webnovel

My Bittersweet Marriage

Aarhus. Tempat yang asing di telinga Hessa. Tidak pernah sekalipun terlintas di benaknya untuk mengunjungi tempat itu. Namun, pernikahannya dengan Afnan membawa Hessa untuk hidup di sana. Meninggalkan keluarga, teman-teman, dan pekerjaan yang dicintainya di Indonesia. Seolah pernikahan belum cukup mengubah hidupnya, Hessa juga harus berdamai dengan lingkungan barunya. Tubuhnya tidak bisa beradaptasi. Bahkan dia didiagnosis terkena Seasonal Affective Disorder. Keinginannya untuk punya anak terpaksa ditunda. Di tempat baru itu, Hessa benar-benar menggantungkan hidupnya pada Afnan. Afnan yang tampak tak peduli dengan kondisi Hessa. Afnan yang hanya mau tinggal dan bekerja di Denmark, meneruskan hidupnya yang sempurna di sana. Kata orang, cinta harus berkorban. Tapi, mengapa hanya Hessa yang melakukannya? Apakah semua pengorbanannya sepadan dengan kebahagiaan yang pernah dijanjikan Afnan?

IkaVihara · Urbain
Pas assez d’évaluations
10 Chs

TIGA

"Hessa, cepat! Kamu kok masih pakai baju butut begitu?" Kepala mamanya muncul lagi di pintu kamarnya. Mamanya sudah menyuruhnya turun ke dapur sejak tadi, tapi Hessa beralasan ingin mandi dulu sebelum menemui teman mamanya.

Hessa bergerak malas-malasan ke kamar mandi. Mamanya tidak pernah menyuruhnya turun kalau ada temannya datang ke rumah. Seberapa istimewa teman mamanya yang bernama Kana ini?

Hessa menyelesaikan mandinya dengan cepat, walaupun jam makan malam masih lama. Kalau tidak, mamanya akan semakin mengomel tidak sabaran. Ini hari Sabtu, karena tidak punya pacar Hessa santai saja tidak mandi sampai semalam ini.

"Kamu ini. Wanita itu yang teratur sedikit. Kalau sudah sore ya mandi. Jangan ditunda-tunda. Nanti kamu punya suami, kebiasaanmu itu nggak hilang gimana? Apa kamu mau suamimu datang kerja kamu masih berantakan begitu?" Mamanya berkomentar ketika Hesa turun dan membantu di dapur.

"Ya, Ma." Hessa menjawab pelan.

"Jangan besar-besar apinya." Mamanya menegur lagi, membuat Hessa pusing. Hari Sabtu ini berbeda sekali dengan Sabtu-Sabtu biasanya yang tenang dan damai, yang dihabiskan Hessa dengan membaca buku.

"Itu kan gampang, Hessa. Masak begitu saja kamu salah-salah."

Hessa pasrah saja mamanya mengomel seperti itu, kalau menjawab malah makin kena semprot.

"Hahahaha, ya biar saja, Hessa kan nanti nggak akan jadi ibu rumah tangga saja." Papanya yang sedang melintas menyahut.

"Biar dia nanti jadi presiden, tetap dia harus bisa mengurus, suami dan anak-anaknya. Mana mungkin bisa mengurus negara, kalau mengurus suami dan anak-anak saja tidak bisa? Mama dulu juga kerja dan tetap bisa mengurus kalian semua dengan baik." Mamanya memang hebat sekali, bisa memasak sambil menasihati tanpa pecah konsentrasi.

Hessa juga mengakui mamanya dulu memang bekerja, tapi tetap menjadi ibu yang terbaik baginya dan adiknya. Kata "suami dan anak-anak" akhir-akhir ini sering sekali didengarnya.

"Ma, Hessa ke atas sebentar ya. Sakit perut." Hessa berusaha melarikan diri dari dapur lagi.

Mamanya mengangguk mengizinkan.

Hessa berjalan ke kamarnya. Urusan begini saja membuatnya pusing. Seseorang bernama Kana ini merepotkan sekali. Biasanya Hessa juga ikut memasak dan mamanya tidak pernah mempermasalahkan cara memasaknya.

"Hessa!"

Belum sempat Hessa duduk, mamanya sudah memanggil lagi. Hessa mendesah dan berjalan keluar kamar.

"Nah, ini Hessa," kata mamanya sambil tersenyum ketika Hessa muncul di ruang makan.

Hessa tersenyum lega karena mamanya tidak bohong, Afnan tidak ada di sana bersama mereka.

"Wah, cantik banget. Kayak mamamu waktu muda dulu," kata wanita yang diprediksi Hessa sebagai teman mamanya yang bernama Kana itu.

Hessa salaman dan teman mamanya itu memeluknya

"Jadi sekarang aku jelek?" Mamanya yang duduk di sisi kanan meja makan tertawa.

"Kita sudah kalah sama anak-anak ini." Dua wanita berumur itu tertawa lagi. "Oh, ini anakku, Lily."

"Hai, Kak."

Hessa tersenyum dan bersalaman dengan Lily yang tersenyum lebar ke arahnya. Lily sedang hamil besar.

