webnovel

Ritual (II)

"Iyalah, terserah. Pokoknya sekarang papa harus cariin daki--- eh, maksudku benda empuk kayak guling panjang yang biasa kupeluk pas tidur itu lho, Pa." Ryushin menjelaskan sambil mengangkat kedua tangannya di udara, meyamakan dengan panjang guling yang dia cari.

"Oh ... itu?" pandangan Jangjun mengarah ke bantal panjang bergambar karakter Yurippe yang tergeletak di lantai kamarnya, "tadi Papa minjem. Soalnya ukurannya sangat pas untuk dipeluk."

"APA?!" teriak Ryushin.

Ia menubruk papanya yang berada di ambang pintu, menerobos masuk. Ia segera mengambil dakimakura kesayangannya.

Bahkan, Ryushin harus menabung selama setahun dulu demi mendapatkan itu. Bisa-bisanya papanya itu mengambil tanpa sepengetahuannya, batin Ryushin.

"Papa, ini kan dakimakura punyaku! Antique, unique, keluaran terbaru, limited edition, mahal. Sejak kapan Papa menyukai barang-barang seperti ini. Apa Papa berniat melelangnya atau jangan-jangan malah ingin menjualnya? Oh, tidak!!"

Mulut Ryushin mengangga. Ekspresi yang sungguh tak elit.

Melihat ekspresi itu, Jangjun merasakan seperti de javu. Sedetik kemudian, Jangjun tertawa terbahak-bahak. 'Bagaimana bisa mereka semirip itu?' pikirnya.

Ryushin megerucutkan bibirnya. Ia malah dibuat bingung dengan tingkah papanya itu. Apa terlalu lama menjomblo mengakibatkan gangguan mental. Apa sebaiknya ia melapor ke Tante Jia-nya saja? Selama ini yang ia tahu tantenya itulah yang menjadi pawang keliaran papanya. Ah, tapi tantenya itu 'kan sudah tinggal di luar negeri, batin Ryushin.

Namun, pikiran nista Ryushin terhenti saat pandangannya menangkap sesuatu. Tissu tergeletak di samping ponsel papanya. Terdapat sabun mandi juga di sana. Oh iya, baru Ryushin sadari, dakimakura-nya tadi juga berada di dekat ponsel, tissu dan sabun tadi.

Mata Ryushin langsung melotot, meskipun yang berhasil ia tampilkan hanya mata segarisnya, mata yang sangat mirip dengan Jangjun. Tapi, kalau kelakuan lebih mirip dengan Nana.

"Pa-pa habis melakukan ritual ya?" tanya Ryushin dengan tatapan menyelidik.

"Ohok!! Ohok!! Ri-ritual apa, Shin?"

Jangjun tersedak ludahnya sendiri sampai batuk keras saking terkejutnya.

"Itu lho, Pa. Ritual yang biasanya para jomblo lakukan di malam minggu seperti ini," jawab Ryushin dengan muka polos yang ia buat-buat.

Jangjun berjalan mendekat ke arah Ryushin. Ia menangkupkan kedua tangannya ke pipi tirus Ryushin.

"Ke-kenapa kau bisa berucap seperti itu? Siapa yang menodai kepolosanmu, Shin?" tanya Jangjun dengan ekspresi sedih.

"Soalnya, aku juga biasa melakukan itu, Pa. Hehehe," jawab Ryushin sambil tersenyum cerah.

"A-APA??!" pekik Jangjun, panik. Pikirannya sudah kacau karena memikirkan jika putranya itu melakukan hal yang tidak-tidak.

"Iya, aku dapat video dari teman-teman biasanya. Aku juga punya yang HD lho, Pa. Papa mau? Biar kukirim lewat bluetooth, karena hp kita 'ka nggak bisa buat download share it!" gumam Ryushin. Ryushin mulai mengeluarkan ponsel jadul yang masih bertombol qwerty.

Pikiran Jangjun sudah semakin kacau saja saat ini. Apa ia telah salah mendidik anaknya selama ini? Bagaimana bisa anaknya itu menonton dan menyimpan video dewasa? Apa sangat sulit mempertahankan kepolosan remaja di zaman modern seperti ini? batin Jangjun, miris.

Sepertinya Jangjun lupa atas apa yang ia lakukan lebih dari Ryushin belasan tahun silam.

Jangjun menutup rapat-rapat matanya. Ia tak ingin melihat video yang akan Ryushin perlihatkan.

***

Mata Ryushin langsung melotot, meskipun yang berhasil ia tampilkan hanya mata segarisnya, mata yang sangat mirip dengan Jangjun. Tapi, kalau kelakuan lebih mirip dengan Nana.

