webnovel

MY JERK PRINCE

Rhysand Grissham tidak pernah puas mencari maid di istana. Padahal, maid di rumahnya sudah mencapai dua puluh maid! Akan tetapi, ia terus mencari maid pribadi karena mereka semua selalu membuat kesalahan. Kemudian, hadirlah sosok Audrey. Seorang gadis manis yang belum mengerti apa-apa. Namun, entah mengapa Rhysand tidak pernah bisa berhenti memandangi gadis itu. Dan, tanpa sadar, gadis itu memiliki banyak sekali misteri di dalamnya. Akankah Rhysand dapat menguak misteri yang ada pada Audrey? Dan, apakah mampu Audrey menghadapi Rhysand?

Dark_Prince1 · Fantaisie
Pas assez d’évaluations
305 Chs

Arogansi Pangeran Rhysand

Dan, ketika itu … Audrey melihat daging sapi yang masih merah dan memang belum matang.

Seketika, sekujur tubuh Audrey bergetar bukan kepalang. Gadis itu melihat dengan takut ke arah Rhysand.

Rhysand melihat Audrey dengan tatapannya yang penuh amarah, sangat menusuk, bahkan serasa bisa menikam, dan membunuhnya kapan saja. Terlebih mengingat, Rhysand Grissham adalah pangeran yang kejam lagi bengis. Ia tak tanggung-tanggung untuk memberikan hukuman kepada siapa pun pelanggarnya.

"Kamu ingin aku mati atau bagaimana, memberikan steak yang tidak matang?"

"Apakah matamu buta memberikan kami steak tidak matang?" cerca Rhysand.

Dan kesalahan Audrey kali ini, tidak dapat diterima …

"Aku tahu, kamu adalah rakyat jelata yang bodoh, tapi setidaknya kamu tahu, kan, kalau daging mentah itu berbahaya untuk dimakan?" seru Pangeran Rhysand.

Ia lalu mendengus, "Apa kamu tidak tahu?"

"Yah, aku paham kenapa kamu tidak tahu. Sejak awal, pemilihan maid secara buta ini tidak masuk akal!"

Senandika melemparkan piring yang ada di depannya! Refleks, Audrey menyipitkan matanya, ia takut …

'PRANGG!!'

Piring itu melayang dan pecah di pilar. Hancur seketika.

Mendengar keributan itu, Mademoiselle Edeva yang berada di dekat sana, langsung mendekat. Mulutnya menganga. "Ada apa ini, sebenarnya, Tuanku Pangeran?"

"Tanya saja kepada maidmu yang bodoh!" seru Rhysand tanpa melihat ke arah Audrey sama sekali. Ia mengelap tangannya.

Sekejap mata, Mademoiselle Edeva melemparkan pandangannya kepada Audrey. Ia pun bertanya tentang situasi yang tengah terjadi. Audrey mengatupkan bibirnya erat-erat. Mana mungkin, dia berbicara …

Saat ini saja, tangannya masih gemetaran. Ia bahkan tak berani untuk bersitatap dengan Rhysand, saking merebak rasa takut itu!

'Bagaimana kalau aku dihukum, dan dipancung?'

Tak ayal pertanyaan itu masuk ke dalam otaknya. Sikap superior Kerajaan Atalaric pada Wilayah Pangeran Rhysand di bagian Utara, memanglah terkenal mengerikan dan tak masuk akal.

Namun, inilah kenyataannya. Bayang-bayang kekejaman itu masih akan terus menghantuinya, kapan pun dia berjalan! Selama dia masih hidup sebagai rakyat di Wilayah Pangeran Rhysand!

Pikiran Audrey sudah menyebar ke mana-mana. Kepada ayah dan ibunya, adik-adiknya…

Ia menggigit bibirnya, 'Pruistine dan Nissim masih terlalu kecil … Kalau mereka tahu tentang ini bagaimana?'

"Kenapa kamu diam saja? Inikah sopan santunmu sebagai maid?" tanya Mademoiselle Edeva, ia tak mencoba untuk mengerti posisi Audrey, hanya memikirkan sisi Pangeran Rhysand.

"Siapa yang bertanggungjawab di dapur kali ini?" tanya Pangeran Rhysand kepada Mademoiselle Edeva.

"Seperti biasa, Tuan Mallory, Pangeran Rhysand." jawab Mademoiselle Edeva.

"Cepat panggilkan seluruh juru masak, termasuk Mallory!" titah Pangeran Rhysand dengan lantang.

Sementara itu, Pangeran Cladius menyadari bahwa aura di ruang makan ini sudah tidak tenang, bahkan cukup mengkhawatirkan. Ia memperhatikan arogansi Pangeran Rhysand yang tidak bisa ditahan.

Pangeran Cladius menghembuskan napas, ia mencetus, "Rhysand, ini hanyalah steak yang tidak matang. Kesalahan itu bisa terjadi kapan saja."

"Tidak perlu bersikap seperti ini, Rhysand." ujar Pangeran Cladius penuh wibawa.

Perlahan-lahan, perasaan gemetar yang menjangkiti tubuh Audrey sedikit lebih tenang. Ada secercah harapan yang muncul dari perkataan Pangeran Cladius tersebut.

Namun apa, Pangeran Rhysand sama sekali tidak mengindahkan kalimat dari Pangeran Cladius. Dengan sikap dinginnya, ia hanya berkata, "Kalau aku biarkan mereka, akan muncul tabiat buruk, mereka akan merendahkanku, menganggap apa, kepadaku?"