"Aku udah lihat channel Kakak. Bagus banget! Nanti kalau anakku lahir, mau kuajak nonton video-video itu." Lily memberi tahu.

"Oh, ya?" Hessa tersenyum geli mendengar Lily bicara ceria, seperti tidak terganggu dengan kehamilannya.

"Iya, Afnan yang kasih tahu channel-nya."

Hessa mengumpat dalam hati, jadi Afnan juga stalking? Hessa jadi menyesal mengapa dia iseng mengunggah video-videonya saat sedang mendongeng di depan anak-anak di sekitar rumahnya. Selama ini adiknya selalu rajin merekamnya.

"Dia memang sejak dulu sukanya begitu. Baca dongeng. Bapaknya wartawan, setiap pulang oleh-olehnya cerita. Jadi anaknya begitu. Ngumpulin anak-anak buat didongengi." Mama Hessa menjelaskan.

"Bagus itu. Anak-anak zaman sekarang sering kerjaannya menghabiskan duit keluyuran di mal, club, diskotek. Lebih baik melakukan yang bermanfaat. Ya kan, Hessa?" Kana tersenyum menatap Hessa.

"Anakku suka belanja," Kana menunjuk Lily, "daripada habis duit orangtua, dinikahkan saja. Biar duit suaminya saja yang habis."

"Jangan buka rahasia dong, Ma!" Lily protes.

Hessa ikut tertawa melihat Lily menahan malu karena dijadikan bahan pembicaraan.

"Sudah mandiri semua anak-anakmu?" Mama Hessa bertanya.

"Sudah. Tinggal mama dan papanya saja di rumah kesepian. Anak-anak ini kecil dikasih makan di rumah, besar bisa cari makan, nggak ingat rumah." Kana menjawab.

"Lho, ini Lily di rumah." Mamanya menoleh ke arah Lily.

"Iya, karena mau lahiran. Biasanya tinggal sama suaminya di Jerman. Anakku yang kedua, Afnan, kerja di Denmark. Cuma Mikkel yang di sini. Bantu-bantu papanya."

"Anak-anakku belum menikah. Sama telatnya kayak aku dulu." Ibu tertawa.

Kalau mamanya saja telat nikah, mengapa mengejar-ngejar Hessa untuk menikah? Hessa menggerutu dalam hati.

Tante Kana orang yang menyenangkan. Di antara teman-teman mamanya yang sering datang, Tante Kana yang paling normal. Tidak menggosipkan orang lain. Lily juga ceria dan bersemangat, bertanya apa Hessa menghafal banyak dongeng. Lily senang dengan dongeng Little Mermaid.

"Little Mermaid itu dulu hidup di Denmark. Waktu sekolah dulu aku bangga banget foto sama patung Mermaid itu lalu pamer sama temen-temen. Mereka iri setengah mati." Lily tertawa ketika menceritakan itu.

"Hans Christian Andersen memang dari sana, kan?" Setahu Hessa orang yang mengarang dongeng Little Mermaid adalah orang Denmark.

"Iya, dari Odense. Yah ... di sana kaya knegeri dongeng, deh. Kakak pasti suka."

Hessa memperhatikan Lily, rasanya Hessa ingin sekali tertular keceriaan Lily sedikit saja, agar hidupnya sedikit lebih santai.

***

Hessa bercakap-cakap dengan Lily sambil membantu menyiapkan makan malam. Mamanya asyik bercengkrama dengan Kana, menyiapkan buah untuk mereka semua.

"Berapa bulan, Ly?" Hessa melihat Lily yang meletakkan serbet-serbet di samping piring. Sedari tadi Lily melakukan pekerjaan-pekerjaan ringan.

"Tujuh. Udah nggak sabar pengen ketemu." Lily mengelus perutnya.

Sebenarnya Hessa kurang setuju Lily memanggilnya Kakak, tapi Lily menolak. Dengan alasan siapa tahu nanti Hessa benar-benar menikah dengan Afnan.

"Nanti aku mau lihat bayimu, Ly." Hessa tersenyum, membayangkan pasti bayi itu cantik seperti Lily. Tadi Lily bilang dia akan melahirkan anak perempuan.

"Kita makan sekarang." Mamanya melambaikan tangan.

"Maaf ya, Tante. Lily makannya banyak." Lily terlihat sudah tidak sabar ingin makan.

Hessa dan mamanya tertawa saat Lily memberi disclaimer di awal.

"Tidak apa-apa, kamu habiskan, Lily. Malah bagus, biar Hessa diet." Ibu Hessa menjawab.

Hessa batal mengambil sayur ketika melihat papanya masuk bersama dengan Afnan.

Hessa hafal dengan wajah Afnan karena seharian ini kerjanya hanya melihat-lihat foto dan video Afnan di internet. Hessa melotot ke arah mamanya, meminta penjelasan. Mamanya hanya tersenyum dan mengangkat bahu. Mamanya kembali bercakap-cakap dengan Kana, Lily asyik makan, Hessa menunduk, Afnan bercakap-cakap dengan ayah Hessa. Tidak ada yang mau repot-repot mengenalkan mereka berdua.