"Pa-pa habis melakukan ritual ya?" tanya Ryushin dengan tatapan menyelidik.

"Ohok!! Ohok!! Ri-ritual apa, Shin?"

Jangjun tersedak ludahnya sendiri sampai batuk keras saking terkejutnya.

"Itu lho, Pa. Rtual yang biasanya para jomblo lakukan di malam minggu seperti ini," jawab Ryushin dengan muka polos yang ia buat-buat.

Jangjun berjalan mendekat ke arah Ryushin. Ia menangkupkan kedua tangannya ke pipi tirus Ryushin.

"Ke-kenapa kau bisa berucap seperti itu? Siapa yang menodai kepolosanmu, Shin?" tanya Jangjun dengan ekspresi sedih.

"Soalnya, aku juga biasa melakukan itu, Pa. Hehehe," jawab Ryushin sambil tersenyum cerah.

"A-APA??!" pekik Jangjun, panik. Pikirannya sudah kacau karena memikirkan jika putranya itu melakukan hal yang tidak-tidak.

"Iya, aku dapat video dari teman-teman biasanya. Aku juga punya yang HD lho, Pa. Papa mau? Biar kukirim lewat bluetooth, karena hp kita 'ka nggak bisa buat download share it!" gumam Ryushin. Ryushin mulai mengeluarkan ponsel jadul yang masih bertombol qwerty.

Pikiran Jangjun sudah semakin kacau saja saat ini. Apa ia telah salah mendidik anaknya selama ini? Bagaimana bisa anaknya itu menonton dan menyimpan video dewasa? Apa sangat sulit mempertahankan kepolosan remaja di zaman modern seperti ini? batin Jangjun, miris.

Sepertinya Jangjun lupa atas apa yang ia lakukan lebih dari Ryushin belasan tahun silam.

Jangjun menutup rapat-rapat matanya. Ia tak ingin melihat video yang akan Ryushin perlihatkan.

"Ini judulnya Time, Pa. Ceritanya si cewek awalnya benci bangat sama karakter cowok. Terus, pas si cewek mulai suka sama si cowok eh cowoknya mati gara-gara tumor otak. Romatis dan sedih banget pokoknya, Pa. Aku aja sampai habis satu pacs tissu gara-gara nangis saking terharunya." Ryushin berucap sambil menunjukkan ponselnya pada papanya.

"Hehh? A-apa?" Jangjun berkata kikuk. Ia membuka sebelah matanya untuk menatap layar ponsel Ryushin.

"Oh ... ahahaha ternyata hanya drama Korea? Ahahaha ada apa ini denganku? Ahahaha ...."

Jangjun kembali tertawa begitu keras. Jangjun memagangi perutnya dan ia malah tiduran di lantai. Jangjun masih tertawa sambil berguling-guling tak jelas. Menertawakan perasangka buruknya pada Ryushin tadi.

"Papa tahu? Semakin lama Papa semakin aneh. Apa ini efek dari kejombloan yang abadi?" ucap Ryushin sembari mengambil langkah seribu, sebelum ia dipukul lagi oleh papanya.

"Hey!! Masih mending Papa cuma jomblo. Daripada kamu, sudah jomblo, wibu lagi! Rumah kita bau bawang tahu! Dasar cowok pemuja cewek dua dimensi!" teriak Jangjun, membalas ejekan putranya.

"Daripada Papa yang nggak bisa move-on!!" sahut Ryushin dari kamarnya, yang berada di sebelah kamar Jangjun.

"Daripada kamu juga yang jomblo dari lahir!!" terik Jangjun juga, tidak mau kalah.

"Kayak papa pernah pacaran aja!" sahut Ryushin kembali.

"Ya pernahkah, Shin! Kamu kira papa menghasilkanmu itu tanpa pacaran dulu, hah?!"

"Kata Tante Jia papa nggak pernah pacaran dari lahir kok!" balas Ryushin lagi dari kamarnya.

"Meski bukan pacara secara resmi, tapi papa ini banyak teteem-nya tahu!" sahut Jangjun juga, tidak mau kalah.

"Ryushin juga meski wibu tapi banyak yang ngejar-ngejar tuh!"

Klontang!! Krompyang!!

Perdebatan ayah dan anak itu berakhir dengan suara panci, piring, gelas yang dilempar di depan rumah mereka.

"JANGAN BERISIK, WOY! UDAH MALEM!" teriak tetangga sebelah rumah Jangjun.

"MAAFKAN KAMI, PAK JONI!!" sahut Jangjun dan Ryushin bersamaan.