webnovel

Another Side Of Aldo

Jam menunjukkan pukul tiga siang, dan ini adalah jam pelajaran terakhir. Sekitar lima belas menit lagi Bell pulang berbunyi dan kelas pun bubar. Mrs. Anna, wanita dengan rambut cokelat gelap dan kacamata yang bertengger di pangkal hidungnya sejak tadi tak berhenti mengoceh tentang materi Bahasa Inggris yang akan keluar untuk Ujian Tengah Semester nanti. Hara benar-benar bosan.

"Okay, the lesson we're done here. See you tomorrow!"

Jackpot!

Tidak ada yang mengira kalau pelajaran berakhir sebelum Bell berbunyi. Secara serentak semua murid menutup bukunya dan membereskan alat tulis yang berantakan di meja masing-masing. Aldo menyikut lengan Hara, hingga perempuan itu menolehkan kepalanya. "Jalan, yuk?"

Hara menghela nafas samar, ia sendiri bahkan lupa kalau di jam istirahat tadi, Aldo terang-terangan mendeklarasikan Hara sebagai pacar barunya. Padahal Hara sendiri merasa sedang memikul beban berat dengan status tersebut.

"Oke," Hara mengangguk.

"Senyum, dong. Lo kaya nggak iklas gitu kesannya."

Hara berusaha menarik kedua sudut bibirnya selebar mungkin. "Iya, Iya, ini senyum..."

Dengan gemas, Aldo mencubit pipi Hara. "Nah, gitu, kan lucu."

Diam-diam Hara menarik nafas dan memutar kedua bola matanya. Demi apapun, Hara benar-benar risih.

Lalu, Tanpa sengaja, pandangannya tertuju pada bangku yang berada di sudut kelas, dan tatapannya saat itu juga langsung meredup.

Kosong.

Dari pelajaran pertama, hingga bell pulang berbunyi, bangku itu memang kosong tiap kali Hara menolehkan kepalanya.

Reynand absen hari ini. Tanpa keterangan. Membuat Hara khawatir kalau cowok itu sakit akibat kejadian kemarin. Terakhir yang Hara lihat, sore itu Rey benar-benar kacau dan babak belur.

Hara berharap, cowok itu baik-baik saja.

***

Saat Aldo menawarinya makan di salah satu Restoran cepat saji milik Keluarganya, Hara menolak. Perempuan itu ternyata benar-benar tipe cewek sederhana dan tidak suka hal-hal yang terlalu berlebihan.

Pada akhirnya, Mereka berdua memilih berjalan-jalan di sekitar taman kota dengan dua buah Bubble Tea. "Lo beda sama mantan-mantan gue,"

Hara menoleh, dahinya berkerut. "Apa? Mantan-mantan? Kok kesannya kalau mantan lo itu lebih dari satu?"

"Itu fakta," Aldo menjentikkan jarinya. "Tapi, gue yakin... lo nggak bakal masuk ke daftar koleksi mantan gue."

Hara tertawa kecil. "Masa?"

"Hmm," Aldo mengangguk mantap, memasukkan sebelah tangannya ke saku celana.

Hara mengangkat cup Bubble Tea-nya ke udara, menerawang es batu dan Bubble yang tenggelam. "Do?"

"Ya?"

"Boleh nanya sesuatu nggak?"

"Tanya aja,"

Hara diam sejenak, menarik tangan Aldo untuk duduk di sebuah kursi sisi Taman yang kebetulan kosong. Rasanya, bicara sambil berjalan nggak nyaman untuk Hara. "Duduk dulu,"

"Kenapa, sih?" Tanya Aldo, setelah ia menjatuhkan bokongnya di kursi besi yang agak menguning karena karatan.

"Gue mau nanya," Hara menyandarkan punggungnya ke kursi, matanya menatap sekumpulan orang yang berjalan melintasi mereka. "Um, Alasan lo... ngebully Rey, apa?"

"Ya ampun, masih di bahas juga..." Aldo sempat memutar bola mata.

"Ih, lo gimana, sih. Katanya kita pacaran, harus saling jujur dong.."

Aldo mendengus, mengacak rambut Hara pelan. "Alesannya simpel, kok."

Hara menaikkan kedua alisnya, seolah bertanya dengan isyarat; apa?

"Gue nggak suka segala sesuatu dari Reynand."

"Itu doang?"

"Iya, Intinya, sih itu. Menurut gue, dia itu mahkluk paling menjijikan."

Hara melotot, memukul keras lengan Aldo. "Mulut lo, tuh ya!"

Aldo meringis, lalu kemudian mengangkat kedua bahu. "Itu Fakta, kok! Gue emang benci banget sama Reynand."

"Tapi, kan... benci itu pasti ada alesannya, Do."

Aldo menatap Hara lama. "Lo tau nggak, sih? Lo itu orang pertama yang nanya ginian soal Rey. Baru nyadar, anak sialan itu ternyata ada yang peduliin."

Hara menghela nafas. Mungkin Aldo ini tipikal orang yang keras dan tidak terbuka. Sikap kasarnya selalu terselip dari gestur hingga intonasi bicaranya. Iya, Aldo emang cowok kasar. "Ya udah sih, kalau lo nggak mau kasih tau. Mungkin lo emang punya alesan tersendiri yang nggak pengen semua orang tau. Oke, gue ngerti."

Aldo memutar bola mata lelah, menandaskan Bubble Tea-nya hingga tak tersisa lalu melempar Cup plastik bekasnya ke tempat sampah yang berjarak sekitar dua meter di depan.

Satu lemparan mulus.

Dan, tepat sasaran. Pas seperti saat Aldo memasukkan bola basket ke dalam ring.

"Lo seriusan mau tau?"

Hara hanya mengangguk, dan Aldo membalasnya dengan tawa remeh. "Percaya atau enggak, ini hal paling gila yang pernah gue omongin. Dan lo itu orang satu-satunya yang gue kasih tau tentang ini."

Hara mengacungkan jari kelingkingnya di depan wajah Aldo. "Janji, deh!"

Aldo tertawa kecil, menepis tangan Hara agar menyingkir dari wajahnya. Ia diam sebentar, menarik nafas dan menahannya beberapa detik. Sementara Hara terus menatapnya dari sisi kanan, Aldo justru mengalihkan pandangannya ke jalanan yang banyak di lalui oleh orang-orang.

"Rey itu saudara gue," Dalam satu tarikan nafas, Aldo menuturkan.

Hara mengerjapkan matanya. Beberapa kali sampai ia benar-benar yakin kalau yang tadi itu suara Aldo. "Hh?"