ternyata lebih indah jika melihatnya secara langsung. Aku kira vila ini tidak ada orang, ternyata ada beberapa asisten rumah tangga dan dua orang penjaga di sini.

"Kay, kamu pasti lelah menggendongnya setiap saat. Aku memberikan ini untukmu, sebagai hadiah. Terimalah," ujar Yudha.

"Sejak kapan kamu membeli ini? Apa pernah ada bayi sebelumnya di sini?" tanyaku.

"Tidak. Aku tadi menyuruh orang untuk membelikannya saat kau pergi ke kamar mandi tadi."

"Oh. Terima kasih."

Aku menidurkan Clarisa di stroller. Aku sungguh sangat senang hingga aku hampir lupa dengan sedihku. Aku pun pergi ke halaman belakang. Pandangannya sangat menakjubkan. Di kota pemandangan seperti ini sulit di lihat. Hanya ada kendaraan yang berlalu lalang saja.

"Kau benar-benar menikmatinya," ujar Yudha.

"Tentu saja! Aku harus merekamnya di otakku untuk aku tuangkan dalam gambar. Terima kasih sudah membawaku ke tempat ini," kataku.

Tempat vilanya memang berada di atas bukit yang tidak begitu banyak orang. Maka dari itu, pemandangan persawahan dan pepohonan terlihat bak lukisan jika dilihat dari sini. Tiba-tiba seorang asisten rumah tangga menghampiri kami dan memberitahu bahwa ada seseorang di luar.

"Siapa yang datang? Aku tidak membuat janji dengan siapa pun terlebih untuk datang ke sini," sahut Yudha.

Aku tetap berada di halaman belakang menikmati pemandangan alam ini dan duduk di kursi kayu panjang. Sementara, Yudha pergi ke dalam untuk bertemu dengan temannya. Untuk mengabadikannya, aku memotret beberapa foto pemandangan begitu juga fotoku bersama Clarisa. Aku tersenyum melihat cantiknya Clarisa di foto.

"Kayla!" panggil seorang pria yang tidak asing lagi.

"Adit?"

Aditya. Tidak salah lagi. Untuk apa dia datang ke sini? Bagaimana dia bisa tahu keberadaanku padahal aku sudah mengganti ponselku. Tidak mungkin dia bisa menemukanku secepat ini.

"Jangan mendekat!" begitu Aditya hendak menghampiriku.

"Kayla, aku mohon," ucap Aditya memelas.

"Yudha aku minta tolong tinggalkan kami," kataku pada Yudha yang berdiri di belakang Aditya.

"Baiklah. Bicara saja kalian berdua. Aku akan membawa Clarisa masuk. Tidak baik untuknya mendengar pertengkaran kalian," kata Yudha lalu membawa Clarisa ke dalam.

Aditya menghampiriku. Menangkup wajahku dan mengarahkan pandanganku untuk melihat ke arahnya. Mataku mulai berkaca-kaca.

"Maaf," gumam Aditya.

Air mata pun berlinang. Aku sudah tidak bisa menahan air mataku lagi.

"Surat itu bukan aku yang mengirimkannya. Itu dari ayah untuk menjebakmu. Aku begitu sangat mencintaimu, bagaimana mungkin aku akan menceraikanmu? Untuk apa aku melakukannya setelah menunggumu lima tahun yang lalu untuk bisa kembali bersamamu," katanya sambil memelukku.

"Kamu jahat! Kamu tahu betapa aku marah saat surat itu datang?"

"Aku bahkan tidak menandatanganinya. Yang ada aku robek surat itu. Kembali padaku Kay."

Aku masih menangis dalam pelukannya. Sungguh aku membencinya tapi aku merasa nyaman dalam pelukannya. Aku melepaskan pelukannya. Dia menghapus air mataku lalu menciumku. Aku kembali ke dalam. Yudha terkejut saat melihat mataku yang sembab.

"Apa yang kamu lakukan?" tanya Yudha.

"Aku akan membawa pulang istriku. Terima kasih sudah menemaninya jalan-jalan," sahut Aditya.

"Kay?" tanya Yudha kepadaku.

"Aku tidak apa-apa. Aku akan pergi bersamanya. Terima kasih sudah menemaniku selama beberapa hari," kataku.

"Kalau dia melakukan kekerasan padamu, bilang padaku. Aku akan membantumu! Jangan takut itu," sahut Yudha.

"Tidak apa-apa. Adit tidak melakukan kekerasan apa pun. Itu hanya salah pahamku padanya," jawabku.

"Kayla, kamu enggak usah bohong. Jangan takut! Bilang saja padaku, aku akan mengurus itu," kekeh Yudha.

"Sungguh, Yud. Kami hanya salah paham saja," kataku meyakinkannya.

Yudha menghela napas lalu membiarkan aku pergi dengan Aditya. Meskipun ini ternyata salah paham, tetap saja aku masih merasa sakit hati karenanya. Aditya membawakan tasku. Ternyata aku sedari tadi diikuti oleh anak buahnya Fikram tentu saja. Aku bersyukur jika itu benar hanya salah paham. Tapi jika itu memang bukan salah paham, berarti aku akan merasakan sakit hati lagi. Mobil pun melaju.

"Sayang, Yudha siapanya kamu? Aku sangat terkejut mendengar kamu bersamanya," tanya Aditya yang memelukku sambil mengusap Clarisa.

"Dia temanku. Aku kenal darinya lewat online. Dan itu sebelum aku kenal denganmu. Aku bertemu dengannya dulu hanya sekali atau dua kali, ya? Aku lupa. Pokoknya begitu," jawabku.

"Apa yang membuatmu percaya padanya sedangkan kalian belum lama kenal."

"Iya, ya? Lagian dia baik juga. Aku tidur di kamar bersama Clarisa dan dia tidur di luar bahkan tidurnya di lantai yang hanya beralaskan tikar ..."

"Sssttt. Aku tidak ingin mendengarnya lagi. Aku cemburu saat melihatmu bersama laki-laki lain," katanya sambil membenamkan wajahnya di bahuku.

Sungguh imut sikapnya seperti ini. Dia pun menceritakan bagaimana saat aku tidak ada bersamanya. Aku terkejut mendengar dia tidak pulang sama sekali dan hanya bekerja sepanjang hari. Lelah mencariku, Aditya sampai tertidur lelap seperti anaknya.