"Tidak akan, Rhysand. Citramu di kerajaan ini sudah cukup menakutkan. Apakah kamu tidak ingin mengubahnya?" tanya Pangeran Cladius netral.

Ketika ia menyamar sebagai rakyat biasa ke Kerajaan Atalaric di bagian utara, menyusuri kota dan jalanan, ia mendengar berbagai macam berita buruk tentang Pangeran Rhysand.

Sebagai sahabat Pangeran Rhysand sejak kecil, Pangeran Cladius berharap kalau segala perkataan buruk tentang Pangeran Rhysand bisa menghilang.

Karena, Pangeran Cladius tahu, ada alasan di balik itu … Ada sesuatu yang tersembunyi, yang seluruh rakyat di Kerajaan Atalaric tidak tahu.

Alasan-alasan kenapa Pangeran Rhysand begitu kejam dan memberikan segudang peraturan yang ketat kepada maidnya. Termasuk pemilihan maid.

"Rhysand, kamu tidak perlu sekeras itu kepada rakyatmu sendiri. Bagaimana pun, mereka mengharapkan belas asihmu." saran Pangeran Cladius.

Pangeran Rhysand tetap kukuh kepada pendiriannya. "Aku tidak peduli apa pada mereka."

Pangeran Cladius menggertakkan giginya. Sedikit kesal dengan watak keras Pangeran Rhysand, hendak menyentak, mengelak kalimat itu, tiba-tiba segerombolan orang yang tadinya berada memasak di dapur telah datang.

Wajah mereka penuh ketakutan. Apalagi mereka melihat adanya piring yang telah hancur di sudut ruangan.

Secara otomatis, mereka menyadari hal yang buruk telah terjadi. Namun, Tuan Mallory berusaha tenang. Ia beserta pelayan di dapur membungkuk penuh hormat.

"Bagaimana, Tuanku Pangeran? Ada yang bisa aku bantu?" tanya Tuan Mallory kepada Pangeran Rhysand.

"Siapa yang bertanggung jawab memasak steak?" hardik Pangeran Rhysand kepada Tuan Mallory.

Mendadak, para pelayan berbisik-bisik, mereka menggeleng, merasa tidak memasak steak. Tuan Mallory pun mengajukan pertanyaan kembali, "Apakah ada yang salah dengan steak tersebut, Pangeran Rhysand?"

"Tidak usah banyak tanya, jawab saja pertanyaanku, Mallory!" lantang Pangeran Rhysand, suaranya hingga mencapai ke seantero ruangan makan yang besar ini!

Semua orang di ruang makan itu terdiam. Tuan Mallory dengan napas tercekat ia pun menjawab, "A-audrey yang bertanggungjawab atas steaknya."

Pangeran Rhysand membeliak, "Apa?! Bagaimana bisa?! Bukankah ini tanggung jawab kalian untuk memasak? Kenapa kalian malah menyuruh Audrey?!"

Kemarahan Pangeran Rhysand menjadi-jadi. Ia dan Hugo telah merumuskan beberapa aturan, sesuai dengan tugasnya masing-masing. Namun, apa? Mereka melanggarnya?

"Coba jelaskan kepadaku, apa yang sebenarnya terjadi!" titah Pangeran Rhysand.

Tiba-tiba saja Tuan Mallory mengucapkan, "Ma-maafkan aku, Pangeran! Kondisi dapur sedikit terdesak. D-dia yang mengatakan sendiri kalau mau membantu."

"I-itu benar!" seru yang lainnya, membela Tuan Mallory.

Sontak, Audrey memandang ke arah mereka penuh dengan wajah tidak percaya. Ia dikhianati oleh Tuan Mallory dan seluruh orang di dapur –kecuali Miss. Adaline, wanita paruh baya itu menatapnya dengan ekspresi penuh arti, permintaan untuk bersabar—.

Audrey menurut. Ia menghela napas panjang.

Seketika saja, Tuan Mallory menunjuknya, "Semua ini, pelakunya adalah Audrey! Dia meminta sendiri untuk masak di dapur, tetapi, dialah yang menghancurkan masakan steakku!"

Pangeran Rhysand mendengus, maju beberapa langkah ke depan, bersitatap dengan Audrey, "Oh … Jadi kamu pelakunya?"

Audrey tergugu, menunduk ke bawah, melihat ujung sepatunya sendiri, sementara Pangeran Rhysand sudah ada di depannya. Bayangan tubuhnya membayang, menutupinya.

"Kenapa kamu melakukannya, Audrey?" tanya Pangeran Rhysand dengan suara yang amat mencekam.

Gadis itu ketakutan. Keringat dinginnya meluncur begitu saja. Bahkan, ia merasa kalau suhu tubuhnya mendingin sekejap mata.

"Bisa jelaskan kenapa kamu melakukannya, hah?!" seru Pangeran Rhysand, emosinya memuncak.

Situasi kian keruh. Pangeran Rhysand berjalan dengan wajah yang suram.

"Miss. Frankie! Jawablah! Kenapa kamu memberikan daging mentah kepada Pangeran Rhysand dan tamunya?!" pekik Mademoiselle Edeva, ikut marah dengan apa yang terjadi.

Ketika itu, Audrey mendongak. Dia pun ….

***