webnovel

16. Tasyakuran

POV Kayla

Beberapa bulan kemudian. Perutku pun sudah membesar. Aku hiatus dari membuat komik karena Aditya tidak mau aku kelelahan. Rumor pun aku tidak lagi mendengarnya belakangan ini. Hanya saja, aku masih jadi bahan omongan orang selama beberapa bulan terakhir. Dan karenanya Aditya menyuruhku untuk diam di rumah dan tidak mengizinkanku untuk pergi keluar sendiri. Dia jadi semakin posesif setelah terjadi kejadian seperti itu.

Usia kandunganku sekarang sudah menginjak tujuh bulan. Aku akan meminta kak Tyas datang untuk tasyakuran kandunganku ini, lagi pula aku merindukan dua keponakanku.

"Viktor Group memutuskan kerja sama dengan VK Group?" kata Aditya yang berada di belakangku. Aku menoleh padanya.

"Baik, simpan data itu. Ini sudah saatnya untuk menyerang VK Group," sambungnya kemudian lalu menutup teleponnya.

"Ada apa?" tanyaku penasaran.

"Sudah tiga perusahaan yang memutuskan kerja samanya dengan perusahaan ayah. Bahkan pengeluaran pun terus meningkat. Aku harus memberitahu ini secepatnya sebelum perusahaan benar-benar hancur."

"Aku ingin pergi denganmu. Aku bosan diam di rumah terus."

"Kebetulan Rena berulang tahun lusa. Kita pergi ke sana nanti dan membicarakan masalah ini."

"Kalau begitu beri aku izin, aku ingin pergi keluar untuk membelikan hadiah untuk Rena."

"Nanti kita pergi bersama, ya?"

Aku menganggukkan kepala dengan antusias. Tersenyum lalu Aditya pun kembali ke depan untuk menjaga warung nasinya. Aku pun melanjutkan niatku tadi yang sempat tertunda. Telepon pun diangkat oleh kak Tyas.

"Kak, lihat perutku semakin membesar," ucapku sambil memperhatikan perutku."

Kak Tyas tersenyum. "Sudah ada tujuh bulan?"

"Iya, aku menghubungi untuk membantuku menyiapkan acara tasyakurannya."

"Baiklah, sepulang sekolah Farhan nanti kakak datang ke sana. Oke?"

"Oke, akan aku tunggu."

Telepon pun terputus. Aku pun keluar menghampiri Aditya. Dia sibuk melayani pelanggan karena sebentar lagi waktunya makan siang.

"Sayang, aku ingin bantu," kataku.

Aditya melihat ke arahku sebentar lalu kembali membungkus pesanan.

"Tidak, kamu diam saja. Kamu sedang hamil jadi jangan membantuku dulu."

Aku melihatnya memberikan kantung plastik berisi makanan yang dia bungkus tadi. Tanpa sadar aku cemberut sambil melipat kedua tanganku.

"Mas, istrinya marah tuh," kata seorang wanita yang hendak memesan.

Aditya melihat ke arahku lagi.

"Dika, tolong layani pembeli dulu," titahnya. Dika mengangguk lalu melayani pembeli.

"Kalian tetap harmonis ya, meskipun kalian selalu mendapat cobaan. Semoga orang-orang yang membenci kalian lebih cepat sadarnya untuk tidak mengganggu rumah tangga orang lain," katanya setelah menyebutkan pesanannya.

"Iya, terima kasih bu," jawab Aditya.

Aditya lalu mengajakku untuk berbicara di dalam.

"Sudahlah, ada apa? Apa kamu mau pergi jalan-jalan?" tanyanya.

"Bukan itu. Aku ingin mengadakan tasyakuran tujuh bulanan untuk anak kita ini."

Aditya tersenyum lalu mengusap perutku lalu berlutut. "Wah, anak papi sudah besar ya?" Katanya lalu mencium perutku. Dia pun kembali berdiri. "Baiklah."

"Aku ingin malam ini, boleh ya? Aku sudah menghubungi kak Tyas untuk membantuku, dan aku akan minta Vina untuk mengundang tetangga."

Aditya mengangguk. "Baiklah jika itu mau mu. Aku akan meminta Rena yang membelikan makanan untuk nanti malam."

"Terima kasih, sayang."

Aku memeluknya dan menciumnya. Aditya pun pergi melanjutkan pekerjaannya. Aku menghubungi Vina untuk meminta bantuannya. Dia pun bersedia.

Kak Tyas pun datang bersama anak-anaknya. Aku tidak melihat suaminya datang bersama.

"Kak Ardi tidak ikut, kak?" tanyaku.

"Tidak, nanti dia akan datang ke mari," jawab kak Tyas.

"Bibi perutnya besar, apa benar ada bayinya di dalam perut bibi?" tanya Azka sambil memegang perutku.

"Iya, di sini ada bayinya. Kalau bayinya sudah lahir, kamu mau bermain dengannya?" kataku.

"Iya, aku akan mengajaknya bermain sepeda, kak Farhan tidak mau mengajakku bermain sepeda," adunya. Sangat menggemaskan.

"Apa bawa-bawa namaku? Jelas aku tidak mau karena kamu tidak bisa membawa sepeda," sahut Farhan

"Mama lihat kak Farhan ..." adunya lagi kepada ibunya.

Kak Tyas mengajaknya masuk untuk menenangkannya. Sangat menggemaskan. Aku tidak sabar menjadi ibu. Aditya menghampiriku. Pekerjaannya sudah selesai karena pagi tadi dia tidak memasak terlalu banyak. Ibu dan Rena pun datang untuk membantu menyiapkan acaranya. Aku sangat senang mendapatkan ibu mertua yang baik.

"Bagaimana keadaanmu? Maaf ibu baru mengunjungimu lagi. Ibu kesulitan mencari alasan untuk bisa menemuimu," jelas ibu.

"Tidak apa-apa, ibu. Bahkan aku sangat senang ibu bisa hadir di sini," kataku.

"Kak Kay ini makannya disimpan di sebelah mana?" tanya Rena.

"Masuk saja, taruh dekat dapur. Terima kasih ya sudah mau membantu," ujarku.

"Dika ayo bantu aku," pinta Rena.

Setelah menyiapkan semuanya, kami bercerita mengusir keheningan dan mengakrabkan diri satu sama lain karena jarang bertemu.

Hari pun berganti malam. Para tamu mulai memenuhi rumahku, begitu pun ustazahnya datang dan memulai acaranya. Di pertengahan acara, tiba-tiba ayah datang bersama Sherlin.

"Aditya! Dasar kamu ya! Dia juga sedang mengandung anakmu kenapa malah tidak ada acara untuknya?" teriak ayah.

Semua terkejut dan mulai berbisik-bisik lagi. Aditya langsung berdiri membawa ayah Retno keluar dengan kasar.

"Berani kamu ya? Aku ini orang tuamu! Kalau aku tidak ada kamu juga tidak bakalan ada di dunia ini."

"Lebih baik aku tidak dilahirkan dari pada harus memiliki ayah yang menghancurkan anaknya sendiri. Kau tidak pantas disebut dengan panggilan ayah!"

"Beraninya kamu!" Bentak ayah, lalu melihat ibu Kayla ada di sampingku. "Kamu datang ke sini tanpa bilang padaku? Istri macam apa kamu, hah?"

Ayah yang hendak menarik tangan ibu didahului oleh Aditya yang menarik tangan ayah.

"Jangan ganggu ibuku. Sekali lagi kamu berani berkata kasar pada ibu, aku tidak akan mengampunimu," sahut Aditya.

"Adit, ini ayahmu, ..." kata Sherlin yang langsung di potong oleh Aditya.

"Diam kamu! Kamu tidak ada urusannya denganku!"

"Ini anakmu Adit," ujar Sherlin.

"Itu bukan anakku, aku tahu kamu tidur dengan laki-laki lain sebelum menculikku," kata Aditya.

"Sejak kapan aku menculikmu? Kamu sendiri yang datang padaku lalu memaksa dan bilang kalau istrimu sudah tidak perawan di malam pertamanya," aku terkejut mendengar perkataan Sherlin.

Pada ibu-ibu yang masih ada di sini pun bubar, membiarkan kita menyelesaikannya. Aku melihat kak Tyas tidak ada, mungkin sedang mengajak anak-anaknya ke dalam untuk tidak melihat keributan ini.

"Siapa kamu berani mengatakan itu tentang adikku?" sahut kak Ardi.

"A-aku..." Sherlin tergagap setelah melihat kak Ardi.

Aditya memperlihatkan foto Sherlin yang sedang berhubungan dengan laki-laki lain. Tentu saja Sherlin mengelak dan mengatakan itu adalah akal-akalanku untuk menjatuhkannya.

Aku merasa benar-benar memiliki keluarga sekarang, karena banyak yang membelaku sekarang. Tidak seperti waktu ayah dan ibuku meninggal, yang aku miliki hanya kakak.

Aku tidak menyangka Aditya membeberkan kelakuan Sherlin yang membuat ayah Retno terdiam.

"Tidak, paman. Itu bukan aku. Aku dijebak paman," kata Sherlin sambil menggoyang-goyangkan tangan ayah Retno.

Ayah masih tidak bergeming. Dia lalu pergi yang di ikuti Sherlin, yang mana dia memohon untuk percaya padanya lagi.

"Sudahlah Sherlin, biarkan paman sendiri dulu," kata ayah lalu menepis tangan Sherlin.

Aditya menghampiri Sherlin.

"Aku bisa menghancurkanmu seperti kamu menghancurkanmu. Aku juga tahu kalau perutmu itu palsu. Kamu tidak hamil sungguhan, aku benar kan?"

Sherlin mengendus kesal. Dia pun pergi. Aku menghela napas panjang. Pasti akan ada lagi gosip esok pagi karena keributan ini.